Ketua dan Sekretaris Pokja Diperiksa di Jakarta
RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Tim Penyidik Pidsus Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku telah melakukan pemeriksaan terhadap ketua dan sekretaris pokja lelang pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) RI, di Jakarta.
Keduanya diperiksa sebagai saksi dalam perkara dugaan korupsi pekerjaan pembangunan rumah khusus pada Satuan Non Vertikal Tertentu (SNVT) yang saat ini menjadi Balai Pelaksana Penyediaan Perumahan (BP2P) Provinsi Maluku tahun 2016,
“Benar, kita telah memeriksa dua saksi dari pokja lelang pada Kementerian PUPR RI di Jakarta, yakni ketua dan sekretaris,” kata Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Maluku, Triyono Rahyudi, ketika dikonfirmasi media ini, Senin, 15 Juli 2024.
Ditanya soal kapan penetapan tersangka, Aspidsus mengatakan bahwa pihaknya masih fokus untuk merampungkan berkas perkaranya di tahap penyidikan sembari menunggu laporan hasil audit kerugian keuangan negara dari Inspektorat Provinsi Maluku.
“Untuk tersangka belum, kita masih menunggu hasil audit oleh Inspektorat. Untuk saksi-saksi hampir selesai, sehingga kami masih fokus rampungkan berkas perkaranya dulu,” terangnya.
Sebelumnya, Aspidsus meyakini terdapat penyimpangan dalam pekerjaan pembangunan rumah khusus yang dianggarkan sebesar Rp 6,3 miliar bersumber dari APBN pada DPA SNVT Penyediaan Perumahan Provinsi Maluku yang saat ini berganti nama menjadi BP2P Provinsi Maluku tahun anggaran 2016.
Pasalnya, dalam pekerjaan pembangunan rumah khusus bagi aparat TNI/ Polri yang bertugas di wilayah konflik antar kampung/ desa di Kabupaten SBB sebanyak 22 unit dan di Kabupaten Malteng sebanyak dua unit, tidak sesuai dengan perjanjian kontrak kerja.
“Kami bersama tim dan ahli sudah turun memeriksa kondisi fisik bangunan di lapangan. Dari hasil pemeriksaan, kami yakin dalam pembuktian kami kelak saat pengumpulan alat bukti, signifikan sekali penyimpangan atau dugaan korupsinya,” ungkap Aspidsus.
Dikatakan Aspidsus, dalam pemeriksaan fisik bangunan di lapangan, terdapat sejumlah bangunan yang dibangun namun tidak diselesaikan oleh PT. Karya Utama selaku pelaksana proyek. Selain itu, terdapat bangunan namun tidak sesuai dengan kontrak kerja. Bahkan, ada yang tidak ada bangunannya sama sekali alias fiktif.
“Tak hanya itu, terhadap alas hak tanah juga belum tersertifikasi. Karena kalau kita melihatnya apakah ini sudah menjadi barang negara atau belum. Kira-kira seperti itu hasil dari pemeriksaan kami di lapangan bersama tim dan ahli,” jelas Aspidsus. (RIO)