RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Dihadapan Ketua KPU Kota Ambon Kaharudin Mahmud dan Ketua Bawaslu Kota Ambon Jhon Talabessy, Ketua Bawaslu Maluku, Dr. Subair, M.Si, mengingatkan terdapat delapan kerawanan terkait pendataan pemilih.
Di antaranya, proses administrasi kependudukan. Yang mana ada pemilih pindah status kependudukan dan ada juga yang belum terdaftar di daftar pemilih, tetapi telah memenuhi syarat dan memiliki data kependudukan.
Demikian disampaikan Subair usai menerima Bawaslu Kota Ambon dan KPU Kota Ambon saat melakukan pengawasan langsung proses pencoklitan oleh Petugas Pantarlih yang dalam hal ini dilakukan kegiatan Pencocokan dan Penelitian (Coklit) di kediaman Subair di kompleks IAIN Ambon, Minggu, 21 Juli 2024.
Pencoklitan dilakukan petugas coklit Pantarlih, Munawir Ahmad Kamal Sailudin, sebagai bagian proses persiapan menyambut Pilkada serentak tahun 2024. Tujuannya untuk melakukan Pengawasan serta memastikan keakuratan Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang ada serta hak pilih terjaga. Sehingga nantinya hak pilih tersebut tersalurkan pada Pilkada Serentak nanti.
Setelah dilaksanakan Pencoklitan di kediamannya, Ketua Bawaslu Maluku, Subair, mengatakan dirinya sempat bertanya-tanya, kenapa Petugas Pantarlih belum melaksanakan coklit di kediamannya, karena batas waktu dilakukan coklit tersisa beberapa hari lagi yakni 24 Juli 2024, sedangkan harusnya dari tanggal 21 – 24 Juli 2024 itu dilaksanakan sinkronisasi data.
“Tapi saya memaklumi mungkin kondisi di Kota Ambon berbeda dengan kabupaten/kota lain di Maluku. Ini pernah terjadi pada pilkada tahun 2019 karena banyak sekali bolong-bolong yang ditinggalkan dari hasil pencoklitan,” ujar Subair.
Selanjutnya yakni terkait kemungkinan orang-orang yang sudah meninggal tapi masih terdaftar, sementara belum ada administrasi kematian.
“Kemudian ada juga yang berstatus TNI Polri yang harusnya tidak masuk dalam daftar pemilih tapi masih terdaftar termasuk ada penduduk yang mungkin juga tidak memenuhi syarat,” jelas Subair.
Titik rawan lainnya, kata Subair, yakni tidak mencatat secara detail pemilih disabilitas. Padahal salah satu indikator proses pemilihan kita itu baik yakni mengakomodir pemilih-pemilih yang sering diabaikan.
“Jadi jangsn mengabaikan pemilih disabilitas, itu harus dicatat betul saat coklit, sehingga nanti penyediaan TPS untuk mengakomodir mereka saat memilih. Karena kalau tidak ada di coklit maka tidak bisa di daftar lagi karena tidak ada kegiatan yang langsung mendatangi orang,” tandas Subair.
Selain itu, titik rawan lainnya yakni harus mendata dan coklit penduduk-penduduk yang berada di tempat yang rawan seperti di hutan misalnya atau di daerah-daerah perbatasan. Karena Kota Ambon sendiri memiliki perbatasan dengan Kabupaten Maluku Tengah.
“Saya contohkan seperti di kawasan Taeno Atas itu ada klaim soal wilayah, tapi ingat Bawaslu tidak melihat soal kewilayahan, kita melihat dari data kependudukannya. Kalaupun dia tinggal di Taeno Atas yang masuk wilayah Kota Ambon tapi kalau tidak ber-KTP Ambon tidak kita masukkan dalam daftar pemilih untuk wilayah Kota Ambon,” jelas Subair.
Selain itu ada juga pemilih yang tidak terdaftar tapi ada KTP-nya. Apakah KTP ini bisa digunakan untuk memilih, itu yang harus kita diskusikan.
“Contoh kejadian saat Pemilu dan Pilpres yang lalu, ada beberapa rekomendasi PSU Kota Ambon yang tidak ditindaklanjuti. Karena perbedaan pendapat tentang status penduduk. Kota Ambon ini wilayah urban dan orang keluar masuk banyak, karenanya pendataanbdan coklit itu sangat penting dilakukan,” tandas Subair.
Subair juga mengingatkan sekaligus menghimbau untuk melihat wilayah-wilayah rawan lainnha terkait pendataan pemilih yakni kawasan sekitar kampus.
“Di wilayah sekitar kampus, ada banyak mahasiswa yang bukan orang ber-KTP Ambon. Hal ini perlu diperhatikan KPU Kabupaten/Kota, sehingga tidak menimbulkan pencatatan ganda. Saya sendiri termasuk orang yang mempercayai tidak ada lagi data ganda, tapi kenyataannya dalam DPT kita masih menemukan saja ada data yang ganda,” tegas Subair.
Dan kerawanan terakhir yakni kendati pelaksanaan coklit ini jaraknya dari data pemilihan terakhir jaraknya tidak terlalu jauh dengan Pemilu dan Pilpres. Namun ada pemilih pada saat Pemilu dan Pilpres belum bisa memilih karena usia yang belum mencukupi saat itu untuk memilih berdasarkan bulan kelahiran. Tapi tapi kemudian saat Pilkada Serentak nanti dia sudah bisa memilih karena sudah melewati bulan kelahiran berdasarkan usia untuk menjadi pemilih pemula.
“Hal itu harus menjadi perhatian. Sehingga tidak menjadi persoalan nantinya,” tegas Subair. (RIO)