RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — AL, terdakwa kasus persetubuhan dan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur hingga hamil, yang adalah keponakannya sendiri, hanya divonis delapan tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Ambon.
Putusan ini lebih ringan dua tahun dari tuntusan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Ambon, Lilia Helut, yang sebelumnya menuntut terdakwa AL selama 10 tahun penjara dalam persidangan.
Alasan majelis hakim karena terdakwa AL tidak pernah dihukum dan selalu sopan ketika sidang. Terdakwa dan korban masih hubungan keluarga. Di mana, terdakwa merupakan kakak dari ibu korban.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa AL dengan pidana penjara selama delapan tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah terdakwa tetap ditahan,” ucap Ketua Majelis Hakim, Martha Maitimu, dalam sidang di Pengadilan Negeri Ambon, Rabu, 2 Oktober 2024.
Dalam amar putusan tersebut, selain pidana badan, terdakwa AL juga dihukum dengan pidana denda sebesar Rp 100 juta subsider empat bulan kurungan.
“Perbuatan terdakwa terbukti melanggar Pasal 81 ayat (1) Jo ayat (3) UU RI No 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang No. 1/2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang Undang No.23 Tahun 2002 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana tentang Perlindungan Anak,” jelas hakim.
Dalam pembacaan putusan, Majelis Hakim juga katakan bahwa hal yang memberatkan terdakwa yakni, perbuatan terdakwa telah mengakibatkan korban telah hamil.
“Sedangkan hal yang meringankan, yakni terdakwa belum pernah dihukum, bersikap sopan di persidangan, mengakui terus terang perbuatannya dan menyesali dan tidak akan mengulanginya lagi,” jelas hakim.
Selain itu, terdakwa telah meminta maaf kepada korban dan keluarga korban baik dalam persidangan maupun secara tertulis (terlampir surat pencabutan perkara dalam berkas perkara).
“Namun dalam persidangan, ayah korban menginginkan agar proses hukum tetap berjalan,” ungkapnya.
Dalam persidangan ini juga, Majelis Hakim menetapkan barang bukti berupa, satu buah daster lengan pendek warna hijau bercorak yang terdapat sobekan pada kiri dan kanan lengan, dirampas untuk dihancurkan.
Sebagai informasi, persetubuhan ini dilakukan pertama kali pada tahun 2021, sekitar pukul 19.00 WIT, di Desa Wabula Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara, tepatnya di dalam kamar korban, rumah milik terdakwa. Perbuatan tersebut dilakukan secara berulang-ulang.
Di mana, saat itu korban dibawa oleh terdakwa tinggal bersama di Kota Baubau untuk sekolah. Tinggal bersama dengan terdakwa dan juga istrinya dalam satu rumah.
Tidak sampai di situ, aksi bejat itu kembali dilakukan ketika korban dan juga terdakwa telah kembali ke Maluku dan tinggal bersama dengan nenek korban di Desa Larike.
Terdakwa berulang-ulang kali menyetubuhi korban, dan terakhir kalinya terdakwa menyetubuhi korban pada Senin, 15 Januari 2024 sekitar pukul 00.15 WIT.
Terdakwa juga mengancam korban untuk tidak melapor kepada orang tua korban. Jika melapor, maka terdakwa akan membunuh korban.
Kasus tersebut terungkap saat korban menceritakan kepada orang tua korban pada 23 Februari 2024 sekitar pukul, 09:30 WIT, bahwa terdakwa telah menyetubuhinya berulang kali saat masih kelas 3 SMP di Kota Bau-Bau.
Tidak terima perbuatan tersebut, pihak keluarga korban melaporkan tindakan tersebut hingga di ruang sidang sebagaimana surat penetapan Pengadilan Negeri Ambon. (AAN)