Perang Kata

  • Bagikan

Tidak terasa Pilkada/Pilwakot 2024 tidak lama lagi digelar. Tersisa tinggal lima bulan lagi Nopember 2024 kita bakal sudah punya pemimpin baru untuk masing-masing kota dan daerah.

Khusus Kota Ambon yang akan memilih walikota/wakil walikota mendatang tidak kalah menarik sejumlah baliho sudah terpasang di sudut-sudut kota. Diikuti oleh gambar para sang kandidat dengan jargonnya masing-masing.

Tidak kalah penting sejumlah baliho yang terpasang seolah ada “perang” kata bernada menyentil. Diikuti oleh “perang” warna mengikuti corak partai yang mengusungnya.

Bagaimana dengan di medsos? Apalagi.

“Tau Datang Tau Bale”. “Tunggu Beta Bale”. “Ambon Par Samua”. “Saatnya Ambon Naik Kelas”. “TABEA: Terus Bersama Agus”. Atau yang ini: “Bikin Bae Dapa Bae”.

Menanggapi fenomena itu pengamat politik yang juga akademisi dan Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi UNPATTI, Ambon, Ronald Alfredo, S.Sos, M.I.Kom, yang saya hubungi semalam, Minggu, (30/6/24), mengatakan “perang” kata itu sebaiknya diarahkan untuk membangun komunikasi yang positif.

Ia beranggapan itulah pentingnya strategi komunikasi menjelang Pilkada/Pilwakot haruslah dibangun atas dasar kepercayaan dan bersifat membangun.

Alih-alih menyerang lawan politik — lebih baik para kandidat kita perlu menunjukkan program kerja yang konkrit dan dapat memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.

Penggunaan media sosial merupakan alat yang sangat efektif untuk berkomunikasi dengan pemilih, terutama generasi muda. Namun, penggunaannya haruslah bijak. Kandidat perlu memastikan bahwa pesan yang disampaikan haruslah konsisten, faktual, dan tidak menyesatkan.

Selain itu, interaksi langsung dengan masyarakat melalui platform ini juga sangat perlu untuk membangun kedekatan dan kepercayaan.

Strategi komunikasi yang bersifat negatif seringkali hanya akan menimbulkan kebingungan dan bisa berujung pada ketidakpercayaan di kalangan pemilih.

Pun sebaliknya menimbulkan resistensi dan bisa berujung pada ketidakyakinan pada kapasitas atau kemampuan para figur dari para pemilih sehingga berdampak mengurangi kantong-kantong suara para kandidat.

Di sini kandidat haruslah transparan dalam menyampaikan visi, misi, dan program kerja mereka. Keterbukaan informasi akan membantu masyarakat memahami tujuan dan langkah-langkah yang akan diambil oleh kandidat, serta memberikan kepercayaan kepada pemilih.

Sebagai kota yang heterogen Kota Ambon memiliki keunikan. Karena itu setiap kandidat selain memiliki strategi komunikasi yang positif, mereka juga perlu memahami dan menghormati keberagaman kota ini.

Kota Ambon memiliki masyarakat yang sangat heterogen baik agama, suku, dan budaya, tentu memerlukan seorang kandidat yang punya kemampuan memahami dan menghormati keberagaman.

Yakni sosok yang punya kapasitas yang berjiwa toleran, punya kemampuan merangkul semua stakeholder yang datang dari beragam latar belakang itu.

Program kerja dan strategi komunikasi politik haruslah mencerminkan inklusivitas dan sensitivitas terhadap berbagai kelompok masyarakat yang ada.

“Kandidat yang dapat menunjukkan pemahaman dan penghormatan terhadap keberagaman ini akan lebih mudah mendapatkan dukungan dari berbagai lapisan masyarakat,” kata Pak Ronald Alfredo.

Pun saat kampanye nanti para kandidat haruslah menjunjung tinggi etika. Hindari kampanye hitam dan penyebaran hoaks yang dapat merusak tatanan sosial dan menciptakan ketidakpercayaan di masyarakat.

Karena itu pendidikan politik bagi masyarakat juga sangatlah penting. Dengan pemahaman yang baik tentang politik dan proses demokrasi, masyarakat akan lebih bijak dalam memilih pemimpin yang benar-benar memiliki kapabilitas dan integritas.

Menghindari gesekan antarpendukung sejak dini para kandidat haruslah memberikan pencerahan. Dalam konteks membangun relasi sosial, sebaiknya seorang kandidat haruslah menghindari penggunaan kata dalam berinteraksi yang mengundang gesekan.

Menjauhkan para pemilih dari sikap apatis menyambut pesta demokrasi itu sepenuhnya kembali kepada kandidat bagaimana kemampuan mereka dalam berkomunikasi dan menjaga kohesi sosial baik antarpendukung maupun antarkomunitas.

Termasuk di sini partai pendukung. Peran mereka dalam memberikan pendidikan politik yang santun dan tidak berpotensi menimbulkan gesekan atau resistensi antarpendukung sangatlah diperlukan.

Kedepan kita berharap lahir para calon pemimpin yang mumpuni. Yakni pemimpin yang punya kemampuan kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual.

Sebagai daerah yang heterogen para kandidat haruslah –meminjam istilah Pak Ronald Alfredo di atas– punya kemampuan memahami dan menghormati keberagaman.

Pun penguatan kapasitas kewaspadaan dini dan deteksi dini terhadap kondisi sosial penting pula diperkuat. Penguatan kapasitas semacam ini menjadi modal yang baik bagi seorang kandidat kelak bila ia menjadi kepala daerah atau walikota.

Sebab dengan kemampuannya itu ia dapat mendeteksi dan mencegah segala permasalahan dan potensi konflik yang mempengaruhi penyelenggara roda pemerintahan.

Dan, sosok yang kita harapkan dari seorang kandidat walikota/wakil walikota sebagaimana disebutkan oleh akademisi UNPATTI Ronald Alfredo tersebut yakni kemampuannya membangun pendidikan politik yang sehat dan bermartabat untuk masyarakat sangatlah mumpuni.

Dengan pemahaman dan pendidikan politik yang baik diikuti oleh proses demokratisasi yang sehat, masyarakat akan lebih bijak dalam memilih pemimpin yang punya kapabilitas dan integritas.

Jadi, untuk membangun Kota Ambon tercinta kedepan sosok walikota/wakil walikota yang diharapkan adalah figur yang mampu mengedepankan gagasan dan program. Bukan sekadar “perang” kata atau “perang” warna.(AHMAD IBRAHIM)

  • Bagikan