Tarkait Realisasi Infrastruktur Pendidikan
RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku, Insun Sangadji, menegaskan bahwa pihaknya tidak kebal terhadap hukum. Sangadji menyatakan, dalam proses realisasi pembangunan infrastruktur pendidikan di Maluku, Dinas Pendidikan selalu didampingi oleh Inspektorat, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Kejaksaan, dan bahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal ini disampaikan Sangadji saat melakukan audiens bersama Aliansi Anti Korupsi (AAK) Maluku di ruang rapat Dinas Pendidikan Maluku, Kamis, 12 September 2024.
Pernyataan ini muncul sebagai tanggapan atas tudingan AAK yang sebelumnya melakukan aksi demo di depan Kejaksaan Tinggi Maluku. Dalam aksinya, mereka menyoroti 15 paket proyek pembangunan infrastruktur pendidikan di daerah tersebut dan mengklaim adanya kejanggalan dalam pelaksanaannya, serta menuduh Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Maluku kebal hukum.
Sangadji menjelaskan bahwa seluruh dinas, termasuk Dinas Pendidikan, diawasi dengan ketat oleh lembaga-lembaga pengawas, mendampingi setiap hari dalam proses pengawasan diantaranya,
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)Memeriksa langsung di lapangan.
Kejaksaan, Melakukan pengawasan langsung atas pelaksanaan proyek.Bahkan Tahun ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Terlibat dalam memastikan bahwa semua proses berjalan sesuai aturan.
Sangadji menekankan bahwa tidak ada yang kebal hukum di dalam dinas, termasuk dirinya. “Jika ada yang salah, tindakan hukum pasti akan diambil,” tegasnya. Ia juga menjelaskan bahwa setiap proyek memiliki penanggung jawab yang jelas, yaitu Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan kontraktor. Jika ada masalah, mereka yang pertama kali akan dipanggil, bukan langsung pimpinan.
Sangadji mengingatkan para mahasiswa dan publik untuk lebih cerdas dalam menanggapi masalah dan tidak asal melakukan demonstrasi tanpa memahami fakta yang ada. Ia juga mengajak semua pihak, termasuk media, untuk terbuka dalam berdiskusi mengenai isu-isu yang berkembang, seperti proyek-proyek yang dikatakan bermasalah.
Kepala Bidang Pembinaan SMK, Anisah, juga menyuarakan hal serupa. Ia mengingatkan mahasiswa sebagai calon intelektual muda untuk berpikir kritis. Anisah menegaskan bahwa dalam dinas, pembayaran dilakukan sesuai kontrak tanpa ada kelebihan pembayaran. Jika kontrak senilai 500 juta, maka pembayaran juga senilai 500 juta. Jika terjadi pembayaran yang melebihi nilai kontrak, sistem keuangan akan otomatis menolak transaksi tersebut.
Anisah menjelaskan, dalam kasus kekurangan volume pekerjaan, pihak ketiga (kontraktor) bertanggung jawab untuk mengembalikan kelebihan pembayaran tersebut. Pembayaran dilakukan sesuai dengan volume pekerjaan yang telah dikerjakan dan diverifikasi oleh tim teknis. Jika audit menemukan kekurangan, misalnya jumlah semen yang digunakan tidak sesuai dengan yang dilaporkan, pihak ketiga harus melakukan pengembalian dana ke kas daerah, dan hal ini telah diselesaikan dengan cepat.
Senada dengan pernyataan Sangadji dan Anisah, Kepala Bidang Pembinaan SMA, Farid Hatala, menambahkan bahwa istilah “kelebihan pembayaran” sering kali disalahpahami. “Istilah ini merujuk pada pembayaran yang melebihi volume pekerjaan, bukan melebihi nilai kontrak. Kelebihan pembayaran ini menjadi tanggung jawab pihak ketiga untuk mengembalikan dana ke kas daerah, dan hal ini selalu kami tindaklanjuti dengan cepat,” jelas Hatala.
Dinas Pendidikan Maluku menegaskan komitmennya terhadap transparansi dan kepatuhan terhadap aturan yang ada, serta siap memberikan penjelasan lebih lanjut jika diperlukan untuk menghindari kesalahpahaman di masyarakat. Sangadji mengajak seluruh pihak untuk melakukan klarifikasi terlebih dahulu sebelum menyebarkan informasi atau melakukan aksi seperti demonstrasi, guna menjaga integritas dan kredibilitas bersama.(cik)