RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Tim Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Ambon resmi menetapkan Kepala Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 9 Ambon inisial LP sebagai tersangka dalam perkara dugaan penyalahgunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) pada SMPN 9 Ambon tahun anggaran 2020 sampai dengan 2023.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Ambon, Adhryansah, mengatakan, selain tersangka LP selaku kepala satuan kerja (Kasatker) pengelolaan dana BOS, tim penyidik juga menetapkan dua bendahara SMPN 9 Ambon sebagai tersangka dalam kasus tersebut, masing-masing berinisial YP dan ML.
“Dalam pengelolaan dana BOS pada SMP Negeri 9, tim penyidik telah menemukan fakta dan alat bukti yang cukup untuk meningkatkan tiga orang itu (sebagai tersangka). Masing-masing LP selaku kasatker, saudara YP selaku bendahara, dan saudara ML selaku bendahara juga,” kata Kajari, kepada wartawan di kantornya, Selasa, 24 September 2024.
Kajari mengungkapkan, modus operandi yang mereka lakukan adalah dana BOS itu hanya dikelola oleh kepala sekolah dan bendahara tanpa melibatkan unsur atau tim dana BOS lainnya, seperti komunitas sekolah dan perwakilan orang tua murid, serta tidak adanya transparansi dalam pengelolaan dana BOS.
Selain itu, lanjut Kajari, dana BOS tersebut juga ada yang dikelola sendiri oleh tersangka LP selaku kepala sekolah tanpa melibatkan bendahara atau diserahkan oleh bendahara SS, yaitu sebesar Rp1.770.258.000.
“Sedangkan di bawah pengelolaan bendahara dana BOS, yaitu tersangka YP dan tersangka ML, bersama-sama dengan tersangka LP, ada yang dikelola oleh tersangka YP sebesar Rp1.696.108.000, dan untuk tersangka ML sebesar Rp2.531.991.915,” ungkapnya.
Terhadap pertanggungjawaban dana kegiatan tersebut, sambung Kajari, bukti nota-nota pembelanjaan ada sebagian yang dibuat sendiri dan dibuatkan stempel palsu atas nama beberapa toko. Kemudian nota-nota yang dibuat sendiri tersebut distempel dengan stempel palsu tersebut.
“Kemudian pada laporan pertanggungjawaban juga ditemukan adanya kegiatan fiktif dan anggaran kegiatan yang dimarkup maupun adanya kurang pertanggungjawaban. Sehingga dalam hal ini ada indikasi kerugian keuangan negara senilai Rp1.282.612.477,” beber Kajari. (RIO)