RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Tim Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku menambah alat bukti untuk melengkapi berkas perkara dua tersangka korupsi pekerjaan pembangunan rumah khusus pada Satuan Non Vertikal Tertentu (SNVT) yang saat ini menjadi Balai Pelaksana Penyediaan Perumahan (BP2P) Provinsi Maluku tahun 2016.
Dua tersangka itu, Aparatur Sipil Negara (ASN) pada SNVT/ BP2P Provinsi Maluku inisial AP selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan Direktur CV. Karya Utama inisial DS selaku kontraktor pelaksana dari PT. Polawes Raya (perusahaan pemenang tender proyek).
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) dan Humas Kejati Maluku Ardy, mengatakan, penambahan alat bukti tersebut merupakan petunjuk langsung dari Jaksa Penuntut Umum atau P19 setelah meneliti berkas perkara dua tersangka tersebut.
“Untuk kasus BP2P Maluku, sementara P19, Penuntut Umum memberikan petunjuk ke penyidik untuk tambah alat bukti guna melengkapi berkas perkaranya. Tambah alat bukti itu seperti periksa saksi tambahan,” kata Ardy, kepada media ini di Ambon, Selasa, 22 Oktober 2024.
Dia menjelaskan, setelah melengkapi berkas perkaranya, selanjutnya penyidik akan kembali menyerahkan berkas perkara tersebut kepada Jaksa Penuntut Umum untuk diteliti kembali guna kepentingan persidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Ambon.
“Kalau berkas perkaranya dinyatakan lengkap atau P21 oleh Jaksa Penuntut Umum, maka selanjutnya tim penyidik akan menyerahkan kedua tersangka beserta berang buktinya kepada Penuntut Umum atau Tahap II,” jelas Ardy.
Ia berharap, tidak ada kendala dalam berkas perkara kedua tersangka tersebut, sehingga penanganan perkaranya bisa segera rampung di tahap penyidikan dan dapat segara dilimpahkan ke pengadilan untuk disidangkan.
“Harapannya, penyidikan perkara ini cepat selesai, sehingga tersangka bisa segara diadili di pengadilan untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya,” harapnya.
Dikatakan Ardy, AP dan DS ditetapkan sebagai tersangka karena perbuatan mereka telah menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp2.804.700.047,52 dari nilai kontrak proyek sebesar Rp6.180.268.000, berdasarkan perhitungan Inspektorat Maluku.
“Kedua tersangka dijerat Primair Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang Nomor: 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor: 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana,” ungkapnya.
“Dan dijerat Subsidiair Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) Undang- Undang Nomor: 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor: 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana,” tambahnya.
Sebelumnya, Aspidsus Kejati Maluku Triyono Rahyudi mengungkapkan, proses lelang proyek pekerjaan pembangunan rumah khusus bagi aparat TNI/ Polri yang bertugas di wilayah konflik antar desa di Kabupaten SBB sebanyak 22 unit dan di Kabupaten Malteng sebanyak dua unit, dimenangkan oleh PT Polaris Raya dengan nilai kontrak sebesar Rp6.180.268.000 bersumber dari APBN tahun 2016.
Sayangnya, proses pelelangan tersebut dilakukan dengan cara ilegal atau dokumen perusahaan dimanipulasi oleh tersangka DS dari PT. Polaris Raya ke CV. Karya Utama. Tak hanya itu, Jaksa Penyidik juga menemukan proses pekerjaan di lapangan tidak sesuai, bahkan progres pekerjaan belum 100 persen, namun uang sudah dicarikan.
“Ada manipulasi mulai dari tahap lelang sampai proses pencairan uangnya dipindahkan ke rekening pribadi tersangka AP selaku PPK, dan ini juga diketahui BPK. Sementara dari 24 unit rumah khusus itu, yang berfungsi hanya di perbatasan Mamala-Morella, yang lain itu hanya ada pondasi saja, bahkan ada yang tidak dibangun sama sekali,” pungkasnya. (RIO)