RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Pakar hukum tata negara dan konstitusi Dr Fahri Bachmid menanggapi usulan pengguliran hak interpelasi dan hak angket oleh DPR dalam mengusut dugaan kecurangan Pemilu 2024. Menurut Fahri, usulan itu tidak masuk akal atau absurd.
“Dalam kerangka hukum tata negara, hak angket, bersama dengan hak menyatakan pendapat dan hak interpelasi, merupakan instrumen pengawasan legislatif terhadap berbagai kebijakan yang diambil oleh eksekutif atau pemerintah. Namun, dalam konteks permasalahan Pemilu, penggunaan hak angket tersebut adalah absurd serta tentunya inkonstitusional, tidak dikenal dalam bangunan hukum Pemilu kita,” ujar Fahri dalam rilisnya kepada media ini, Kamis (22/2/2024).
Hal itu, menurutnya, selaras dengan Pasal 79 ayat (3) UU RI No 17/2014 tentang MD3 dengan jelas menyatakan bahwa Hak Angket dimaksudkan untuk mengawasi lembaga eksekutif, yang mencakup presiden, wakil presiden, menteri negara, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung, dan pimpinan lembaga pemerintah non-kementerian. Dia menilai permasalahan mengenai Pemilu sebaiknya diselesaikan di peradilan dalam hal ini adalah Mahkamah Konstitusi (MK).
Adapun aturan mengenai sengketa Pemilu, katanya, telah ditentukan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 telah menegaskan bahwa ‘Mahkamah Konstitusi berwenang memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum’. Jadi, lanjut Fahri, jalan itulah yang semestinya digunakan.
“Dengan demikian, jika hak angket digunakan sebagai alat untuk mengurai permasalahan Pemilu, maka pada hakikatnya itu telah masuk pada ranah sengketa Pemilu, yang tentunya merupakan yurisdiksi pengadilan, yang mana penyelesaiannya merupakan kompetensi absolut MK, bukan DPR,” katanya.
Fahri kemudian menyarankan para pihak yang tidak puas atas hasil Pemilu tertib menggunakan instrumen hukum atau kerangka hukum Pemilu yang tersedia.
“Ada banyak saluran konstitusional yang dapat ditempuh apabila merasa ada kecurangan pada pelaksanaan pemilu, yakni melalui Bawaslu, DKPP, maupun mengajukan sengketa ke MK, itu lebih genuine yang tentunya berbasis pada prinsip-prinsip konstitusionalisme,” jelasnya.
Sebelumnya, Ganjar mendorong partai pengusungnya menggulirkan hak angket dugaan kecurangan Pilpres 2024 di DPR. Ganjar mengatakan hak angket menjadi salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meminta pertanggungjawaban KPU dan Bawaslu.
Dalam keterangannya, Senin (19/2/2024), menurut Ganjar, hak angket yang merupakan hak penyelidikan DPR menjadi salah satu upaya untuk meminta pertanggungjawaban KPU dan Bawaslu terkait dengan penyelenggaraan Pilpres 2024. Pelaksanaan Pilpres diduga sarat kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
“Jika DPR tak siap dengan hak angket, saya mendorong penggunaan hak interpelasi DPR untuk mengkritisi kecurangan pada Pilpres 2024,” kata Ganjar dalam keterangan tertulis, Senin (19/2).
Ganjar mengatakan dugaan kecurangan di Pilpres 2024 harus disikapi. Menurutnya, partai pengusung dapat mengusulkan hak angket di DPR.
Diketahui, partai pengusung Ganjar yang berada di DPR ialah PDIP dan PPP. Menurutnya, usulan untuk mengajukan hak angket di DPR, dalam hal ini PDIP dan PPP, telah disampaikan dalam rapat TPN, pada Kamis (15/2).
Dalam kesempatan itu, Ganjar sempat menyampaikan ribuan pesan yang masuk dari relawan dan masyarakat terkait berbagai dugaan kecurangan di Pilpres 2024. Ganjar pun mendorong PDIP dan PPP mengeluarkan hak angket yang merupakan hak anggota DPR.
“Kalau ketelanjangan dugaan kecurangan didiamkan, maka fungsi kontrol nggak ada. Yang begini ini mesti diselidiki, dibikin pansus, minimum DPR sidang, panggil, uji petik lapangan,” ujar Ganjar. (RIO)