Ada fenomena langka untuk makan siang gratis. Berlaku setiap pekan — khusus untuk mereka yang Jumatan. Lokasinya di sebuah mesjid. Namanya Mesjid Al-Muhajirin, Perumnas, Poka, Ambon.
“Bukan hanya salat berjamaah, makan juga bisa berjamaah” adalah sebuah tagline yang terpampang di dinding di tempat dimana makanan itu dibagikan.
Jumat lalu, (4/10/24), untuk kali pertama saya memang ke mesjid ini. Selain untuk Jumatan saya juga ingin menyaksikan langsung cerita sukses sekaligus menikmati layanan khas makan siang gratis di tempat ibadah yang telah berlangsung sejak tiga tahun lalu di Kota Ambon.
Di luar di sayap kiri mesjid itulah makanan gratis ini dibagikan. Begitu selesai imam salat Jumat membacakan doa seketika para jamaah yang didominasi mahasiswa itu pun mendekat.
Di sana tersedia hidangan nasi yang diletakkan pada sebuah termos nasi berukuran besar dilengkapi lauk-pauk. Ada ikan goreng dicampur sambal tumis. Ada terong goreng lalu disisipkan dengan buah-buahan berupa semangka.
“Kalau nasinya bebas. Seberapa kuat yang mau dimakan. Tapi, kalau ikan dan sayur harus juru masak yang memberikan karena persediaan terbatas,” ujar Ketua Takmir Mesjid Al-Muhajirin, Perumnas Poka, Ambon, Pak H. Husni Rahman.
Di sebelahnya lagi tersedia pula pemberian donatur berupa nasi kotak berisi ayam goreng dicampur sambal, kacang panjang, dan sayur kol: khas ayam lalapan.
Nasi kotak, buah-buahan dan air mineral itu tidak lain hadiah dari para penyumbang yang menetap di Perumnas Poka atau datang dari sahabat sesama pengurus mesjid.
Kalau untuk masakan yang ada di meja prasmanan dibuat oleh ibu-ibu yang disewa khusus oleh pengurus mesjid.
Takmir mesjid memang menyiapkan tiga juru masak dan beberapa pembantu untuk dipekerjakan. Di samping depan mesjid memang tersedia dapur umum untuk tempat perlengkapan masakan.
“Jadi, selain alat masak kami juga menyediakan freezer box atau alat pendingin untuk menyimpan sayur, ikan dan daging,” ujar pengurus takmir lainnya Pak Gamal Mukadar.
Selama tiga tahun berjalan layanan makan gratis bernilai ibadah ini tidak pernah absen. Pun menu makanan baik ikan dan sayur-sayuran tetap tersedia lengkap. Berikut saldo rekening walau minus namun tidak pernah kosong.
Sebagai contoh hasil laporan konsumsi siang itu yang dibacakan petugas mesjid tercatat saldo per tanggal 27 September 2024 sebesar Rp 304.000.
Sedangkan pemasukan pada tanggal 4 Oktober 2024 sebesar Rp 1.304.000. Plus dua box ikan, diikuti 19 Kg beras ditambah satu karton air mineral Ayudes.
Pengeluaran per tanggal 4 Oktober 2024 sebanyak Rp 1.050.000, plus ikan, ditambah 19 Kg beras dan satu karton air mineral Ayudes.
Jadi, sisa saldo pada hari itu, sebagaimana yang dibacakan oleh petugas masjid, Jumat 4 Oktober 2024 tercatat sebanyak Rp 254.000.
Menurut Pak Husni Rahman, kalau tiba saatnya ada kekurangan bahan makanan para pengurus takmir yang talangi. Jika memang tidak ada sama sekali bantuan dari para donatur barulah mereka mengambil dana dari kas mesjid. Tapi, sampai sejauh ini jarang sekali mereka menggunakan dana mesjid dan semua bantuan murni dari para donatur.
Hampir dapat dipastikan selalu saja ada penyumbang yang berbaik hati mengirimkan donasinya baik melalui rekening atau uang tunai. Juga dalam bentuk barang berupa beras, air mineral, ikan atau lauk-pauk lainnya.
Letaknya di tengah pemukiman warga, Kawasan Perumnas Poka, merupakan komunitas beragam. Selain warga mereka yang tinggal adalah mahasiswa yang sedang kost untuk menempuh pendidikan di Kampus UNPATTI dan kampus lainnya.
Lokasi tempat Mesjid Al-Muhajirin ini berdiri selain menjadi pusat ibadah juga wadah untuk pembinaan umat berupa kajian keagamaan.
Sebelum ide makan gratis ini dimulai tiga tahun lalu, pengelola mesjid juga telah mengembangkan pendidikan madrasah untuk siswa. Sejak 10 tahun terakhir setiap tahun mereka juga melakukan Kemah Santri se-Kota Ambon.
Jadi, makan siang gratis ini merupakan lanjutan dari ide Kemah Santri. Pesertanya bisa datang dari sekolah madrasah mana saja di kota ini.
Jumlahnya tergantung berapa banyak yang mendaftar. “Setiap akhir tahun kami adakan Kemah Santri di mesjid ini,” ujarnya.
Selain kajian, mereka juga memanfaatkan berbagai pelatihan untuk siswa madrasah tempat dimana lembaga pendidikan ini berdiri di mesjid ini.
“Walau belum sebesar nama Mesjid Jogokariyan, Jogya, yang dikenal Mesjid Bersaldo No Persen, layanan makan siang gratis dan lembaga pendidikan yang kami kelola ala Mesjid Al-Muhajirin Ambon ini adalah sebuah kebanggaan,” ujar Pak Husni Rahman, dosen UNPATTI, itu.
Saat ini mereka juga sedang merencanakan sebuah pembangunan gedung madrasah. Letaknya berada di sayap kiri mesjid. Sebuah spanduk besar berdiri di halaman depan mesjid yang merupakan dena pembangunan madrasah diikuti permintaan sumbangan dan donasi.
Pengelolaan Mesjid Al-Muhajirin ini tergolong beda. Penerapan fungsi mesjid sebagaimana dulu dikembangkan pada masa Nabi Muhammad SAW, selain menjadi pusat peribadatan juga sebagai tempat pembinaan sekaligus wadah pengembangan umat.
Karena itu layanan makan siang gratis oleh para takmir mesjid ini merupakan bagian dari upaya mereka untuk menjadikan mesjid sebagai wahana membangun solidaritas dan ajang silaturahmi.
Selain mahasiswa, rupanya ada juga dosen yang datang menikmati makan siang di mesjid ini. “Bukan soal gratis dan nikmatnya makanan tapi keberkahan yang ingin mereka raih,” ujar Pak Husni Rahman.
Mesjid haruslah berfungsi melayani dan memberdayakan kebutuhan keummatan. Termasuk menyiapkan makan siang gratis ini bagian dari pelayanan. Toh, mereka yang makan siang gratis di Mesjid Al-Muhajirin diakui adalah bagian dari ibnu sabil.
Mereka yang sedang menuntut ilmu itu masuk kategori jihad di jalan Allah SWT yang harus dilayani. Mereka ini adalah para pencari ilmu yang datang dari seberang pulau mencakup Pulau Seram, Pulau Buru, Kepulauan Kei, Pulau-Pulau Lease dll.
“Dari delapan golongan penerima zakat itu salah satunya ibnu sabil. Nah, ibnu sabil di sini termasuk mereka yang menunut ilmu,” ujar Pak Gamal Mukadar, PNS pada Badan Koordinasi Penanam Modal Provinsi Maluku, itu.
*
Rupanya — diam-diam jejak Mesjid Bersaldo Nol Rupiah ala Mesjid Jogokariyan, Jogya, itu kini telah “menular” di Kota Ambon sejak tiga tahun lalu.
Pelopornya tidak lain Pak Husni Rahman dan Pak Gamal Mukadar. Di bawah pengurus Takmir Mesjid Muhajirin inilah mereka melakukan sebuah eksperimen.
Setelah 10 tahun berhasil membidani madrasah melalui apa yang disebut dengan Kemah Santri se-Kota Ambon, mereka pun mencoba melakukan terobosan makan siang gratis untuk jamaah salat Jumat.
Sebelumnya, kapan tempo, secara sepintas saya memang pernah melihat unggahan di laman medsos oleh seorang follower ikhwal aktivitas makan siang gratis ini. Saya pun berniat mencari tahu berikut lokasi dimana gerangan mesjid tersebut berada untuk membuat sebuah catatan.
Namun, sebelum niat itu kesampaian saya pun berjumpa dengan ketua takmirnya H.Husni Rahman di Mesjid Gimelaha Majira, atau Mesjid Muslim Pancasila, Kampus UNPATTI, Ambon, Rabu, (2/10/24).
Beberapa pekan terakhir saya memang kerab bolak-balik di Kampus Orang Basudara ini mengantar kuliah ananda Salsa.
Sambil menanti kepulangan sang putri sesekali saya merebahkan badan sambil menanti waktu salat di mesjid kampus. Di sini, selain mahasiswa saya juga bisa berkenalan dengan sejumlah dosen termasuk dengan Pak Husni Rahman.
Saat menanti salat duhur itulah sambil bercerita banyak hal — dan tanpa sengaja Pak Husni pun menyampaikan diluar aktivitas sebagai PNS ia adalah pengurus takmir di sebuah mesjid yang tiga tahun terakhir telah menyiapkan makan siang gratis untuk jamaah salat Jumat di mesjid tempat tinggalnya di Poka itu.
Ketika cerita itu ia sampaikan sepertinya terhubung dengan kisah yang disampaikan follower saya itu.
Pak Husni Rahman dkk memang telah memulai ide makan siang gratis ini tiga tahun lalu tanpa hambatan. Ia berharap langkah ini bisa menjadi role model di Kota Ambon.
Ia bersyukur setelah tiga tahun berjalan bantuan atau sedekah selalu saja berdatangan. Para dermawan itu datang dari pengurus takmir mesjid, donatur atau sumbangan dari luar. “Setelah tiga tahun berlalu bantuan itu terus mengalir,” ujarnya.
Dari cerita Pak Husni Rahman baru saya tahu ternyata nama mesjid ini tidak lepas dari nama besar ulama terpandang Maluku KH.Ali Fauzi Abdul Jabbar.
Tokoh muslim Maluku dulu sebelum kota ini dilanda konflik pernah menetap di sana dan beliau salah satu tokoh di mesjid ini.
Dan, mereka yang kini menjadi takmir mesjid tidak lain adalah generasi penerus KH.Ali Fauzi Abdul Jabbar.
Untuk mengabadikannya pengurus Mesjid Muhajirin memberi nama yayasan dengan nama: Yayasan Dharma Ali Fauzi.
Mereka tadinya ingin memakai nama mesjid sebagai nama yayasan tapi oleh notaris meminta untuk mengganti nama lain. Sebab penggunaan atas nama Yayasan Muhajirin di akte notaris sudah terlalu banyak.
“Itulah alasan mengapa kami lebih memilih nama Yayasan Dharma Ali Fauzi sebagai nama yayasan tidak lain untuk mengabadikan nama besar KH.Ali Fauzi,” ujarnya.
Ia berharap pemanfaatan lembaga pendidikan dan makan siang gratis di hari Jumat ini bisa menjadi role model, walau belum sehebat Mesjid Jogokariyan, Jogya, yang dikenal dengan nama lain: Mesjid Bersaldo Nol Rupiah, itu.
Dan, langkah yang dilakukan Pak Husni Rahman dkk ini setidaknya bisa menjadi contoh untuk bisa diterapkan di tempat lain.
Bagi Anda yang ini mendapatkan keberkahan melalui Program Makan Jumat Gratis ala Mesjid Muhajirin, Poka, Ambon, silakan salurkan bantuan Anda ke Bank Muamalat atas nama Mesjid Muhajirin No Rekening: 8710038344.(AHMAD IBRAHIM)