RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI diam-diam mengikuti perkembangan penyelidikan perkara dugaan korupsi pengelolaan 140 Ruko Mardika Kota Ambon yang merupakan aset milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku, yang saat ini ditangani Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku.
Hal itu diketahui dari surat balasan dari KPK RI Nomor: R/1430/PM.00.00/30-35/03/2024 tertanggal 22 Maret 2024, yang ditujukan kepada Ketua DPRD Provinsi Maluku Benhur G. Watubun, Perihal: Tanggapan Atas Laporan Pansus Pengelolaan Pasar Mardika.
Dalam isi surat yang ditandatangani oleh Eko Marjono, atas nama Pimpinan Plt Deputi Bidang Informasi dan Data KPK RI, disampaikan bahwa laporan DPRD Maluku ke KPK sudah dijadikan sebagai bahan informasi bagi Bidang Koordinasi dan Supervisi KPK RI.
“Sehubungan dengan laporan DPRD Maluku ke KPK Nomor: 047/16/ tertanggal 22 Januari 2024, kami menyampaikan laporan tersebut sebagai bahan informasi bagi Direktorat Koordinasi dan Supervisi Wilayah V pada Kedeputian Bidang Koordinasi dan Supervisi KPK RI,” tulis Eko.
Sementara itu, Ketua DPRD Provinsi Maluku Benhur G. Watubun, yang dikonfirmasi media ini, Selasa, 16 Juli 2024, mengakui bahwa dirinya telah menerima surat balasan dari KPK RI terkait laporan Pansus Pengelolaan Pasar Mardika. Ia berharap, KPK dapat memantau penanganan kasusnya di Kejati Maluku.
“Betul, dan kami menyambut baik balasan KPK sebagai bentuk perhatian kasus Pasar Mardika, dan semoga KPK memantau terus proses hukum di Kejaksaan Tinggi Maluku. Sebab, laporan Pansus itu objektif karena sudah melalui mekanisme yang panjang, bahkan semua pihak telah diundang Pansus,” pintanya.
Dikatakan Benhur, informasi yang diketahuinya dari perkembangan pemberitaan media, bahwa awalnya kasus Ruko Mardika telah ditangani oleh Ditreskrimsus Polda Maluku, bahkan hampir dilakukan penetapan tersangka. Namun, Kejati mengambil alih kasusnya.
“Jadi, untuk memastikan proses ini, maka kami minta pihak Kejaksaan mempercepat proses hukum perkara Pasar Mardika ini, karena semata-mata untuk kepentingan rakyat,” harapnya.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) dan Humas Kejati Maluku, Ardy, mengatakan, sampai saat ini penanganan kasusnya masih jalan di tahap penyelidikan, dan belum ada panggilan lanjutan terhadap Bos PT. Bumi Perkasa Timur (BPT), Franky Gaspary Thiopelus alias Kipe, selaku pihak pengelola Ruko Mardika, lantaran yang bersangkutan masih terkonfirmasi sakit.
“Untuk kasus Ruko Mardika, belum ada panggilan lanjutan karena pihak yang dipanggil kemarin (Bos Kipe) belum selesai, karena yang bersangkutan sakit, dan saat ini belum bisa dipanggil, katanya masih sakit,” jelasnya.
Untuk diketahui, penyelidikan kasus pengelolan ruko di kawasan Pasar Tradisional Mardika Ambon ini berdasarkan hasil rekomendasi Pansus bentukan DPRD Maluku atas temuan dugaan pelanggaran hukum oleh PT. Bumi Perkasa Timur (BPT) terkait sewa ruko.
Satu dari 20 rekomendasi itu, Pansus mendorong aparat penegak hukum mengusut dugaan perbuatan melawan hukum maupun dugaan adanya unsur kolusi (penyalahgunaan kewenangan) dalam perjanjian kerja sama pemanfaatan 140 ruko yang merupakan aset milik Pemprov Maluku dengan PT. BPT.
Pansus bentukan DPRD Maluku juga menemukan 12 pemegang Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang menempati Pertokoan Pasar Mardika telah melakukan pembayaran kepada PT. BPT sebesar Rp18.840.595.750.
Sementara PT. BPT hanya menyetor ke kas daerah Pemprov Maluku sesuai Perjanjian Kerja Sama Pemanfaatan antara Pemprov dengan PT. BPT sebesar Rp 5 miliar. Rinciannya, untuk tahun 2022 sebesar Rp 250 juta dan untuk tahun 2023 sebesar Rp 4.750.000.000.
Selain itu, Pansus juga menemukan dugaan perbuatan melawan hukum dalam pengumuman pemenang tender pemanfaatan 140 ruko milik Pemprov Maluku yang dimenangkan PT. BPT. (RIO)