RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Maluku mengkaji laporan permintaan melakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU) pada beberapa TPS di Kabupaten Maluku Tenggara (Malra). Pasalnya, Bawaslu tidak bisa mengeluarkan rekomendasi dilakukannya PSU pada satu TPS tanpa adanya bukti yang kuat.
Demikian disampaikan ketua Bawaslu Provinsi Maluku Subair, menanggapi desakan Aliansi Masyarakat Adat Kabupaten Malra yang meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk segera melakukan PSU pada beberapa TPS di wilayah tersebut.
Di mana, permintaan masyarakat buntut dari adanya penolakan saksi paslon 01, Martinus Sergius Ulukyanan-Ahmad Yani Rahawarin oleh sekelompok warga, sehingga saksi tidak bisa masuk ke TPS ketika pungut hitung berlangsung.
Al hasil, masyarakat adat mengancam jika PSU tidak dilakukan, maka mereka akan menduduki Kantor KPU maupun Bawaslu Malra hingga tuntutan mereka turuti.
Benar, laporannya ada. Tapi kita tidak bisa langsung mengiyakan itu. Harus melalui kajian lagi, apakah bisa tidak dilakukan PSU, kata Subair kepada wartawan Minggu, 1 Desember 2024.
Menurut Subair, pemungutan suara di TPS dapat diulang jika terjadi gangguan keamanan, sehingga dapat mengakibatkan hasil pungut hitung tidak dapat dilakukan.
Kemudian PSU juga bisa dilakukan apabila pembukaan kotak suara yang tidak sesuai dengan prosedur, termasuk pemilih yang mencoblos lebih dari satu kali.
Sementara laporan masyarakat itu kan soal ada intimidasi ke saksi sehingga saksi tidak bisa masuk ke TPS. Nah, makanya ini butuh kajian lagi, tuturnya.
Dijelaskan, jika ada laporan masuk, maka prosesnya membutuhkan waktu selama tiga hari sampai pada penetapan status.
Namun soal laporan permintaan PSU, pihaknya tidak bisa mengikuti reguler yang ada. Sebab, batas waktu PSU paling lambat 10 hari usai pungut hitung di TPS.
Prinsipnya kami akan pertimbangkan itu melalui kajian di Bawaslu. Kami tidak bisa mengeluarkan rekomendasi PSU begitu saja, pungkasnya. (MON)