RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Pemberi dan penerima dari pada money politic (politik uang) dalam Pemilu 2024, sama-sama akan dikenakan sanksi pidana penjara maksimal dua sampai dengan empat tahun, dan denda maksimal Rp 24 sampai Rp 48 juta.
Hal ini ditegaskan Koordinator Divisi Sumber Daya Manusia dan Diklat Bawaslu Provinsi Maluku, Dr. Stevin Melay, M.Si, saat menjadi narasumber dalam Podcast Obrolan Rakyat Maluku dengan topik “Keamanan dan Pengawasan Pemilu Damai (Peran dan Tantangan)”, yang berlangsung di lantai II Kantor Harian Rakyat Maluku, Jalan Antari, Tanah Rata, Nomor 21, Desa Batumerah, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon, Selasa, 14 November 2023, sore.
Menurut Stevin, sanksi tersebut diatur dalam Pasal 523 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu yang menerangkan bahwa setiap pelaksana, peserta, dan atau tim kampanye pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye pemilu secara langsung atau tidak langsung diancam pidana penjara maupun denda.
“Jadi bukan saja pemberi, penerima pun sama-sama mendapatkan sanksi pidana. Bahkan, walau hanya menjanjikan saja sudah dikenakan sanksi pidana. Maka itu, bagi peserta dan juga tim kampanye untuk tidak melakukan kegiatan yang mengarah kepada pelanggan pidana pemilu, salah satunya adalah money politic,” tegas Stevin.
Dikatakan Stevin, kebanyakan pelaku money politic adalah mereka yang mempunyai kepentingan dalam kontestasi itu. Olehnya itu, dia berharap kepada masyarakat yang menemukan atau mengetahui adanya money politic tersebut, agar dapat dilaporkan secara langsung kepada Bawaslu.
“Jika ada yang menemukan, datangi Bawaslu dan membawa barang bukti uang dan menjadi orang yang melaporkan. Ketika syarat itu terpenuhi, maka kita akan tindak. Dan kalau itu menyangkut pidana pemilu, kita akan merekomendasikan ke Sentra Gakkumdu sebagaimana tugas dan kewenangannya,” harapnya.
Dia menjelaskan, sesuai PKPU No. 3 tahun 2022 yang mengatur tentang tahapan dan jadwal kampanye, maka setelah penetapan daftar calon tetap (DCT), maka akan dilanjutkan dengan masa kampanye selama 75 hari yang dimulai sejak 28 November 2023 sampai dengan 10 Februari 2024.
“Di dalam masa kampanye itu, hal yang paling mungkin terjadi itu adalah tindak pidana pemilu, yang salah satu jenisnya itu adalah money politic. Sehingga, selama 75 hari masa kampanye itu, saya minta dengan sangat untuk kita semua sama-sama tidak mengotori pesta demokrasi dengan cara-cara yang kotor,” jelas Stevin.
Hal senada juga disampaikan Komisioner KPU Provinsi Maluku Hanafi Renwarin, yang juga menjadi narasumber dalam podcast tersebut. Menurutnya, dalam Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilu, di dalamnya juga menegaskan tentang pelanggaran dan larangan kampanye.
Namun, dengan hadirnya Peraturan Bawaslu yang mengkonversikan dengan Pasal 523 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, maka diuraikan lebih jelas tentang sanksi administrasi maupun sanksi pidana. Sehingga, jika terdapat hal-hal yang mengarah pada pidana, maka akan langsung ditindak oleh Bawaslu sesuai dengan norma.
“Kalau kita lihat PKPU tahun 2019 tentang Kampanye itu diatur larangan dan juga sanksi. Karena itu, beberapa waktu lalu ketika kita beranggapan bahwa apabila tim kampanye atau pelaksana kampanye melakukan hal-hal yang diluar dari pada amanat PKPU, kita langsung mencegah untuk tidak melaksanakan lagi kampanye itu,” tandasnya.
Di kesempatan itu, Kabid Humas Polda Maluku Kombes Pol. M. Roem Oheirat, juga mengakui bahwa pada Pemilu 2019 lalu, baik Pileg maupun Pilkada di beberapa daerah selalu ditemukan adanya money politic. Meski diprediksi pada Pemilu 2024 nanti tidak menutup kemungkinan praktek serupa akan terjadi, kata Roem, pihaknya telah mengantisipasinya.
“Kita ada Satgas Gakkum yang mempunyai tugas utama untuk memberikan penegakkan hukum memproses terhadap orang-orang yang melanggar, salah satunya adalah money politic. Maka itu, kami berharap mudah-mudahan pada Pemilu 2024 nanti tidak ada, dimana kesadaran masyarakat sudah muncul.
Menurutnya, semua orang dapat menyadarkan masyarakat, terutama adalah insan pers tentang bagaimana memberikan edukasi melalui pemberitaan. Sehingga, masyarakat sebagai peserta pemilih dapat menggunakan haknya secara baik dan benar di tempat pemungutan suara (TPS).
“Jadi, masyarakat harus tahu bahwa ketika ada caleg atau calon yang menggunakan money politic, maka sudah akan pasti kelak dia menang dan akan berusaha dengan cara-cara yang curang. Jadi apabila caleg curang dan dia menang, sudah pasti kedepannya dia akan curang juga. Maka itu kami imbau jangan pilih caleg yang curang,” imbau Roem.
Sementara itu, Akademisi FISIP Unpatti Ambon Said Lestaluhu S.Sos, M.SI, mengungkapkan, money politik itu seperti kentut yang bisa dicium baunya namun sulit untuk melihatnya.
“Satu masalah yang klasik itu soal money politic, ini menjadi ancaman kita dalam pelaksanaan kegiatan pemilu. Setiap kali pelaksanaan kegiatan pemilu selalu saja kita dihadapi oleh berbagai isu money politik yang bagi saya seperti kentut,” terangnya.
Dia berharap, penyelengara, pengawas maupun aparat penegak hukum pada Pemilu 2024 harus memberikan penguatan kepada masyarakat agar dapat berani melaporkan setiap pelanggaran pemilu disertai bukti. Sebab, dikhawatirkan ketika kandidat tersebut terpilih, maka kedepannya dia akan melakukan penyalahgunaan kewenangan.
“Misalnya kalau dia sudah mengeluarkan uang banyak, pasti dia akan berusaha untuk mengembalikan apa yang sudah dikeluarkan sebelumnya. Apalagi, ketika seseorang yang dipilih melalui cara-cara yang curang, itu sangat mempengaruhi kredibilitasnya di mata masyarakat,” harap Said. (RIO)