RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Anggota DPD RI asal Maluku, Nono Sampono menilai, ada perbedaan pembangunan yang mencolok antara wilayah barat dan timur Indonesia. Hal itu menunjukkan bahwa Pemerintah Pusat (Pempus) masih pilih kasih dalam kebijakan pembangunan.
Demikian ditegaskan Nono dalam agenda reses penyerapan aspirasi di Maluku, Kamis, 7 November 2024.
Dalam kesempatan tersebut, Nono mengungkapkan bahwa kawasan timur Indonesia kerap mengalami keterbatasan dalam infrastruktur dasar, seperti listrik, yang berimbas pada sulitnya pertumbuhan industri di wilayah ini. “Ekonomi di kawasan timur tidak bisa tumbuh dengan baik. Misalnya, faktor listrik menjadi penghambat besar, sehingga industri sulit berkembang. Industri banyak terpusat di kawasan barat, sementara di timur listrik saja masih menjadi masalah,” ujarnya.
Nono menyoroti pentingnya dukungan infrastruktur yang memadai di wilayah timur, termasuk listrik, yang menjadi syarat utama berkembangnya industri lokal. Ia menambahkan, meskipun potensi tambang besar seperti di Papua dan Halmahera banyak ditemukan di wilayah timur, fasilitas pengolahan atau smelter justru lebih banyak dibangun di pulau Jawa, yang memiliki akses energi lebih baik.
“Saat saya sebagai pimpinan DPD RI, saya telah berupaya membangun komunikasi dengan Rusia untuk mencari opsi pembangkit listrik berbasis nuklir yang bisa ditempatkan di wilayah timur. Dengan adanya nuklir, kita bisa menstabilkan pasokan listrik dan mendukung pertumbuhan industri,” tambahnya.
Menurut Nono, beberapa negara berkembang seperti Bangladesh dan Myanmar telah menggunakan teknologi nuklir untuk memperkuat infrastruktur listrik mereka, sedangkan Indonesia masih tertinggal dalam hal ini. Ia berharap adanya kesepakatan konkret antara Presiden Prabowo dan Presiden Rusia mengenai penggunaan nuklir di Indonesia dapat segera terealisasi.
“Masalah ini serius. Listrik di Indonesia timur baru mencukupi sekitar 80% kebutuhan masyarakat. Jika kita ingin membangun industri di sana, perlu ada pasokan energi yang memadai, termasuk dengan opsi energi nuklir yang lebih efisien dan berbiaya rendah,” ujar Nono.
Ia pun menekankan bahwa penggunaan energi nuklir tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan listrik, namun juga untuk kebutuhan medis dan berbagai sektor lainnya. Namun, menurutnya, hambatan politik dan ekonomi dari pihak-pihak tertentu masih menjadi tantangan untuk mewujudkan inisiatif nuklir tersebut. “Kita masih dihadapkan pada kekuatan ekonomi dan politik yang mengambil keuntungan dari impor minyak dan gas,” tandasnya.
Melalui pernyataannya, Nono berharap agar Pemerintah Pusat memberikan perhatian lebih untuk menyamakan keseimbangan pembangunan antara wilayah barat dan timur Indonesia, terutama dalam hal energi yang menjadi faktor kunci bagi pertumbuhan ekonomi di kawasan timur.(CIK)