Kalau hari ini kita membaca di medsos dan media online terkait Pilkada begitu kencang terjadi gesekan antarelite politik di Jakarta dan di pusat kekuasaan, maka kita di daerah tentu tidak harus larut pada polarisasi yang terjadi antarelite di sana. Meski demikian kita harus tetap berikhtiar sembari memperhatikan gesekan antarelite yang terjadi itu tidak bergeser ke daerah.
Jangan sampai ada prakondisi sehingga terjadi benturan antarmasyarakat dan antarpendukung elite politik. Kita tentu tak ingin hal itu terjadi, tapi sebagai langkah ikhtiar kita harus mengantisipasi semua kemungkinan.
Seperti yang kerab terjadi di beberapa tempat di daerah ini kemungkinan itu bisa saja dimulai oleh orang mabuk sebagai triggle. Atau pemicunya bisa saja diawali oleh perkelahian antarkampung yang dipicu soal batas tanah. Atau bisa juga karena motif lain seperti pengrusakan tanaman di kebun.
Boleh jadi tadinya karena persoalan minuman keras tapi karena ada gesekan kepentingan antarelite lalu berkembang menjadi konflik antarkampung kemudian isu itu berhembus ke kota dan menjadi sentimen berbau SARA.
Sekali lagi kita tak ingin itu terjadi, tapi sebagai langkah antisipasi kita semua sudah harus punya sensitif konflik untuk melokalisir diri dari isu-isu yang dapat memicu pertikaian menghadapi Pilkada 27 Nopember 2024.
Perlunya memperkuat soliditas dan solidaritas menjadi hal penting di tengah gesekan antarelite politik yang menajam itu. Saatnya menghadapi Pilkada/Pilwakot nanti para calon kepala daerah dan konstituen perlu memperkuat kohesi sosial, dan tidak larut lagi soal rekomendasi dan mahar politik ataupun “perang” kata antarcalon, tapi bagaimana elite-elite politik kita di daerah bisa menciptakan suasana politik lima tahunan ini lebih baik, santun, dan elegan tanpa diskriminasi dan kekerasan.
Statemen Kapolda Maluku Irjen Pol Eddy Sumitro Tambunan sebagaimana diberitakan Rakyat Maluku, (14/8/24), lalu, tentu patut digarisbawahi.
Bahwa kesuksesan Pilkada bukan hanya menjadi tanggung jawab aparat saja, tetapi juga menjadi tanggung jawab semua pihak. Tanpa kecuali kerjasama antara TNI-Polri, dan sinergitas merupakan pilar utama dalam menjaga stabilitas keamanan.
Ia merasa yakin, dengan dukungan penuh dari rekan-rekan TNI serta sinergitas yang solid dengan semua instansi terkait dan masyarakat dijamin proses demokrasi akan berjalan baik, aman, dan lancar.
Semua pihak tentu sudah memahami perjalanan Pilkada. Dan, seperti kita tahu proses demokrasi ini merupakan salah satu momen krusial dalam perjalanan demokrasi.
Tugas kita tentu bukan hanya mengamankan tapi juga untuk memastikan bahwa hak-hak demokrasi seluruh masyarakat di daerah ini harus terlaksana dengan baik.
Selain meningkatkan kewaspadaan dan menjaga integritas yang diperlukan pula haruslah memiliki rasa tanggung jawab. Sebab keberhasilan Pilkada tidak hanya menjadi tanggung jawab individu tapi juga merupakan tanggung jawab bersama untuk menentukan masa depan bangsa.
Memasuki momentum politik Nopember nanti kita semua tentu harus sensitif konflik. Di tengah elite-elite politik kita di pusat kekuasaan dan di daerah lagi sibuk mencari panggung politik maka sebagai warga yang baik kita dituntut pula harus kritis atau responsif terhadap segala kemungkinan yang terjadi akibat gesekan di masyarakat yang bisa jadi diboncengi oleh kepentingan.
Karena itu setiap potensi konflik harus diantisipasi dan dicegah. Dari soal miras, batas tanah, perkelahian pemuda kemudian berujung konflik antarkampung juga harus menjadi atensi atau perhatian kita semua.
Sebab siapa sangka tadinya perkelahian di kampung kemudian dibawa-bawa ke kota dan terjadilah ketegangan. Orang yang tadinya tidak tahu menahu ikut terseret ke dalam pusaran konflik antarsesama. Boleh jadi bisa melibatkan antarkampung, antarsuku, antarras, atau antargolongan.
Nah, jika kemudian ada peristiwa kekerasan di suatu wilayah yang nota bene korbannya pendatang yang sedang mencari kehidupan di suatu kota atau daerah, misalnya, kemudian ada isu berbau provokasi melalui medsos atau kanal digital, kita tentu harus hati-hati.
Siapa tahu itu bagian dari upaya provokasi atau adudomba yang sengaja dilakukan oleh kelompok kepentingan dengan menggunakan tangan para buzzer atau invisible hand.
Insiden di Pulau Rembang soal konflik tanah dan investor yang telah menghadap-hadapkan sentimen antara penguasa dengan membawa-bawa nama antarsuku di Tanah Melayu secara massif diikuti isu kasus perkelahian pendatang dan pribumi di daerah tambang di Pulau Halmahera beberapa waktu lalu harus menjadi catatan agar kita senantiasa peka terhadap setiap upaya propaganda.
Mari kita satukan pandangan menyambut Pilkada 2024 dengan aman dan damai. Jauhkan kita dari tangan-tangan yang ingin memecah-belah serta upaya adu-domba antarsesama anak bangsa di Tanah Jazirah.
Betul kata Bodewin Wattimena, mantan Pj Walikota Ambon yang kini ikut berlaga pada Pilwakot Ambon, itu dalam pertandingan sepak bola bukan soal menang atau kalah tapi ini soal kompetisi.
Boleh jadi, dalam Pilkada/Pilwakot pun demikian. Ibarat bola kehidupan yang terus berputar kita tidak tahu kapan waktunya menang atau kalah. Hanya waktu yang bisa menentukan.
Bisa saja hari ini kemenangan menjadi milik A tapi untuk tahun berikutnya tidak ada yang bisa menjamin. Dalam kompetisi pun demikian. Kita boleh berbeda dalam hal dukungan pada tim kita, tapi kita harus tetap menjaga sportifitas.
Dan, esensi dari kompetisi, begitu kata Pak Bodewin, adalah hargai proses dan tidak mengotorinya dengan saling hujat, menjatuhkan dan mencela. Jalani saja, karena semuanya sudah ada yang mengatur.
Dan, sambil menunggu waktu dua bulan dimulainya pesta demokrasi nanti semoga tidak ada “perang dingin” di antara para calon pemimpin terbaik di Kota Ambon tercinta. Toh kalah atau menang kita tetap bersaudara.(*)