Oleh : Mizwar Tomagola (Pemerhati Demorkasi Maluku)
PETA electoral Kabupaten Buru di Pilkada serentak 27 November mendatang tak lengkap rasanya jika tidak memperhitungkan kekuatan Golkar. Kabupaten Buru, dalam kurun waktu 20 tahun, sejak dipimpin Alm. Husni Hentihu sampai Ramly Ibrahim Umasugi menjadi lumbung suara Partai Golkar dalam demokrasi electoral.
Mesin politik Golkar begitu optimal menggarap dan mejaga dukungan masyarakat di Buru selama 2 dekade. Sejumlah nama calon kepala daerah telah bermunculan. Manuver, lobby dan bargaining di Pusat untuk memperoleh dukungan politik partai telah dilakukan figure calon kepala daerah.
Tampuk kepemimpinan di Buru memang seksi. Selama dua tahun, kursi Bupati diduduki pejabat birokrat dari Pemprov Maluku, pasca Ramly I Umasugi mengakhir masa jabatannya sebagai kepala daerah difinitif yang dipilih melalui mekanisme electoral voting.
Baik Ramly maupun Alm. Husni Hentinu, dua mantan Bupati Buru yang menjadi rool model politik pembangunan di daerah. Keduanya punya peranan penting mendorong kabupaten berjuluk BUPOLO itu terus berkembang maju dalam berbagai tantangan pembangunan daerah.
Soal siapa pelanjut estafet kepemimpinan Buru, masyarakat yang akan menentukan. Hanya saja, pilihan masyarakat tidak bisa dilihat dalam kacamata yang awam. Pilihan masyarakat sangat dipengaruhi berbagai aspek. Politik, Kebudayaan, Visi, Program dan tentunya, kerinduan akan sosok pemimpin Ideal yang mampu memberikan dampak terhadap perubahan pembangunan ekonomi dan kesejahteraan rakyat.
5 tahun terakhir kepemimpinan Ramly di Kabupaten Buru bisa menjadi referensi dan preferensi politik masyarakat Buru. Tentunya, 5 tahun itu dikomparasikan dengan kondisi kepemimpinan daerah selama 2 tahun yang diisi Penjabat Bupati dengan latar belakangan ASN. Perilaku pemilih pada ruang sosial (vota behaviors) tidak hanya terdorong secara praktis. By Momen. Dalam potret sosial politik, perilaku pemilih yang tak bisa diubah (Top Mind) adalah penerimaan terhadap figure dan pengalaman kinerja yang berdampak terhadap masyarakat secara umum.
Itulah mengapa, jika Sosok Ramly akan mencul sebagai highlight untuk mengukur visi kepemimpinan bakal calon kepala daerah di Kabupaten Buru. Nama-nama politisi seperti Azis Hentihu (PPP), Ikram Umasugi (PKB) dan Daniel Rigan (NasDem) yang mengambil bagian dalam kontestasi pilkada sebagai bakal calon kepala daerah, akan mendapatkan evaluasi masyarakat dengan menjadikan Ramly atau mendiang Husni sebagai rujukan untuk menapaki keterpilihan dan kebijakan pembangunan lima tahun mendatang.
PPP, PKB dan Nasdem sedang bertarung sengit untuk meperebutkan dua partai penting pada percaturan electoral Pilkada Buru. Yakni, Partai Golkar dan PDI Perjuangan. Dua partai ini, memiliki segementasi pemilih yang loyal dan fanatic. Apalagi Golkar.
20 tahun sel dan jaringan Golkar sudah seperti Kanker di Buru. Menjalar kemana-mana. Golkar adalah partai politik ‘pengauasa’ Buru. Meski, pada Pemilu legislative kemarin, Golkar ambruk, namun, itu bukan ‘ajal’ kematian Golkar di daerah tersebut. Golkar, masih punya kesempatan untuk come back di Pilkada Buru. Memperbaiki lagi simpul dan sel yang sempat rusak. Menguatkan internalisasi kader dan penguatan konsolidasi lintas kader, pengurus dan simpatisan.
Hal itu bisa terjadi jika opsi di Pilakda Buru, Partai Golkar dapat mengaktivasi kader partai sebagai bakal calon Bupati atau Wakil Bupati Buru. Jika itu terjadi, maka percaya atau tidak, militansi dan emosional politik kader, pengurus dan simpatisan partai akan kembali ‘ke jalan’ perjuangan dan kekaryaan partai.
Gadis, Atau Golkar tidak Sama Sekali
Masyarakat pasti merindukan sosok pemipin ideal. Pemimpin yang menerima masyarakat tanpa batas sekat. Penerimaan bukan kehadiran fisik, melaikan harapan dan keluhan. Pemimpin yang mampu turun dan menciptakan perubahan bersama masyarakat. Pemimpin seperti itu, lahir memang dari perenungan politik kerakyatan. Suatu penghayatan terhadap dinamika kepemimpinan daerah dalam pesta demorkasi electoral.
Gerbong Pilkada sudah berjalan. Para peserta dan kontestan sedang menyiapkan ‘tiket’ agar tidak ketinggalan kereta menuju pilihan rakyat pada 27 November mendatang. Waktu begitu mepet. Tidak butuh rangkaian strategi panjang, Golkar hanya butuh figure tepat untuk didorong sebagai calon wakil kepala daerah menemani calon bupati yang telah berjalan jauh menuju loket pendaftaran di KPU.
Diantara kader Golkar di Buru,secara objective, Gadis Sitti Nadia Umasugi (GSNU) lebih berpeluang untuk diusung. Gadis punya personifikasi politik yang turun secara genetik dari Ramly I Umasugi, mantan Bupati Buru yang dirindukan masyarakat. Hadirnya sosok Gadis ditengah masyarakat, tentunya akan memberikan dampak besar terhadap peta dukungan politik masyarakat.
Gadis juga bisa menjadi medium merekatkan kembali faksi Golkar di Buru yang ‘terbelah’. Kehadiran Gadis diharapkan menguatkan solidaritas kader untuk berjuang bersama menjaga tradisi kemenangan Golkar yang telah ditanamkan para kader-kader pendahulu. Tradisi kemenangan adalah trash yang harus menjadi fondasi perjuangan setiap kader.
Alasan Gadis figure penting di suksesi Pilakda Buru, karena elektabilitasnya yang cenderung tinggi dibandingkan kader lain. Tingkat penerimaan dan kesukaan gadis sebagai bakal calon Wakil Bupati di terpotret dari sejumlah lembaga survey profesoional.
Surevi adalah lembaga peneliti yang menggunakan metode ilmiah untuk mengukur peluang keterpilihan seseorang sebagai bakal calon atau calon kepala daerah. Dalam survey Gadis Popularitas dan tingkat kesukaan relative tinggi sebagai seorang politisi muda dan perempuan pada pertanyaan terbuka. Gadis masuk dalam lima besar survey calon kepala daerah. Namun, Gadis menjadi figure yang diinginkan diantara kader Golkar lain yang sementara ikut meramaikan konfigurasi calon kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Artinya, Gadis lebih memiliki nilai jual dan keunggulan secara personal maupun jejaring di akar rumput yang pantas didorong Golkar untuk bertarung entah dalam posisi Bupati atau Wakil. Namun, dalam simulasi survey pasangan calon, Gadis dan Golkar menjadi variable penting menentukan arah kemenangan di Pilkada Buru. Semakin disumulasikan dengan siapa saja, peluang untuk menang semakin terbuka.
Positioning Gadis begitu penting di Pilkada Buru. Pertama; Gadis memiliki rekam jejak yang bersih. Tidak memiliki konflik of interest dengan elit maupun midlle clash di Buru. Dengan kehadiranya, dipentas Pilkada Buru, maka Gadis bisa menjadi pilihan yang ideal menghindari tajamnya konflik kepentingan.
Kedua; sebagai anak muda dan perempuan, Gadis sungguh mewakili dua segementasi pemilih tersebut. Pemilih Millenial dan juga pemilih perempuan. Suara millennial cukup besar dan potensial di Buru, begitu juga suara perempuan yang cenderung konstans pada issu-issu perubahan dan peran penting perempuan dalam aspek pembangunan.
Dua segmen ini sangat cocok dengan fashion Gadis sebagai politisi. Jika Golkar menggelar karpet merah kepada politisi muda ini, maka peluang untuk memenangkan suara millennial dan perempuan begitu terbuka. Apalagi, hanya Gadis yang mewakili dua segemen kelompok politik itu diantara sejumlah calon yang sedang diorbitkan.
Ketiga; Klan politik di Buru cukup memberikan pengaruh dan konstribusi. Hadirnya Gadir, tentunya Klan Umasugi tidak hanya terkonsentrasi pada satu calon kepala daerah saja, melainkan akan membelah dukungan atau terbelah karena kehadiran Gadis yang mewakili poros Ramly Umasugi (ayah bilogis dan guru politiknya).
Keempat : Dengan jejak politik Ramly, para loyalis, simpatisan dan sel Golkar di seantero Buru akan bahu membawahu memikul tanggung jawab untuk memenangkan Gadis baik dalam posisi Wakil ataupun posisi Bupati. Jiwa politik Ramly masih hidup di Buru. Pertarungan pilkada Buru, keberpihakan Ramly masih menjadi variable penting. Apalagi Ramly sebagai Ketua DPD Golkar Maluku saat ini. Tentunya, jika kader partai diusung, maka Golkar akan all out untuk mengembalikan kejayaan di daerah tersebut.
Empat indicator tersebut menjadi alasan bagi Golkar secara institusional untuk menimbang arah dan dukungan politik di pilkada Buru. Hadirnya Gadis membuka peluang untuk bagi Golkar untuk kembali menapak tilas kejayaan partai di lumbung mereka sendiri, Kabupaten Buru. Jika temuan survey dan indicator empitik tak dihiraukan atau ditindak lanjuti, maka, hypotesa di Buru, Golkar hanya menjadi pelengkap koalisi dan membutuhkan waktu panjang untuk kembali pada masa ke emasan. (*)