RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Penanganan perkara dugaan korupsi pekerjaan pembangunan rumah khusus pada Satuan Non Vertikal Tertentu (SNVT) yang saat ini menjadi Balai Pelaksana Penyediaan Perumahan (BP2P) Provinsi Maluku tahun 2016, kini dalam pemberkasan oleh Tim Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) dan Humas Kejati Maluku Ardy, mengatakan, pemberkasan perkara tersebut dilakukan lantaran pemeriksaan saksi-saksi di tahap penyidikan telah rampung.
“Sudah tidak ada lagi pemeriksaan saksi-saksi, sekarang perkaranya dalam pemberkasan, penyidik menyusun berkas perkaranya,” kata Ardy, saat dikonfirmasi media ini di kantornya, Selasa, 10 September 2024.
Dikatakan Ardy, setelah pemberkasan, Jaksa Penyidik akan melimpahkan penanganan perkara BP2P Maluku kepada Penuntut Umum atau Tahap I untuk diteliti kembali kelengkapan berkas perkaranya demi kepentingan persidangan.
“Setelah pemberkasan langsung limpah Tahap I. Nanti Penuntut Umum akan meneliti kembali kelengkapan berkas perkaranya. Kalau berkasnya belum lengkap, maka berkas perkaranya akan dikembalikan ke penyidik untuk dilengkapi berdasarkan petunjuk dari Penuntut Umum,” terangnya.
Dia menjelaskan, dalam kasus ini Jaksa Penyidik menetapkan dua tersangka. Yaitu, Aparatur Sipil Negara (ASN) pada SNVT/ BP2P Provinsi Maluku inisial AP selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan Direktur CV. Karya Utama inisial DS selaku kontraktor pelaksana dari PT. Polawes Raya (perusahaan pemenang tender proyek).
“Keduanya ditetapkan sebagai tersangka karena akibat perbuatan mereka menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp2.804.700.047,52 dari nilai kontrak proyek sebesar Rp6.180.268.000, berdasarkan perhitungan Inspektorat Maluku,” jelas Ardy.
Menurut Ardy, untuk kedua tersangka tersebut telah dilakukan upaya paksa penahanan oleh Jaksa Penyidik di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas IIA Ambon selama 20 hari, terhitung sejak 26 Agustus 2024 sampai dengan 14 September 2024.
“Penahanan dilakukan demi kepentingan penyidikan, yaitu agar kedua tersangka tidak melarikan diri, tidak menghilangkan barang bukti dan tidak mengulangi perbuatan yang sama,” tuturnya.
Dan kepada kedua tersangka, lanjut Ardy, dijerat Primair Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang Nomor: 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor: 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
“Dan dijerat Subsidiair Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) Undang- Undang Nomor: 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor: 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana,” jelasnya.
Sebelumnya, Aspidsus Kejati Maluku Triyono Rahyudi mengungkapkan, proses lelang proyek pekerjaan pembangunan rumah khusus bagi aparat TNI/ Polri yang bertugas di wilayah konflik antar desa di Kabupaten SBB sebanyak 22 unit dan di Kabupaten Malteng sebanyak dua unit, dimenangkan oleh PT Polaris Raya dengan nilai kontrak sebesar Rp6.180.268.000 bersumber dari APBN tahun 2016.
Sayangnya, proses pelelangan tersebut dilakukan dengan cara ilegal atau dokumen perusahaan dimanipulasi oleh tersangka DS dari PT. Polaris Raya ke CV. Karya Utama. Tak hanya itu, Jaksa Penyidik juga menemukan proses pekerjaan di lapangan tidak sesuai, bahkan progres pekerjaan belum 100 persen, namun uang sudah dicarikan.
“Ada manipulasi mulai dari tahap lelang sampai proses pencairan uangnya dipindahkan ke rekening pribadi tersangka AP selaku PPK, dan ini juga diketahui BPK. Sementara dari 24 unit rumah khusus itu, yang berfungsi hanya di perbatasan Mamala-Morella, yang lain itu hanya ada pondasi saja, bahkan ada yang tidak dibangun sama sekali,” pungkasnya. (RIO)