Polarisasi Timur Barat

  • Bagikan

Walau sudah berlalu sepekan pelantikan Prabowo-Gibran sebagai presiden dan wapres RI, Minggu, (20/10/24), namun selentingan seputar keterwakilan nama-nama menteri masih menyelimuti jagat media.

Protes itu tidak saja pada siapa dan dari mana asal daerah para pembantu presiden itu, tapi tekanan mereka juga menyangkut ketimpangan dan polarisasi pembangunan antarkawasan timur dan barat.

Seperti biasa menjelang detik-detik pergantian rezim kekuasaan selalu saja diikuti oleh berbagai desakan. Walau ada tekanan namun ancaman yang datang dari daerah itu tidak sampai menyoal hal-hal berbau separatisme seperti tuntutan memisahkan diri diikuti pengibaran bendera terlarang untuk merdeka segala.

Yang ada justeru kritik soal kesenjangan pembangunan antara kawasan timur dan barat atau antara Jawa dan luar Jawa yang terus terjadi akibat pola kebijakan pemerintahan yang terlalu condong pada Jawasentris.

Soal tekanan yang disampaikan orang-orang kita di daerah berikut tuntutan untuk mendapatkan jatah menteri menjelang pergantian kekuasaan sepertinya selalu saja mengemuka.

Tuntutan bernada ketidakadilan diikuti ancaman akibat pola kepemimpinan nasional yang terkesan adanya disparitas itu kalah jauh dengan harapan kita sehingga isu semacam itu masih tetap muncul setiap kali peralihan kepemimpinan nasional.

Terkait soal ketimpangan pembangunan Jawa dan luar Jawa berikut tuntutan orang daerah untuk duduk di jabatan kepemimpinan nasional sebagai menteri ini mengingatkan saya pada mantan Pangkostrad Letjen TNI Suaidi Marasabessy.

Tokoh militer asal Maluku yang pernah menjabat sebagai Pangdam XVII/Wirabuana itu, dalam suatu wawancara dengan beliau di kediaman Pangdam Jalan Sungai Tangka, Makassar, untuk kepentingan redaksional penerbitan edisi perdana Harian Ambon Ekspres, 12 Juli 1999, pernah mengeluarkan statemen yang mengesankan.

Putera Maluku yang dikenal ahli dalam perang kota itu di kalangan militer termasuk sosok langka. Untuk menemui jenderal asal Desa Kailolo itu tidaklah gampang sebab saat itu ia menjadi sosok penting.

Ia termasuk orang Maluku di militer yang memiliki bintang yang cukup bersinar. Semasa Maluku dilanda prahara kemanusiaan oleh Pangab TNI Jenderal Wiranto ia pernah ditunjuk sebagai Ketua Tim 19 yang terdiri atas para jenderal asal Maluku untuk menengahi pertikaian.

Beberapa tokoh asal Maluku di edisi perdana Ambon Ekspres hari itu sengaja kami tampilkan untuk diwawancarai sebagai bahan referensi. Kami pun memilih Pak Suaidi sebagai sosok utama sebagai topik berita di edisi hari itu.

Sebelumnya, ia menolak diwawancarai. Ia takut komentarnya soal Ambon bisa ditafsirkan lain berbau pesanan. Di tengah memanasnya konflik ia saat itu khawatir jangan-jangan wawancaranya itu bisa ditafsirkan sebagai pesan sponsor di tengah begitu tajam sorotan atas penanganan keamanan yang disoroti oleh LSM atas konflik Maluku.

Setelah diberi alasan, lelaki tinggi tegap dengan sorotan mata yang tajam itu akhirnya melunak. Pernyataan Pak Suaidi itu kemudian kami jadikan sebagai topik dalam laporan khusus pada Rubrik Dari Meja Redaksi berjudul: “Pesan Sponsor Dari Ambon”.

Salah satu statemen Pak Suaidi yang saya ingat kala itu bahwa orang Maluku harus bersatu dalam mengorbitkan tokohnya di tingkat nasional. Sebagai orang Maluku ia mengaku kerab menjumpai bila ada orang Maluku yang ingin diorbitkan di pusat banyak di antara kita tidak saling mendukung dan sebaliknya kita saling menjatuhkan. “Bagaimana orang pusat mau percaya kalau kita sendiri belum bersatu,” ujarnya.

Ia pun mengemukakan falsafah kepiting. “Orang Maluku kalau mau maju tidak boleh menggunakan falsafah katang (kepiting) dalam loyang. Kepiting kalau diletakkan dalam loyang tak ada yang mau mengalah. Kalau ada yang naik sebagian yang lain mau menurunkan atau menjatuhkan,” ujar Pak Suaidi kala itu.

Kini, setelah kita menyaksikan hasil pengumuman kabinet yang baru dilantik di bawah rezim Prabowo-Gibran, pekan lalu, mudah-mudahan ada harapan yang bisa diberikan oleh pemerintahan Prabowo untuk membantu membangun Maluku lebih baik.

Tentu bukan saja karena adanya elite-elite kita yang duduk di kursi menteri dan wakil menteri, tapi juga bagaimana peran pemerintahan Prabowo bisa lebih fokus membantu dan mendorong percepatan pembangunan di daerah ini.

Kita tahu sampai sejauh ini ada beberapa Proyek Strategis Nasional (PSN) di Maluku di masa rezim Joko Widodo yang mati gaya. Setelah dikasih angin surga melalui PSN yakni Maluku sebagai pusat Lumbung Ikan Nasional (LIN) diikuti pembangunan Pusat Industri Perikanan Terpadu dan Ambon New Port yang berpusat di seputar Desa Liang, Kawasan Desa Waai dan Tulehu, ternyata hanya isapan jempol.

Kala itu, PSN bernilai Rp 5 Triliun ini bahkan sudah disampaikan di hadapan nelayan oleh presiden Joko Widodo saat kunjungannya ke Ambon, Kamis, 25 Februari 2021. Dan, untuk kesekian kalinya dilakukan pembicaraan soal Ambon New Port dan Pusat Perikanan Terpadu itu. Beberapa kali rapat tingkat menteri di Jakarta juga pernah menyoal hal yang sama.

Pun seperti yang terjadi, Jumat, (8/10/21), usai lawatannya ke Kota Tual dan Kabupaten Maluku Tenggara, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan bersama Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi dan
rombongan saat tiba di Ambon lagi-lagi tidak luput membahas soal ini.

Menggunakan pesawat pribadi begitu tiba di Bandara Pattimura Luhut Pandjaitan bersama Gubernur Maluku Murad Ismail langsung melakukan rapat koordinasi soal Ambon New Port dan LIN Maluku di Ruang VIP Bandara Pattimura.

Banyak harapan masyarakat sesuai janji pemerintah saat itu bahwa pembangunan Ambon New Port dan Pembangunan Perikanan Terintegrasi serta LIN Maluku akan terwujud di tahun 2023. Jika saja gagasan besar ini terwujud saat itu boleh jadi kawasan ini tidak saja menjadi pusat perekonomian dan kota penyangga baru untuk Kota Ambon, tapi juga bisa menjadi kota satelit di kawasan jazirah. Sayang lagi-lagi sampai berakhirnya rezim Joko Widodo proyek yang dijanjikannya itu tetap mati suri.

Sesuai rencana Desember 2021 sudah dimulai groundbreaking namun sampai 2023 janji-janji tersebut hanya omon-omon. Padahal saat yang sama juga isu Daerah Otonomi Baru (DOB) kembali diwacanakan jika kedua program strategis nasional dan LIN Maluku benar terwujud. Dengan beroperasinya PSN ini berarti langkah untuk mempercepat dan menjadikan kawasan Jazirah Leihitu sebagai DOB sudah bisa terlaksana. Sayang itu hanya tinggal cerita. Dan menjadikan Jazirah Leihitu menjadi DOB kini hanya tinggal kenangan.

Keseriusan pemerintah pusat untuk mempercepat pembangunan di kawasan timur khususnya kita di Maluku ternyata masih jauh dari harapan seiring terjadinya disparitas atau kesenjangan antara barat dan timur.

Dalam sebuah tulisan yang ditulis mantan anggota DPR-RI Engelina Pattiasina, sebagaimana dikutip situs titastory.id, (27/10/24), diungkapkan upaya mengatasi ketimpangan atau disparitas pembangunan antarkawasan ini sejak pemerintahan masa lalu seolah menemui jalan buntu.

Berbagai langkah dan janji-janji politik yang dilakukan pemerintah pusat untuk Maluku hingga kini justru tidak mengurangi ketimpangan. Tesis ini tentu membenarkan anggapan Ibu Engelina Pattiasina bahwa laju perkembangan di kawasan barat yang semakin pesat dan hampir mustahil kawasan timur bisa mengejar di tengah ketertinggalan kita saat ini merupakan fakta yang tidak terbantahkan.

Dengan kondisi itu harapan untuk mewujudkan pencapaian menuju Indonesia Emas 2045, kata Engelina Pattiasina, hampir mustahil kawasan timur bisa ikut dalam merayakannya.

“Untuk mereka yang optimistis sekalipun tidak akan mudah percaya pada gagasan besar menuju Indonesiasentris selagi kabinet kita masih berwatak Jawasentris,” katanya.

Kedepan, dalam rangka memperjuangkan tokoh-tokoh terbaik kita dari Maluku untuk duduk di kabinet pemerintahan dalam rangka mengawal kepentingan pembangunan di daerah ini kita semua harus kompak dan bersatu, tidak lagi menggunakan falsafah kepiting sebagaimana yang disebutkan Pak Suaidi Marasabessy.

Untuk meminimalisir disparitas pembangunan ekonomi dan sumberdaya manusia dan sumberdaya alam antara kawasan timur dan barat itu —sebagaimana yang disebutkan Ibu Engelina Pattiasina tersebut— tidak ada salahnya Pembangunan Ambon New Port dan Pembangunan Perikanan Terintegrasi serta LIN Maluku perlu ditinjau kembali.

Semoga, di tangan rezim Prabowo yang mantan Jenderal Kopassus itu disparitas pembangunan Indonesia yang selama ini cenderung berpusat Jawasentris bisa diminimalisir dan memperkecil polarisasi antara kawasan timur dan barat atau antara Jawa dan luar Jawa.(AHMAD IBRAHIM)

  • Bagikan