Gelar Simulasi Gempa Bumi dan Pemadam Kebakaran
RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Kantor Perwakilan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Provinsi Maluku menggelar simulasi keselamatan pegawai dari bencana gempa bumi dan pemadaman kebakaran, bertempat di Kantor Kemenkeu Provinsi Maluku, Senin, 21 Oktober 2024.
Kepala Sekretariat Perwakilan Kemenkeu Provinsi Maluku, Jaka Susila, dalam sambutannya mengatakan, tujuan simulasi tersebut untuk memastikan bahwa keselamatan pegawai adalah prioritas utama. Di mana, pegawai dapat meningkatkan kesiapsiagaan dan kemampuan pegawai dalam menghadapi bencana.
“Becana seperti gempa bumi dan kebakaran adalah ancaman yang nyata dan bisa terjadi tanpa diduga. Oleh karena itu, melalui kegiatan ini kita akan dibekali kemampuan dan keterampilan yang diperlukan untuk bertindak cepat dalam situasi darurat,” ujar Jaka.
Menurutnya, apa yang dipelajari pada kegiatan simulasi ini bukan hanya menyelamatkan nyawa pegawai Kemenkeu Provinsi Maluku, tetapi juga orang di sekitar.
“Mari kita sama-sama berperan aktif menyelamatkan diri kita dan orang-orang di sekitar kita dengan meningkatan kesadaran serta pencegahan, dan selalu waspada atas segala kemungkinan yang tetjadi,” tandasnya.
Untuk diketahui dalam simulasi ini, para pegawai Kemenkeu Perwakilan Maluku diajarkan cara menggunakan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) dengan benar. Mereka juga dilatih untuk melakukan evakuasi diri dan menyelamatkan orang lain jika terjadi kebakaran
Sementara itu, Kabid Pencegahan, Peningkatan Kapasitas SDM dan SAPRAS, Pemerintah Kota Ambon, Felike M. Molle, SE, mengungkapkan bahwa Kota Ambon yang terbagi atas lima kecamatan yang terdiri dari 30 Desa/Negeri dan 20 Kelurahan, ternyata hanya memiliki tiga pos pemadam kebakaran. Yakni, pos pertama di pusat Kota Ambon, pos kedua di Passo, dan pos ketiga di Hative Besar.
“Kita di Ambon hingga saat ini baru miliki tiga pos pemadam kebakaran, yakni di pusat kota Ambon, Passo, dan Hative Besar,” ujar Molle.
Menurut Molle, sebelumnya pos pemadam kebakaran di Ambon hanya berpusat pada satu lokasi di Kota Ambon, yakni pada Dinas Pemadam Kebakaran Kota Ambon. Kemudian ditambah dua pos lainnya, serta ada pos pembantu di Kecamatan Nusaniwe dan Letisel.
“Kalau bilang itu sudah cukup tentunya belum cukup. Tapi kembali lagi ini soal anggaran,” ujar Molle.
Dirinya mengaku berharap pada pemerintahan di Kota Ambon yang baru nantinya ada penambahan pos-pos pemadam kebakaran agar mempermudah penanganan dan mobilisasi armada kebakaran dengan cepat.
“Mudah-mudahan pada pemerintahan yang baru hal inj jadi perhatian,” harap Molle.
Sementara itu, Analisis Kebencanaan Ahli Muda, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Maluku, Fretha Julian Kayadoe, ST., M.Si(Han), dalam pemaparan materinya mengatakan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) RI melalui Direktorat Pemetaan dan Evaluasi Risiko Bencana (Dit PERB) telah mempublikasi Dokumen Kajian Risiko Bencana (KRB) Provinsi
Maluku terdapat 15 ancaman yang berpotensi terjadi.
“Yakni banjir, banjir bandang, cuaca ekstrim, gelombang ektrin dan abrasi, gempa bumi, kebakaran hutan dan lahan, letusan gunung Banda api, letusan gunung wurlali, kekeringan, tanah longsor, tsunami, likuifaksi, epidemiologi dan wabah penyakit, kegagalan teknologi, dan covid-19,” ujar Fretha.
Menurutnya, Maluku beresiko tinggi terhadap bencana, dan saat ini berada pada peringkat kedua provinsi dengan indeks risiko bencana tinggi se-Indonesia. Dikarenakan 40 persen tsunami di Indonesia berasal dari wilayah Maluku, terdapat beberapa gunung api aktif, bencana hidrometeorologi selalu terjadi setiap tahun yakni banjir dan tanah longsor.
Dalam paparannya, Freta juga mengungkapkan terkait zona sumber gempa dan tsunami di Ambon dan Maluku, di antaranya adalah zona subduksi lempeng laut Maluku, zona subduksi utara Seram, zona sesar naik selatan Seram, zona subduksi Banda “Waber Deep” dan zona graben Aru.
Gempa bumi dan tsunami merupakan salah satu jenis ancaman yang berpotensi terjadi di Maluku. Sejarah mencatat telah terjadi beberapa gempa bumi merusak dan mendatangkan tsunami sejak dahulu kala.
“Karena kita hidup di daerah rawan bencana, kita harus lebih mengenal bencana sehingga kita lebih siap menghadapinya,” harap Fretha. (RIO)