RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Penetapan dua tersangka dalam perkara dugaan korupsi pekerjaan pembangunan rumah khusus pada Satuan Non Vertikal Tertentu (SNVT) yang saat ini menjadi Balai Pelaksana Penyediaan Perumahan (BP2P) Provinsi Maluku tahun 2016, belum berakhir.
Dua tersangka itu, Aparatur Sipil Negara (ASN) pada SNVT/ BP2P Provinsi Maluku inisial AP selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan Direktur CV. Karya Utama inisial DS selaku kontraktor pelaksana dari PT. Polawes Raya (perusahaan pemenang tender proye).
Pasalnya, Tim Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku masih mengumpulkan bukti guna memburu tersangka lain dalam kasus yang merugikan keuangan negara sebesar Rp2.804.700.047,52 dari nilai kontrak proyek sebesar Rp6.180.268.000, berdasarkan perhitungan Inspektorat Maluku.
“Proses penyidikan kasusnya kan masih berjalan, pemeriksaan saksi-saksi juga belum selesai. Jadi, tidak menutup kemungkinan masih ada tersangka lainnya,” ungkap sumber koran ini yang meminta namanya tidak dikorankan, Minggu, 1 September 2024.
Dikatakan sumber itu, meski tahap penyidikan telah rampung dengan hanya dua tersangka tersebut, namun potensi keterlibatan pihak lain juga nantinya dapat diketahui dalam fakta persidangan ketika kasusnya bergulir di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Ambon.
“Jika nanti Jaksa Penyidik tidak menemukan keterlibatan pihak lain, tapi saat di persidangan bisa saja semua terungkap, dan majelis hakim melalui kewenangannya dapat memerintah Penuntut Umum untuk menetapkan yang bersangkutan (saksi) sebagai tersangka,” terang Jaksa senior itu.
Hal senada juga disampaikan Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) dan Humas Kejati Maluku Ardy. Menurutnya, penetapan tersangka lain dalam kasus tersebut tergantung perkembangan hasil penyidikan.
“Untuk sementara masih dua orang saja (tersangka). Terkait ada tidaknya tersangka lain dalam kasus ini, nanti kita lihat perkembangan penyidikannya ke depan,” kata Ardy.
Menurut Ardy, untuk kedua tersangka tersebut telah dilakukan upaya paksa penahanan oleh Jaksa Penyidik di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas IIA Ambon selama 20 hari, terhitung sejak 26 Agustus 2024 sampai dengan 14 September 2024.
“Penahanan dilakukan demi kepentingan penyidikan, yaitu agar kedua tersangka tidak melarikan diri, tidak menghilangkan barang bukti dan tidak mengulangi perbuatan yang sama,” tuturnya.
Dan kepada kedua tersangka, lanjut Ardy, dijerat Primair Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang Nomor: 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor: 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
“Dan dijerat Subsidiair Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) Undang- Undang Nomor: 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor: 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana,” jelasnya.
Sebelumnya, Aspidsus Kejati Maluku Triyono Rahyudi mengungkapkan, proses lelang proyek pekerjaan pembangunan rumah khusus bagi aparat TNI/ Polri yang bertugas di wilayah konflik antar desa di Kabupaten SBB sebanyak 22 unit dan di Kabupaten Malteng sebanyak dua unit, dimenangkan oleh PT Polaris Raya dengan nilai kontrak sebesar Rp6.180.268.000 bersumber dari APBN tahun 2016.
Sayangnya, proses pelelangan tersebut dilakukan dengan cara ilegal atau dokumen perusahaan dimanipulasi oleh tersangka DS dari PT. Polaris Raya ke CV. Karya Utama. Tak hanya itu, Jaksa Penyidik juga menemukan proses pekerjaan di lapangan tidak sesuai, bahkan progres pekerjaan belum 100 persen, namun uang sudah dicarikan.
“Ada manipulasi mulai dari tahap lelang sampai proses pencairan uangnya dipindahkan ke rekening pribadi tersangka AP selaku PPK, dan ini juga diketahui BPK. Sementara dari 24 unit rumah khusus itu, yang berfungsi hanya di perbatasan Mamala-Morella, yang lain itu hanya ada pondasi saja, bahkan ada yang tidak dibangun sama sekali,” pungkasnya. (RIO)