RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON — Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) sementara fokus menangani kemiskinan ekstrem di Indonesia bagian timur, di antaranya Maluku, Papua, dan Nusa Tenggara Timur (NTT), melalui perbaikan infrastruktur dan kualitas pendidikan. Sebab, kemiskinan ekstrem tersebut berkorelasi langsung dengan angka pengangguran, pertumbuhan ekonomi dan lainnya.
Demikian disampaikan Mercy Chriesty Barends, S.T, anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan dapil Maluku, kepada wartawan, usai melakukan kunjungan kerja di Kantor Badan Pusat Statustik (BPS) Provinsi Maluku, Desa Passo, Kecamatan Bagual, Kota Ambon, Sabtu, 7 Desember 2024.
“Indonesia bagian timur ini rata-rata daerah-daerah yang termiskin di Indonesia. Jadi, tiga wilayah yang dikunjungi Komisi X yaitu Maluku, Papua dan NTT. Tujuan kita adalah untuk bagaimana kita keroyokan bersama untuk mengatasi kantong-kantong kemiskinan ekstrem dari sektor pendidikan,” kata Mercy.
Selain itu, kata Mercy, kemiskinan ekstrem juga berdampak terhadap indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
“IPM ini menyasar tiga hal. Yang pertama dari sektor pendidikan, rata-rata lama usia sekolah, kualitas pendidikannya. Yang kedua adalah angka harapan hidup, kualitas kesehatan masyarakatnya. Dan yang ketiga adalah tingkat kesejahteraan masyarakatnya,” tuturnya.
Mercy menjelaskan, selama dua hari melakukan kunjungan kerja di Provinsi Maluku, anggota Komisi X DPR RI menyasar mulai dari tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen), dan dan Perguruan Tinggi.
Dalam pertemuan kemarin Komisi X DPR RI mencatat berbagai persoalan mengemuka, di antaranya persoalan infrastruktur pendidikan mulai dari tingkat Dikdasmen sampai dengan Perguruan Tinggi.
Meski urusan pendidikan adanya di Komisi X DPR RI, namun untuk sektor infrastruktur pendidikan sendiri, dana pembangunan ruang kelas baru atau gedung sekolah baru, termasuk ruang-ruang untuk kampus misalnya, saat ini aturannya ada pada Kementrian PUPR.
“Maka itu, koordinasi sementara kita lakukan sambil menunggu Keppres dari Presiden RI. Keppres itu untuk memastikan urusan infrastruktur dikembalikan lagi ke Komisi X, supaya kita bisa mengalokasikan dananya, melakukan pengawasan dan memastikan bahwa sekolah-sekolah atau seluruh infrastruktur pendidikan dari tingkat Dikdasmen sampai dengan Perguruan Tinggi semuanya bisa mendapatkan anggaran yang cukup dan merata,” harap Mercy.
Kemudian dari sisi kualitas layanan pendidikan. Dikatakan Mercy, untuk siswa, dalam pertemuan kemarin telah dibicarakan tentang bagaimana bisa mendapatkan beasiswa. Karena angka harapan sekolah dari SD rata-rata lulus di atas 99 persen. Masuk ke SMP turun 97 persen, sampai ke SMA turun 76 persen. Dan dari SMA ke Perguruan Tinggi turun di angka 36 sampai 40 persen.
“Ini sangat miris sekali, artinya ada kurang lebih 65 sampai 70 persen anak tidak mengenyam pendidikan tingkat SMA sampai dengan Perguruan Tinggi. Rata-rata lama sekolah untuk di Maluku hanya 10 tahun. Artinya setelah SMP langsung putus sekolah. Tidak bisa melanjutkan ke SMA karena rentang kendali pulau-pulau yang jauh, ekonomi keluarga dan sebagainya,” ungkapnya.
Komisi X DPR RI, kata Mercy, memastikan bahwa beasiswa untuk anak-anak mulai dari SD, SMP, dan SMA, kemudian Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah juga akan turun dengan angka yang besar.
“Saya belum bisa katakan sekarang, tapi yakinlah dengan adanya saya di Komisi X ini, alokasi beasiswa ini kita pastikan lebih dari cukup untuk aspirasi perorangan dari anggota DPR RI. Yang pasti angkanya besar sekali dari setiap anggota DPR RI. Dan mudah-mudahan bisa kita pastikan anak-anak miskin bisa bersekolah, tidak putus sekolah,” janjinya.
Mercy menyatakan harapannya yang begitu besar apabila semua itu dapat berjalan dengan baik dan lancar, maka dapat dipastikan anak-anak Maluku ke depannya menjadi anak-anak yang unggul dan berkualitas.
“Mudah-mudahan melalui beasiswa seperti ini akses anak-anak miskin untuk bisa berkuliah itu menjadi kenyataan. Dan Perguruan Tinggi juga terbantu dari sisi pendanaan. Karena banyak anak-anak begitu masuk, terlambat pengiriman dari orang tua, kemudian putus sekolah karena tidak bisa membayar uang semester dan sebagainya,” terangnya.
Masalah lainnya, sambung Mercy, adalah soal distribusi guru dan tenaga pengajar. Di mana, isu yang sangat besar sekali dalam pertemuan kemarin adalah guru Aparatur Sipil Negara (ASN) ditarik dari sekolah-sekolah swasta.
“Begitu besar sekali keresahan dan kegelisahan dari sekolah-sekolah swasta mulai dari SD, SMP, dan SMA, termasuk Perguruan Tinggi Swasta. Semuanya ditarik dan dikembalikan ke sekolah-sekolah negeri dan Perguruan Tinggi Negeri,” bebernya.
Berdasarkan data yang dimiliki, kata Mercy, rasio perbandingan antara sekolah negeri sampai dengan Perguruan Tinggi Negeri, dengan sekolah swasta sampai dengan Perguruan Tinggi Swasta, yang swasta jauh lebih besar dari pada yang negeri. Di mana, yang negeri jumlahnya 2.000-an, sementara yang swasta jumlahnya 3.200 sekian.
“Sedangkan angka akreditasi untuk sekolah-sekolah yang ada ini, kalau gabung antara akreditasi A dan B, yang unggul dan yang baik itu mungkin hanya sekitar 30-an persen. Sementara 67 persen itu non status atau tidak punya akreditasi,” tutur Mercy.
“Jadi, ini kita memang harus bekerja keras untuk meningkatkan kualitas mutu sekolah kita ke depan, sehingga bisa lebih kompetitif untuk bisa menghasilkan produk-produk keluaran dari setiap sekolah dan Perguruan Tinggi yang bermutu dan berdaya saing,” tambahnya.
Dan terkait dengan penarikan guru ASN itu, kata Mercy, sementara pihaknya masih berkoordinasi terus dengan pihak pemerintah. Sebab masalah ini berlaku secara nasional, sehingga harus secepatnya bisa diatasi.
Sedangkan berkaitan dengan distribusi guru, tambah Mercy, karena alokasi penempatan guru terbanyak maunya di pusat-pusat provinsi, kabupaten/kota dan pusat kecamatan. Sehingga, ketika ditempatkan di pulau-pulau perbatasan, langsung menjadi masalah.
“Jadi kita bekerja sama bagaimana mengatasi supaya guru bisa nyaman tinggal di kampung. Apakah kita harus melihat misalnya tunjangan perumahannya kah, dia disediakan rumah guru. Kemudian tunjangan wilayah perbatasan atau tunjangan lain-lain apakah ini sudah cukup memadai atau seperti apa,” ujarnya.
“Kalaupun itu semua sudah disediakan, guru masih lalai atau tidak menjalankan tugas secara baik, maka kemarin di dalam rapat itu kami dorong supaya harus ada alat kontrol dalam bentuk aplikasi atau terserah dalam bentuk apapun itu, sehingga guru bisa kita pastikan berada di tempat atau tidak,” sambung eks anggota Komisi VII DPR RI itu.
Untuk pendidikan menengah ke atas, kata Mercy, dalam rapat Komisi X DPR RI kemarin, terdapat sebuah kebijakan baru dari Presiden RI Prabowo Subianto, yaitu SMA Unggul Garuda. SMA Unggul Garuda ini, kebijakan umumnya untuk 20 sekolah.
“Itu dibangun dari awal sampai jadi, angkanya sangat fantastis, kurang lebih Rp 2 triliun. Kemudian 20 SMA Unggul Garuda Transformatif. Artinya, yang sudah ada di daerah tapi ditransformasikan sampai dengan tarafnya itu berkualitas internasional dan sangat bagus sekali,” paparnya.
Untuk tahap awal empat bangun baru dan empat transformatif, sambung Mercy, Maluku mendapatkan satu dari delapan itu. Mengingat di Maluku terdapat SMA Siwalima, maka anggaran yang didapatkan bisa untuk meningkatkan kualitas menjadi SMA Siwalima Unggul Transformatif.
“Dengan anggaran yang memadai dan pada akhirnya dia bisa menjadi bahan rujukan sekolah-sekolah unggul di Indonesia Timur atau di seluruh Maluku ini. SMA Siwalima mendapatkan tempat yang luar biasa untuk pengembangan siswa didik di tingkat menengah atas,” ujarnya.
Untuk Pemuda dan Olahraga, kata Mercy, mendengar berbagai keluhan yang ada, masalah mereka hanya pada sarana dan prasarana atlet. Banyak juga usulan-usulan seperti pembangunan Stadion Baru Mandala Remaja apakah direhab total ataukah dibangun baru. Sebab, Mandala Remaja yang sekarang sudah sangat tidak memadai.
“Kemudian rumah susun atlet sudah sangat kurang dengan kualitas yang terbatas. Kemudian diminta juga ada rumah ibadah kawasan rumah susun atlet, dan Kantor Dinas Pemuda dan Olahraga. Karena ini kan Kementerian baru jadi kantor-kantor dinasnya juga harus ada untuk bisa bisa dikembangkan,” paparnya.
Selain itu, juga terdapat usulan untuk Pemuda dan Olahraga ke depan agar tidak sekedar hanya semacam pengembangan olahraga ansih, tetapi bagaimana bisa mengembangkan olahraga dalam bentuk sport entertainment.
“Misalnya tinju ada boxingnya tapi sesudah itu ada yang entertain seperti itu. Jadi,banak-anak muda yang berurusan dengan entertainment juga bisa mengambil bagian dalam satu perhelatan event-event sport,” katanya.
“Kita memberikan begitu banyak ruang kreativitas bagi anak-anak muda Maluku untuk bagaiman caranya bisa terlibat dalam kegiatan-kegiatan kepemudaan. Dan usulan kemarin untuk sport entertainment itu mungkin bisa digerakkan, bisa dialokasikan dan pada waktunya secara perlahan dinamika kreativitas anak-anak muda di Maluku bisa dilihat,” tambah Mercy.
Perpustakaan Nasional (Perpusnas), sambung Mercy, juga merupakan mitra kerja dari Komisi X DPR RI. Dan berdasarkan paparan langsung dari kepala Perpustakaan Provinsi Maluku bahwa kantornya sudah sangat tidak presentatif.
“Bocor, hancur, pokoknya sudah sangat tidak memadai untuk dijadikan sebagai perpustakaan daerah, dan diharapkan untuk segera dilakukan renovasi gedung perpustakaan. Anggaran sudah disediakan, koordinasi juga sementara terus berjalan,” katanya.
Untuk satu Perpustakaan di Kota Tual, kawasan Maluku Tenggara, Mercy mengaku telah dibantu oleh Komisi X DPR RI dengan harapan bisa menjadi rujukan Perpustakaan yang bagus di kawasan Maluku Tenggara dan Kota Tual.
“Bisa diakses dengan pendekatan yang bagus, transformasi dan digital. Tadi malam langsung kita menyerahkan Rp 11 miliar untuk perpustakaan wilayah,” terang Mercy.
Kemudian pengadaan peralatan ahli media digital khusus untuk naskah-naskah kuno. Menurut Mercy, hal ini juga diharapkan bisa direalisasikan.
“Sehingga kita punya cerita-cerita dulu dengan bukti-bukti sejarah, literasi masa lampau dengan tulisan-tulisan tua itu, dapat ditransformasi dalam bentuk bahasa yang mudah kita mengerti, dan bisa diakses sebagai sebuah pengetahuan kebudayaan bagi masyarakat Maluku,” tuturnya.
Dan yang terakhir soal vokasi yang merupakan satu bagian dari keseluruhan yang dibicarakan. Menurut Mercy untuk menjawab tantangan pasar tenaga kerja yang hari ini sangat kompetitif dan digital, tidak ada lagi batasan ruang dan waktu dan sebagainya.
“Jadi, tata cara kita menghasilkan SDM Maluku yang bisa menjawab pasar tenaga kerja global. Lokal dan nasional ini sudah harus bisa beralih pasar tenaga kerja global. Karena banyak sekali pekerjaan-pekerjaan, penciptaan lapangan kerja itu di dunia maya. Kalau kita tidak mempersiapkan SDM kita, maka orang lain akan mengambil itu,” tegasnya.
Mercy mengungkapkan, dari empat orang anggota DPR RI dapil Maluku, hanya dirinya yang berada di Komisi X setelah 10 tahun berada di Komisi VII yang mengurus urusan energi.
Selama berada di Komisi VII, Mercy mengaku dirinya bersama pihak terkait telah menghasilkan sebuah hasil kerja yang baik dan bermanfaat untuk seluruh masyarakat Maluku. Seperti misalnya listrik yang tadinya tahun 2014 di bawah 50 persen, 10 tahun ini telah mencapai angka di atas 95 persen.
“Jadi lagi 87 desa, listrik menyala total di seluruh desa di Maluku. Ini sebuah perjuangan yang sangat luar biasa. Jadi habis terang mari kita belajar dan membaca. Dan saya anggap tugas dan tanggung jawab saya di Komisi VII sebagian besar telah selesai. Dan untuk periode yang ketiga ini, visi besar saya adalah menyentuh Sumber Daya Manusia (SDM) Maluku, bagaimana bisa menghasilkan SDM Maluku yang unggul, berkualitas dan berdaya saing tinggi,” pungkasnya. (RIO)