Dalam Sidang Pembelaan Terdakwa Adam Rahayaan
RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Tim Penasehat Hukum (PH) terdakwa Adam Rahayaan, mengungkap bahwa perkara dugaan korupsi penyalahgunaan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) Kota Tual tahun 2016-2017, penuh rekayasa yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab untuk memenuhi kepentingan segelintir orang dan bukan untuk penegakan hukum, serta dipaksakan untuk diajukan dalam persidangan.
Demikian disampaikan Tim PH terdakwa Adam Rahayaan, Salahudin Hamid Fakaubun, S.H,M.H, dan Jhon M. Berhitu, S.H,M.H,CLA, C.Me, kepada media ini di Ambon, Senin, 16 September 2024.
Menurut Hamid, dari 39 saksi, dan 3 tiga ahli yang dihadirkan oleh Penuntut Umum untuk menjerat terdakwa Adam Rahayaan, tidak ada satu saksi pun yang menyatakan bahwa terdakwa yang telah menyalahgunakan penyaluran CBP Tual untuk kepentingan pribadi atau pun memperkaya diri sendiri.
“Dalam sidang pembacaan Nota Pembelaan pada Jumat kemarin, kami selaku Tim PH terdakwa Adam Rahayaan telah mengungkapkan bahwa berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, perkara ini merupakan perkara yang direkayasa, mengada-ada dan dipaksakan untuk disidangkan,” ungkap Hamid.
Hamid menjelaskan, keterangan saksi-saksi dalam fakta persidangan seperti di antaranya, Kepala Bulog Kota Tual 2017 Racman Saleh, Kepala Dinas Sosial Provinsi Maluku Sartono Pining, Kepala Dinas Pertanian Kota Tual Irene Anthoneta Ngabalin, dan Ahli Kementerian Sosial RI Muhamad Safii Nasution, yang pada intinya menerangkan bahwa CBP bukan hanya diperuntukkan untuk korban gempa bumi atau bencana alam saja, melainkan juga dapat digunakan untuk kondisi-kondisi tertentu, seperti rawan pangan dan gagal panen.
Di mana, dasar hukum penggunaan CBP sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor: 18 Tahun 2012 Jo Peraturan Pemerintah Nomor: 17 Tahun 2017 Tentang Ketahanan Pangan dan Gizi Jo Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 116/PMK.02/ Tahun 2015 Tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan dan Pertanggungjawaban CBP, Jo Instruksi Presiden Nomor: Tahun 2015 Tentang Kebijakan Pengadaan dan Penyaluran Beras Pemerintah.
“Karena perbuatan terdakwa adalah tindakan untuk merespons kebutuhan masyarakat lewat permohonan bantuan beras CBP untuk mendapat asupan pangan dalam hal ini beras, sehingga kapasitas terdakwa selaku Walikota Tual harus melakukan tindakan cepat untuk dan demi kepentingan umum,” paparnya.
“Dan fakta pun terungkap di persidangan bahwa terdakwa dalam mengeluarkan beras CBP tidak mendapat keuntungan dari tindakan dimaksud, tetapi bantuan tersebut berdampak positif bagi masyarakat dan hal tersebut merupakan perbuatan yang mulia,” sambung Hamid.
Selain itu, lanjut Hamid, hasil audit dari BPKP dan Inspektorat Kemensos RI bahwa menurut keterangan ahli yang dihadirkan JPU ketika ditanya oleh PH mengenai hasil audit, ahli menyampaikan bahwa yang digunakan adalah hasil audit pertama, yakni dari Inspektorat Kementrian Sosial RI. Sebab, Inspektorat Kemensos RI bagian dari Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP). Di mana, hasil audit tersebut melahirkan sembilan point.
“Sembilan point itu yang pada intinya menyebutkan bahwa Walikota Tual Adam Rahayaan tidak terbukti melakukan penyalahgunaan kewenangan dalam penyaluran CBP Kota Tual,” tuturnya.
Hamid juga mengutip pendapat ahli Pidana Prof. Dr.Suhandy Cahaya yang dihadirkan Penuntut Umum dalam persidangan bahwa “jika ada kepala daerah yang membagikan beras CBP kepada masyarakat kurang mampu tanpa mengharapkan apa-apa dari situ, itu merupakan pekerjaan yang Mulia. Dan apabila masyarakat tidak dirugikan, jika perbuatan sudah terjadi dan tidak ada kerugian pada keuangan negara, maka tidak bisa di pidana
“Jika beras CBP dimanfaatkan untuk keperluan yang mendesak akan kebutuhan rakyat sangat membutuhkan beras karena kebutuhan makan, maka tindakan yang dilakukan oleh kepala desa atau walikota tersebut merupakan suatu perbuatan yang mulia. Sehingga, demi hukum dan keadilan seharusnya Penuntut Umum menuntut bebas terdakwa, bukan sebaliknya,” terangnya.
Terkait dengan Penuntut Umum juga masih tetap berspekulasi dengan mempertahankan keterangan saksi Muhamad Renhoran dan saksi Rini Badong yang mengaitkan penyaluran CBP dengan kepentingan politik terdakwa di saat saksi Saleh Labetubun membagikan Beras CBP, padahal keterangan pasangan suami istri tersebut telah dibantah oleh saksi Saleh Labetubun dan saksi Nurmila Renyaan.
“Yang mana, saksi Saleh Labetubun dan saksi Nurmila Renyaan secara tegas dalam persidangan menyatakan bahwa tidak benar itu adalah beras Aman sehingga harus mencoblos terdakwa dan Usman Tamange. Dan Saksi Muhamad Renhoran adalah saksi yang mendengar cerita saja dari saksi Rini Badong. Sehingga tidak dapat dikualifikasi sebagai saksi dan juga tidak didukung oleh alat bukti lainnya,” beber Hamid.
Apalagi, lanjut Hamid, CBP yang sama juga disalurkan oleh Kabupaten Maluku Tenggara yang merupakan satu daratan dengan Kota Tual pada tahun-tahun yang sama atau pun kabupaten/ kota lain di Maluku.
“Sehingga, yang menjadi pertanyaan kami, kenapa hanya Kota Tual yang di permasalahkan oleh Penuntut Umum, sementara kabupaten/ kota lain di Maluku tidak di permasalahkan?,” tanya Hamid.
Selain itu, kata Hamid, tidak ada satu saksi pun maupun alat bukti lain yang secara nyata dapat membuktikan terdakwa Adam Rahayaan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan korupsi.
“Bahwa, hukum acara pidana mencari kebenaran materiil atau kebenaran sejati, bukanlah didasarkan pada kesimpulan atau pun imajinasi Penuntut Umum demi tercapainya target tertentu,” pungkasnya.
Berdasarkan semua uraian yang terungkap dalam fakta persidangan, sambungnya, maka Tim PH terdakwa Adam Rahayaan memohon kepada majelis hakim agar dapat membebaskan kliennya dari seluruh dakwaan dan tuntunan Penuntut Umum.
Sebab, berdasarkan fakta-fakta dalam persidangan, perbuatan terdakwa Adam Rahayaan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam Pidana dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) UU No. 20 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 Ayat (10) Ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 KUHP.
“Kami selaku Tim PH terdakwa Adam Rahayaan, memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim untuk memutuskan membebaskan terdakwa dari segala dakwaan atau setidak-tidaknya melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum,” pinta Hamid.
Dalam Nota Pembelaan itu, lanjut Hamid, pihaknya juga memohon kepada majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Ambon agar dapat memerintahkan kepada Penuntut Umum untuk mengembalikan dan menempatkan kembali nama baik dan atau kedudukan terdakwa Adam Rahayaan ke kedudukannya semula.
“Dan memerintahkan Penuntut Umum dengan tanpa syarat apa pun untuk mengeluarkan terdakwa Adam Rahayaan dari dalam tahanan,” pintanya. (RIO)