RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Aktivitas pengiriman limbah yang dilakukan PT Batutua Tembaga Raya (BTR) dari Kecamatan Wetar Utara, Kabupaten Maluku Barat, Provinsi Maluku, ke Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah, menimbulkan kecurigaan. Selama dua bulan terakhir sejak Oktober 2024, PT BTR tercatat telah mengirim material ke Morowali sebanyak 28 kali. Wakil Ketua Komisi II DPRD Maluku, John Laipeny, mengungkapkan kecurigaan tersebut pada Senin, 18 November 2024.
John menyatakan, pengiriman material yang disebut limbah oleh PT BTR diragukan sebagai limbah, mengingat tingginya frekuensi pengiriman hingga ke Morowali. Menurutnya, sulit dibayangkan limbah dibuang sejauh itu, sehingga ada dugaan kuat bahwa material yang dikirim bukanlah limbah, melainkan material yang akan diolah kembali di Morowali.
“Kalau memang ini limbah, mengapa harus dibawa sampai ke Morowali? Ada yang janggal di sini, dan dugaan kami, material yang disebut limbah itu sebenarnya bukan limbah,” kata John. Dia menambahkan bahwa masyarakat sekitar pun mempertanyakan hal yang sama, karena aktivitas pemuatan material sudah dilakukan hingga 28 kali dalam dua bulan.
Untuk menjawab Kecurigaan itu, Ketua Fraksi Gerindra DPRD Maluku ini menegaskan, Komisi II berencana mengundang Inspektur Tambang dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) untuk mendapatkan penjelasan langsung dari PT BTR terkait tujuan sebenarnya dari pengiriman limbah ke Morowali.”Ya harus ada penjelasan, apakah itu benar limbah atau material lain, harus ada penjelasan mengapa limbah harus dibawa ke Morowali, “tegasnya.
Terkait pencemaran, John mengaku sudah menghubungi Kepala Dinas Lingkungan Hidup yang menyatakan akan meninjau langsung dampak lingkungan di sekitar lokasi PT BTR. “Kami berharap awal tahun depan tim dapat turun langsung untuk memeriksa kondisi Sungai Kuning dan kawasan pelabuhan yang airnya dilaporkan berubah warna menjadi kekuningan,” ujarnya.
Warna air yang berubah ini memunculkan kekhawatiran tentang potensi logam berat yang dapat berdampak buruk bagi biota laut dan kesehatan masyarakat yang mengonsumsinya.(CIK)