RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Tim Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku telah mengantongi nilai kerugian keuangan negara pada pekerjaan pembangunan rumah khusus pada Satuan Non Vertikal Tertentu (SNVT) yang saat ini menjadi Balai Pelaksana Penyediaan Perumahan (BP2P) Provinsi Maluku tahun 2016 sebesar Rp3 miliar lebih dari total anggaran proyek Rp6,3 miliar.
“Nilai kerugian negara tersebut (Rp6,3 miliar lebih) didapatkan berdasarkan hasil audit Tim Inspektorat Provinsi Maluku yang sudah diserahkan ke kita untuk kelengkapan berkas perkara di tahap penyidikan,” ungkap Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Maluku, Triono Rahyudi, kepada media ini di Ambon, Minggu, 25 Agustus 2024.
Selanjutnya, lanjut Aspidsus, pihaknya akan segera melakukan gelar perkara untuk menentukan sikap siapa saja orang yang paling berperan dan bertanggung jawab dan turut serta membantu atau memperkaya orang lain, untuk kemudian meningkatkan statusnya dari saksi menjadi tersangka.
“Nanti kita gelar perkara hasil penyidikan dulu baru kita ekspose tersangkanya. Yang pasti, siapapun yang yang patut diduga terlibat hingga menyebabkan kerugian negara, maka harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di pengadilan,” tegasnya.
Aspidsus meyakini terdapat penyimpangan dalam pekerjaan pembangunan rumah khusus yang dianggarkan sebesar Rp 6,3 miliar bersumber dari APBN pada DPA SNVT Penyediaan Perumahan Provinsi Maluku yang saat ini berganti nama menjadi BP2P Provinsi Maluku tahun anggaran 2016.
Pasalnya, dalam pekerjaan pembangunan rumah khusus bagi aparat TNI/ Polri yang bertugas di wilayah konflik antar kampung/ desa di Kabupaten SBB sebanyak 22 unit dan di Kabupaten Malteng sebanyak dua unit, tidak sesuai dengan perjanjian kontrak kerja.
“Kami bersama tim dan ahli sudah turun memeriksa kondisi fisik bangunan di lapangan. Dari hasil pemeriksaan, kami yakin dalam pembuktian kami kelak saat pengumpulan alat bukti, signifikan sekali penyimpangan atau dugaan korupsinya,” ungkap Triyono.
Dikatakan Aspidsus, dalam pemeriksaan fisik bangunan di lapangan, terdapat sejumlah bangunan yang dibangun namun tidak diselesaikan oleh PT. Polawes Raya dan PT. Karya Utama selaku pelaksana proyek. Selain itu, terdapat bangunan namun tidak sesuai dengan kontrak kerja. Bahkan, ada yang tidak ada bangunannya sama sekali alias fiktif.
“Tak hanya itu, terhadap alas hak tanah juga belum tersertifikasi. Karena kalau kita melihatnya apakah ini sudah menjadi barang negara atau belum. Kira-kira seperti itu hasil dari pemeriksaan kami di lapangan bersama tim dan ahli,” bebernya.
Sumber terpercaya media ini mengungkapkan, pihak-pihak yang paling berperan dalam pekerjaan pembangunan rumah khusus itu di antaranya, Kasatker SNVT/ kepala BP2P selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), pelaksana dari PT. Polawes Raya, pelaksana dari PT. Karya Utama, konsultan pengawas dari CV. Prima Konsultan, serta ketua dan anggota Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP).
“Mereka ini yang paling berperan, dan kemungkinan kuat statusnya bisa naik dari saksi menjadi tersangka. Tapi nanti kita lihat hasil perkembangan penyidikan kasusnya seperti apa,” pungkas sumber itu. (RIO)