Inilah salah satu tema event yang digelar Bank Indonesia (BI) Maluku untuk keempat kali di Lokasi Pattimura Park, Lapangan Merdeka, Kota Ambon bertema: “Maluku Manggurebe.”
Dalam bahasa lokal “Manggurebe” identik dengan “berlomba untuk maju” melalui upaya pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Melihat begitu banyak stand dan pengunjung yang datang menikmati beragam kuliner khas UMKM menunjukkan antusiasme masyarakat sangatlah tinggi, Sabtu, (7/9/24).
Event langka yang dibuka Deputi Gubernur BI Destry Damayanti di Kota Manise ini tentu patut diapresiasi.
Selain mendorong pemberdayaan iklim usaha dan pengembangan ekonomi kreatif, melalui event ini ikut pula mendukung terciptanya dunia usaha kecil dan menengah di daerah ini lebih bergairah.
Saya pun mencoba menghubungi semalam, Minggu, (8/9/24), salah satu pelaku usaha yang juga telah lama melakukan riset tentang UMKM.
Sudah lama saya mengetahui DR.Syarifudin dkk mengembangkan usaha kuliner ini untuk beberapa produk UMKM. DR.Syarifudin tidak lain adalah dosen Fakultas Ushuluddin dan Dakwah Program Studi Penyiaran Islam IAIN Ambon.
Melalui Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) IAIN Ambon ia bersama mahasiswa mengembangkan ekonomi kreatif UMKM untuk beberapa produk usaha lokal dari hasil laut khususnya ikan Layan, Tuna, dan Tengiri.
Ikan-ikan dan bumbu pala itu merupakan hasil racikan untuk dijadikan sebagai bahan baku bakso ikan. Dari hasil olahan itulah kemudian mereka menghasilkan tiga produk usahanya dengan label BARASA: Bakso Ikan Banda Rasa Pala, Nugget Pala, dan Dimsun Pala.
Apa yang dilakukan DR.Syarifudin dkk untuk pengembangan UMKM ini bisa menjadi role model bagi mahasiswa dan lingkungan kampus.
Saat dihubungi ia sedang berada di Kota Samarinda untuk mengikuti MTQ Tingkat Nasional. Ia salah satu tim dewan juri yang dikirim bersama delegasi Maluku ke Kalimantan.
Meski mengapresiasi event pemberdayaan UMKM yang dipelopori BI Maluku melalui pameran “Maluku Manggurebe” tahun ini tentu merupakan hal yang baik. “UMKM hebat. Maluku bangkit,” ujarnya.
Meski demikian, dari pengalaman pengembangan UMKM selama ini ia merasa ada yang kurang. Sebab setiap kali mengikuti pembukaan event UMKM selalu saja tidak diikuti oleh perubahan nasib UMKM.
Ia melihat ada logika yang salah jika pemerintah hanya membuat program tidak dibarengi oleh pengembangan usaha. Yang terjadi justeru sebaliknya menambah penderitaan UMKM.
Selama ini logika pengembangan UMKM lebih bertumpu pada klaster perikanan, tapi bagaimana kelanjutannya untuk mengembangkan usaha ini agar lebih bergairah baik dari sisi pemasaran dan pengembangan usaha tidak jalan.
Konsepnya bagus, tapi bila tidak diikuti oleh kebijakan strategis akan membuat nasib UMKM kita tidak berubah dan justeru menambah penderitaan.
**
Program UMKM yang dilakukan DR Syarifudin ini tentu merupakan salah satu upaya terbaik untuk menambah income masyarakat di sektor ekonomi, juga menambah pengalaman dan ketrampilan khusus bagi mahasiswa dalam menekuni dunia usaha.
Langkah ini sebagai bentuk jawaban untuk meminimalisir pengangguran bagi mahasiswa setelah menjadi sarjana.
Ia beralasan kurikulum kita tidak punya garansi masa depan untuk mahasiswa maka melalui konsep pemberdayaan UMKM ini mereka bisa dibekali skil atau ketrampilan khusus diikuti peningkatan kecerdasan aqidah, intelektual, syariah, teknologi, dan entrepreneurship. Atau disingkat AISYATEK.
Dalam hal pengembangan UMKM mahasiswa saat ini tidak boleh lagi “bersembunyi” di balik pikiran, tetapi ia harus hidup di tengah masyarakat. Menghadapi era digital menuntut perguruan tinggi tidak boleh kalah berkompetisi dengan lembaga pendidikan non formal sekalipun mereka itu adalah lulusan SD.
Sebab, dengan penguasaan teknologi digital saat ini seorang yang berpendidikan SD bisa saja mengatur seorang professor bilamana pikirannya tidak hidup di tengah masyarakat.
Dalam perspektif kemaritiman luas wilayah Maluku yang mencapai 96% laut dengan luas daratan seluas 7,4%, tentunya porsi pengembangan UMKM berbasis kelautan harus lebih dimaksimalkan.
Peluang konsumsi makanan laut sebagai pasar kuliner bagi UMKM di Maluku sangatlah besar. Selain Taiwan, Tiongkok, Jepang, Amerika Serikat, Dubai, Amsterdam, Turki, dan Singapura, kebutuhan makanan laut untuk populasi orang Indonesia terhadap hewan laut ini juga sangat tinggi.
Namun di sisi lain, hukum adat kita dan hukum tatanegara kerab juga tidak sejalan bahkan justeru menciptakan suasana pelemahan tumbuhnya iklim usaha kuliner UMKM khas Maluku yang pernah berjaya dalam memberikan aroma pada dunia yang kita kenal dalam sejarah sebagai jalur rempah-rempah.
Di sisi lain, sumber daya manusia juga masih lemah diikuti oleh perangkat desa masih sangat minim. Berikut dana desa kerab menjadi sengketa, sebaliknya bukan menjadi alat bantu desa.
Yang kita jumpai selama ini justeru ada sebagian kepala desa kita masuk penjara akibat mereka tidak punya konsep strategis membangun UMKM di desanya. Padahal desa adalah mata air kuliner etnik UMKM yang jarang dilirik oleh pemerintah, karena duit pemerintah saat ini jadi alat kekuasaan bukan alat politik untuk pengembangan UMKM.
Kelemahan lain sebagian besar desa kita 97% belum diberi pengetahuan UMKM yang terkoneksi dengan alibaba.com baik dalam level nasional dan internasional.
Sekarang sudah ada tiga klaster hasil perikanan yang dijadikan sebagai produk UMKM oleh DR Syarifudin dkk yakni Bakso Pala, Nugget Pala, dan Dimsun Pala. Ketiga produk ini sudah siap diekspor ke beberapa negara pecinta ikan laut seperti Jepang, Tiongkok, Taiwan dan Turki.
Mengapa upaya ketiga hasil laut ini dijadikan sebagai role model untuk pengembangan UMKM ala DR Syarifudin dkk ini?
Ia mengaku hal itu terinspirasi dari Kaisar Cheng Ho dan Sultan Nuku yang pada masanya telah menjadikan ikan diikuti racikan pala dan cengkeh sebagai menu utama untuk kesehatan.
Cheng Ho selain sebagai penyiar agama ia adalah seorang tabib rempah-rempah makanan dan minuman. “Kaisar Cheng Ho telah membuat penyedap rasa menggunakan pala yang jauh sebelumnya telah dikonsumsi oleh raja-raja di Maluku,” ujarnya.
Dari khasiat dan kandungan gizi dari pala inilah berkembang menjadi ramuan rempah-rempah dan bahan makanan para raja di Maluku diikuti oleh para gubernur Belanda kala itu.
Dari sisi medis produk UMKM yang terbuat dari pala ini juga memperkuat vitalitas, jantung, diabetes, dan membantu nutrisi protein.
Berikut aroma pala dalam biji Bakso Pala, Nugget Pala dan Dimsun Pala juga dapat memberikan insulin dan menambah kesegaran tubuh manusia untuk semua umur karena terbuat dari bahan ikan tuna sirip kuning dari laut dalam Pulau Banda Naira.
“Bakso Pala, Nugget Pala, dan Dimsun Pala adalah makanan raja-raja Maluku dan bangsa-bangsa Eropa sejak mereka tinggal di Pulau Banda Naira, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku,” ujarnya.
Saatnya, sebagai soko guru perekonomian bangsa apa yang dilakukan BI Maluku
melalui kerjasama —meminjam istilah salah satu petinggi gubernur BI Filianingsih Hendarata yakni tercorporatenya UMKM untuk pengembangan pembangunan ekonomi masyarakat melalui program “Maluku Manggurebe” — ini sudah menjadi sebuah keharusan.
Mumpung menghadapi suasana iklim politik Pilkada/Pilwakot untuk lima tahun mendatang alangkah baiknya para kandidat kepala daerah kita perlu mendukung program BI “Maluku Manggurebe” di bidang pengembangan UMKM ini.
Kedepan mereka perlu membangun sebuah sinergitas atau kolaborasi dengan semua pihak untuk menjadikan pengembangan UMKM melalui program: “Maluku Manggurebe” ini sebagai sektor andalan.(AHMAD IBRAHIM)