RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Tim Penyelidik Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku, akhirnya menindaklanjuti kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan 140 Ruko Mardika Kota Ambon yang merupakan aset milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku yang sebelumnya dilimpahkan oleh Tim Penyelidik Bidang Intelijen pada Januari 2024 lalu.
Sumber terpercaya media ini di Kantor Kejati Maluku menyebutkan, bahwa penanganan kasus tersebut telah dilimpahkan ke tahap penyelidikan oleh Jaksa Penyelidik Bidang Pidsus dan telah dilakukan pemanggilan terhadap Bos PT. Bumi Perkasa Timur (BPT), Franky Gaspary Thiopelus alias Kipe, yang dijadwalkan pada kamis pekan ini.
“Kajati sudah terbitkan surat perintah penyelidikan kasusnya, dan besok Bidang Pidsus layangkan surat panggilan untuk Kipe. Agenda pemeriksaan kalau bukan Kamis atau Jumat ini. Dimana, proses penyelidikan terdiri dari tim gabungan dari intel dan pidsus,” kata sumber yang meminta namanya dirahasiakan, kepada media ini, Senin, 10 Juni 2024.
Dia menjelaskan, di era Kajati Maluku Edyward Kaban, Bidang Intelijen sudah mulai memproses penyelidikan kasus tersebut dengan memanggil pihak-pihak terkait sejak September 2023. Namun sejak kasusnya dilimpahkan oleh Bidang Intelijen ke Bidang Pidsus pada Januari 2024, sampai dengan saat ini penanganan kasusnya terhenti.
“Januari 2024 Intel sudah limpahkan ke Pidsus untuk dilakukan penyelidikan tapi tidak jalan. Baru bulan ini mulai penyelidikan pidsus,” jelas sumber itu.
Menurutnya, sejumlah pihak terkait yang merupakan penyewa Ruko Mardika dan pihak bank telah dipanggil oleh Tim Penyelidik Bidang Intel Kejati Maluku untuk pengumpulan bahan keterangan.
“Dari ratusan pedagang penyewa ruko di tahun 2022 hingga 2023, sebanyak puluhan orang telah dimintai keterangan, termasuk pihak bank,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) dan Humas Kejati Maluku, Ardy, yang dikonfirmasi terkait pemanggilan terhadap Bos Kipe, mengaku tidak mengetahuinya secara pasti.
“Untuk nama-nama yang dipanggil, mohon maaf saya belum tahu karena itu kewenangan dari teman-teman di Pidsus,” ujarnya.
Untuk diketahui, penyelidikan kasus pengelolan ruko di kawasan Pasar Tradisional Mardika Ambon ini berdasarkan hasil rekomendasi Pansus bentukan DPRD Maluku atas temuan dugaan pelanggaran hukum oleh PT. Bumi Perkasa Timur terkait sewa ruko.
Satu dari 20 rekomendasi itu, Pansus mendorong aparat penegak hukum mengusut dugaan perbuatan melawan hukum maupun dugaan adanya unsur kolusi (penyalahgunaan kewenangan) dalam perjanjian kerja sama pemanfaatan 140 ruko yang merupakan aset milik Pemprov Maluku dengan PT. BPT.
Pansus bentukan DPRD Maluku menemukan 12 pemegang Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang menempati Pertokoan Pasar Mardika telah melakukan pembayaran kepada PT. BPT sebesar Rp18.840.595.750.
Sementara PT. BPT hanya menyetor ke kas daerah Pemprov Maluku sesuai Perjanjian Kerja Sama Pemanfaatan antara Pemprov dengan PT. BPT sebesar Rp 5 miliar. Rinciannya, untuk tahun 2022 sebesar Rp 250 juta dan untuk tahun 2023 sebesar Rp 4.750.000.000.
Selain itu, Pansus juga menemukan dugaan perbuatan melawan hukum dalam pengumuman pemenang tender pemanfaatan 140 ruko milik Pemprov Maluku yang dimenangkan PT. BPT. (RIO)