Dituduh Salah Gunakan Hak Penangguhan Penahanan
RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Bakal calon Walikota Tual, Adam Rahayaan, terdakwa kasus korupsi Cadangan Beras Pemerintah (CDP) Kota Tual tahun 2016-2017, melalui Kuasa Hukumnya S. Hamid Fakaubun, S.H.,MH, membantah tuduhan bahwa kliennya telah salah menggunakan hak penangguhan penahanan untuk kepentingan politik.
Menurut Hamid, penangguhan penahanan adalah hak dari seorang terdakwa yang dijamin dan diatur oleh Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Di mana, penangguhan penahanan adalah upaya mengeluarkan tersangka atau terdakwa dari masa tahanan atas permintaan yang bersangkutan sebelum batas waktu penahanannya berakhir.
Dan berdasarkan Pasal 31 ayat (1) KUHAP yang menerangkan bahwa atas permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik, atau penuntut umum atau hakim, sesuai dengan kewenangan masing-masing, dapat mengadakan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang, berdasarkan syarat yang ditentukan.
“Semua syarat penangguhan penahanan tersebut telah dipenuhi oleh Adam Rahayaan, namun dituduh seolah-olah cacat prosedur. Jadi, sangat keliru bila klien kami dituduh salah menggunakan haknya untuk kepentingan politik. Sebab kami berjalan di atas reel hukum, bukan berlandaskan politik,” tepisnya, kepada media ini, Selasa, 27 Agustus 2024.
Terkait dengan hak politik seorang tersangka, terdakwa atau terpidana, menurut Hamid, dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor No. 71/PUU-XIV/2016 ditegaskan bahwa terdakwa atau terpidana masih boleh mencalonkan diri sebagai kepala daerah selama tindak pidana yang ancaman hukumannya di bawah lima tahun penjara.
Selain itu, sambung Hamid, terpidana yang melakukan tindak pidana kealpaan dan tindak pidana politik. Kecuali, terdakwa atau terpidana yang tindak pidananya ancaman hukuman penjara lima tahun atau lebih dan tindak pidana korupsi, makar, teroris, mengancam keselamatan negara, memecah belah NKRI.
“Kemudian PKPU Nomor 8 Tahun 2024, sebagai petunjuk teknis untuk pemilihan kepala daerah, kami tidak menemukan satu pasal atau satu frasa di dalam PKPU ini untuk melarang seorang terdakwa atau terpidana untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Lantas pertanyaan apa yang dilanggar oleh klien kami (Adam Rahayaan)?,” tanya Hamid.
Hamid menjelaskan, asas praduga tak bersalah adalah prinsip dasar dalam hukum pidana yang menyatakan bahwa seseorang dianggap tidak bersalah sampai pengadilan menyatakannya bersalah. Asas ini diatur dalam KUHAP, UU Kekuasaan Kehakiman, dan UU HAM.
Misalnya asas praduga tak bersalah dijelaskan dalam angka 3 huruf c KUHAP yaitu, setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.
Kemudian Pasal 8 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman, yaitu setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Selain itu, Pasal 18 ayat (1) UU HAM, yaitu setiap orang yang ditangkap, ditahan, atau dituntut karena disangka melakukan tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah sampai dibuktikan kesalahannya secara sah dalam suatu sidang pengadilan dan diberikan segala jaminan hukum yang diperlukan untuk pembelaannya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
“Dan untuk diketahui bahwa terakhir dalam fakta persidangan 90 persen berbeda dengan yang dituduhkan kepada klien kami (Adam Rahayaan). Dan kami sadari sungguh kasus ini dipaksakan dan sengaja dimainkan oleh oknum-oknum tertentu untuk mengkriminalisasi klien kami,” pungkasnya. (RIO)