RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) RI mulai mengenalkan program Perlindungan Saksi dan Korban Berbasis Komunitas (PSKBK) di Provinsi Maluku. Diharapkan ada kerja kolaboratif dengan berbagai pihak,untuk memberikan penguatan dalam perlindungan saksi dan korban kekerasan di Maluku.
Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) RI, Sri Nurherwati mengatakan, publik telah menuntut kesiapan LPSK untuk menjangkau permohonan perlindungan yang masuk dari Sabang hingga Merauke.
“Tahun 2021 hingga 2023, permohonan untuk memberikan perlindungan pada saksi dan korban yang masuk di LPSK mengalami peningkatan. Dimana pada Tahun 2021 itu sebanyak 5, kemudian di Tahun 2022 sebanyak 21. Sementara di Tahun 2023 sebanyak 65,” kata Sri, saat dalam pembukaan kegiatan sosialisasi Program PSKBK yang digelar di Swiss-Bellhotel Ambon, Sabtu 22 Juni 2024).
Menurutnya, kondisi geografis yang sangat luas, terutama sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki LPSK juga merupakan salah satu tantangan yang harus dicarikan solusinya.
Ideal rasio di LPSK dengan jumlah permohonan sudah mulai menggelisahkan.
“Salah satu ikhtiar LPSK untuk menjawab dan mengatasi problematika tersebut adalah dengan menginisiasi lahirnya sebuah program yang berlandaskan kerja kolaboratif antar berbagai pihak,” ungkapnya.
Dia mengakui, untuk penguatan, karena selama ini juga LPSK bekerja secara kolaboratif. Di Maluku, LPSK menyadari kerja-kerja perlindungan saksi dan korban membutuhkan dukungan dari masyarakat sipil.
Konsepsi kerja kolaboratif itu kemudian diwujudkan melalui program perlindungan saksi dan korban berbasis komunitas.
“Ini yang sangat diharapkan nantinya untuk mengatasi situasi dan kondisi khususnya di provinsi Maluku,” katanya.
Dia bersyukur, adanya undang-undang tindak pidana untuk kekerasan seksual, dan penyebarannya telah merata di seluruh Indonesia. Negara harus hadir di tengah-tengah para korban dan saksi yang sedang mengalami penderitaan. (MON)