RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Tim Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku belum juga menetapkan tersangka dalam perkara dugaan korupsi pekerjaan pembangunan rumah khusus pada Satuan Non Vertikal Tertentu (SNVT) yang saat ini menjadi Balai Pelaksana Penyediaan Perumahan (BP2P) Provinsi Maluku tahun 2016.
Hal ini disebabkan lantaran Tim Auditor Inspektorat Provinsi Maluku belum juga merampungkan proses penghitungan kerugian keuangan negara dalam perkara tersebut. Padahal, Jaksa Penyidik telah menyerahkan seluruh dokumen terkait kepada Inspektorat.
Hal itu dibenarkan Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) dan Humas Kejati Maluku Ardy. Menurutnya, sampai dengan saat ini pihaknya masih menunggu hasil penghitungan kerugian keuangan negara dari Inspektorat Provinsi Maluku.
“Belum ada (kerugian negara), masih tunggu hasilnya dari Inspektorat Maluku,” akui Ardy, saat dikonfirmasi media ini, di kantornya, Rabu, 21 Agustus 2024.
Terkait hal itu, Pengamat Hukum, Marnex Ferison Salmon, S.H, meminta Inspektorat untuk tidak memperlambat proses audit penghitungan kerugian keuangan negara yang sementara ditunggu Penyidik Kejati Maluku untuk menuntaskan hasil penyidikan kasusnya.
“Inspektorat jangan perlambat proses audit, karena publik juga ingin mengetahui kejelasan hukum kasusnya seperti apa. Untuk itu, saya harap Inspektorat Maluku dapat segera merampungkan hasil penghitungan kerugian keuangan negaranya,” pinta Marnex.
Menurutnya, Aspidsus Kejati Maluku Triyono Rahyudi, sebelumnya telah meyakini terdapat penyimpangan dalam pekerjaan pembangunan rumah khusus yang dianggarkan sebesar Rp 6,3 miliar bersumber dari APBN pada DPA SNVT Penyediaan Perumahan Provinsi Maluku yang saat ini berganti nama menjadi BP2P Provinsi Maluku tahun anggaran 2016.
Dikatakan Aspidsus kepada wartawan saat itu, lanjut Marnex, dalam pekerjaan pembangunan rumah khusus bagi aparat TNI/ Polri yang bertugas di wilayah konflik antar kampung/ desa di Kabupaten SBB sebanyak 22 unit dan di Kabupaten Malteng sebanyak dua unit, tidak sesuai dengan perjanjian kontrak kerja.
“Saya ingat pernyataan Aspidsus bahwa Tim Jaksa Penyidik bersama ahli sudah turun memeriksa kondisi fisik bangunan di lapangan. Dari hasil pemeriksaan, diyakini bahwa dalam pembuktian, signifikan sekali penyimpangan atau dugaan korupsinya,” beberapa Marnex.
Aspidsus, kata Marnex, juga mengatakan bahwa dalam pemeriksaan fisik bangunan di lapangan, terdapat sejumlah bangunan yang dibangun namun tidak diselesaikan oleh PT. Polawes Raya dan PT. Karya Utama selaku pelaksana proyek. Selain itu, terdapat bangunan namun tidak sesuai dengan kontrak kerja. Bahkan, ada yang tidak ada bangunannya sama sekali alias fiktif.
“Tak hanya itu, Aspidsus juga mengungkapkan bahwa terhadap alas hak tanah juga belum tersertifikasi, apakah sudah menjadi barang negara atau belum. Sehingga, saat meyakini dalam kasus ini terdapat penyimpangan,” beber Marnex. (RIO)