Bos PT. BPT ‘Segera’ Diperiksa Kejaksaan

  • Bagikan

Penyelidikan Kasus Ruko Mardika Terhenti

RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Bos PT. Bumi Perkasa Timur (BPT), Franky Gaspary Thiopelus alias Kipe, harus diperiksa segera oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Provinsi Maluku, terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan 140 Ruko Pasar Mardika yang merupakan aset milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku. Bila tidak, diduga ada upaya lobi agar kasus tersebut tidak dilanjutkan, padahal sudah dilimpahkan oleh Tim Intelijen Kejati Maluku kepada Tim Penyelidik Bidang Pidana Khusus (Pidsus) pada Januari 2024 lalu.

Dugaan tersebut disampaikan Pengamat Hukum, Dewinta Wally, SH kepada Rakyat Maluku, Rabu 29 Mei 2024.

“Kalau tidak ada upaya lobi, kenapa bisa sejak Januari sampai sekarang akhir Mei ini tidak ada perkembangan sama sekali. Bahkan, belum ada satu pun pihak terkait yang dipanggil Jaksa Penyelidik untuk diminta keterangan pasca kasusnya limpah Pidsus,” tegas Pengamat Hukum Dewinta Wally, SH.

Menurut Dewinta, sebaiknya proses penyelidikan kasusnya ditangani oleh Jaksa Penyelidik Bidang Intelijen hingga selesai. Sebab, ketika menerima laporan atau mendapatkan temuan kasus tersebut, mereka langsung melakukan pengumpulan data dan bahan keterangan yang diketahui dilakukan sejak September 2023 lalu.

Dimana, saat itu Tim Penyelidik Bidang Intelijen telah memanggil sejumlah pihak untuk diklarifikasi. Di antaranya ketua dan anggota assosiasi pengusaha ruko atau penyewa ruko, pihak bank yang menyewa ruko, dan pihak Pemprov Maluku dalam hal ini kepala Bidang Pengelola Aset pada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD).

“Kenapa bukan Bidang Intelijen saja yang tuntaskan proses penyelidikan kasusnya. Kan nanti kalau sudah ditemukan peristiwa pidananya, baru dilimpahkan ke Bidang Pidsus sekaligus meningkatkan kasusnya ke tahap penyidikan. Dari pada sekarang bidang Pidsus belum juga tindak lanjuti proses penyelidikan dari bidang Intel,” saran Dewinta.

Dia juga meminta kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku Agoes Soenanto Prasetyo, agar dapat serius dan mengevaluasi kinerja Bidang Pidsus agar proses penyelidikan kasusnya dapat segara ditindaklanjuti. Sehingga, publik terutama pedagang atau penyewa ruko di Pasar Mardika yang menjadi korban atas tindakan PT. BPT selaku pihak pengelola ruko, dapat merasakan keadilan atas keresahan mereka selama ini.

“Kasus ini harus segara diusut tuntas, jangan diamkan berlarut-larut. Kasihan para pelaku usaha terus mengeluh karena dipaksa membayar sewa ruko dengan harga yang dipatok pihak PT. BPT terlalu tinggi tanpa dasar hukum yang jelas, seperti tidak melibatkan pihak appraisal. Apalagi, dikabarkan bahwa akibat perbuatan PT. BPT telah menyebabkan kerugian daerah (Pemprov),” harapnya.

Terkait hal itu, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) dan Humas Kejati Maluku, Aizit P. Latuconsina, yang dikonfirmasi membantah bahwa Bos BPT Franky Gaspary Thiopelus alias Kipe atau siapapun itu telah melakukan upaya-upaya lobi atau intervensi di Kejaksaan terkait penanganan kasus ruko Mardika yang sementara ditangani oleh Tim Penyelidik Bidang Pidsus.

“Tidak benar itu, kasusnya masih jalan dan sementara didalami oleh Jaksa Penyelidik,” bantah Aizit.

Menurutnya, permintaan keterangan terhadap pihak-pihak terkait dalam kasus tersebut, termasuk Bos PT. BPT, Franky Gaspary Thiopelus alias Kipe, akan dilakukan setelah proses pendalaman oleh Jaksa Penyelidik.

“Setelah didalami baru Jaksa Penyelidik menentukan sikap untuk memanggil pihak-pihak terkait guna dimintai keterangannya,” jelas Aizit.

Hingga berita ini diterbitkan, Bos PT. BPT, Franky Gaspary Thiopelus alias Kipe, belum dapat dikonfirmasi.

Untuk diketahui, Pansus bentukan DPRD Maluku sebelumnya menemukan pemegang Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang menempati Pertokoan Ruko Pasar Mardika telah melakukan pembayaran kepada PT. BPT sebesar Rp18.840.595.750.

Sementara PT. BPT hanya menyetor ke kas daerah Pemprov Maluku sesuai Perjanjian Kerja Sama Pemanfaatan antara Pemprov dengan PT. BPT sebesar Rp 5 miliar. Dengan rincian, tahun 2022 sebesar Rp 250 juta dan untuk tahun 2023 sebesar Rp 4.750.000.000.

Selain itu, Pansus juga menemukan dugaan perbuatan melawan hukum dalam pengumuman pemenang tender pemanfaatan 140 ruko aset milik Pemprov Maluku yang dimenangkan PT. BPT. (TIM)

  • Bagikan