Ungkapan KrisMuha bagi kebanyakan warga Muhammadiyah tentu sudah tidak asing. Kata KrisMuha merupakan sebuah akronim atau padanan kata dari singkatan Kristen Muhammadiyah: KrisMuha.
Di hadapan ratusan undangan dan peserta Pelantikan Pengurus Wilayah (PW) Muhammadiyah Maluku Periode 2023-2027 di bawah kepemimpinan DR.H. Muhammad Taib Hunsouw, M.Ag dan PW Aisyiyah Maluku Periode 2023-2027 yang diketuai Ummu Sa’idah, Gubernur Maluku Irjen Pol (Purn) H. Murad Ismail, Sekda Maluku Ir. Sadali Lie, M.Si, dan para Forkopimda bertempat di Gedung Islamic Center, Ambon, itu Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah DR. H.Agung Danarto, M.Ag menyoal KrisMuha sebagai sebuah istilah baru di kalangan Muhammadiyah, Sabtu, (11/11/23).
Akronim KrisMuha ini mengacu pada sebuah terminologi dari munculnya fenomena bahwa Muhammadiyah sebagai organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di Indonesia yang bergerak di bidang pendidikan dan kesehatan memiliki peran yang terbuka, egaliter, dan toleran.
Fenomena KrisMuha itu berdasarkan pada sebuah studi yang dilakukan oleh Muhammadiyah melalui buku karya Abdul Mu’ti dan Fajar Riza Ulhaq terbitan Juni 2023 berjudul: Kristen Muhammadiyah: Mengelola Pluralitas Agama dalam Pendidikan.
Dalam mengembangkan misi di bidang pendidikan melalui karya buku ini memperlihatkan kiprah lembaga pendidikan organisasi yang didirikan oleh KH.Ahmad Dahlan pada 1912 di Jogyakarta ini menunjukkan fenomena KrisMuha telah melampaui batas-batas kelompok bahkan sekat antaragama.
Dari penelitian itu diketahui bahwa fenomena KrisMuha bisa dilihat pada pola interaksi lembaga-lembaga pendidikan Muhammadiyah tidak saja diperuntukkan untuk kaum muslim tapi juga untuk non-muslim di banyak pelosok di Indonesia.
Salah satu keunikan pola interaksi dari toleransi KrisMuha itu ditunjukkan oleh Dr.Agung Danarto seperti pada pendirian sekolah-sekolah Muhammadiyah dan Kampus Universitas Muhammadiyah di Sorong dan Jayapura di Tanah Papua.
Atau di daerah-daerah terpencil lainnya yang masuk dalam kategori 3T (Terdepan, Terpencil, dan Terluar) seperti di Kota Ende Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), di Kota Serui Provinsi Papua, dan Kota Putussibau Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar).
Di Kota Sorong, misalnya. Di ibukota Provinsi Papua Barat itu 70 persen mahasiswa Universitas Muhammadiyah adalah non-muslim. “Sisanya 30 persen adalah muslim,” ujarnya.
Sebagai sebuah fenomena, KrisMuha sudah lama menjadi salah satu entitas keragaman bagaimana Muhammadiyah ikut berkontribusi di tengah komunitas agama lain. Sejak lama Muhammadiyah telah memperlihatkan sebagai sebuah organisasi yang inklusif dan toleran.
Meminjam istilah DR.Agung Danarto Muhammadiyah telah menjadi sebuah gerbong dari sebuah tradisi besar dalam mendorong dan memajukan peradaban di usia yang kini telah memasuki lebih 111 tahun itu.
Jika di abad pertama Muhammadiyah telah berkiprah memajukan lembaga pendidikan hingga ke pelosok desa, maka memasuki abad ke-2 ini selain tetap menjadi organisasi yang inklusif dan toleran kedepan Muhammadiyah akan lebih fokus pada upaya peningkatan kualitas lembaga-lembaga pendidikan.
Fenomena KrisMuha tentu harus menjadi tolok ukur dalam memajukan lembaga pendidikan Muhammadiyah sejalan dengan ajaran Islam dalam mengedepankan misi utama untuk memajukan alam semesta sebagai rahmatan lil alamin yang baldatun taiyibatun wa rabbun gafur yang telah dikembangkan sebelumnya oleh Nabi Muhammad SAW.
Syarat untuk memajukan tradisi keilmuan pada lembaga-lembaga pendidikan agama dalam memajukan alam semesta itu hanya ada di Indonesia.
Indonesia adalah negara yang aman dan damai untuk meneruskan tradisi besar semenjak zaman nabi itu. Dan, Muhammadiyah tentu ikut berperan mendorong dan memajukan alam semesta ini untuk melanjutkan tradisi besar tersebut.
Berbeda dengan Timur Tengah yang kini dilanda perang, Indonesia memenuhi syarat karena kondisinya yang aman dan damai untuk meneruskan tradisi keilmuan dengan tetap mengedepankan semangat toleransi dengan umat lain guna menjadikan generasi masa depan Indonesia yang terdidik.
Untuk melanggengkan tradisi keilmuan yang terbuka dan toleran tidak ada cara lain kita harus terus membangun kerjasama. Bekerja bersama di sini bukan hanya dengan kalangan Islam tapi juga dengan sesama umat.
“Berorganisasi itu harus bekerja dan membangun kerjasama yang simbiosis dengan pemerintah. Membangun peradaban bukan hanya sekadar berkumpul. Sebuah peradaban hanya bisa langgeng melalui kerjasama,” ujarnya.
Mengutip Prof.Dr.H.Irwan Akib, M.Pd saat pembukaan Muswil Muhammadiyah Maluku, (10/3/23), disebutkan bahwa dalam menjalankan misi dakwahnya sejak berdiri 1912, Muhammadiyah sangat care pada persoalan kerjasama dalam berbangsa untuk keadilan sosial dan kemanusiaan.
“Misi sosial dan kemanusiaan Muhammdiyah itu tidak melihat latar belakang sosial dan agama: Islam atau bukan. Yang kami layani itu manusia. Jadi Muhammadiyah hadir untuk kemanusiaan bukan untuk diri sendiri,” ujar Prof Akib.
Ini bukan kali pertama di tempat yang sama tujuh tahun lalu 2017 diakui oleh DR. Agung Danarto saat digelarnya Sidang Tanwir Muhammadiyah yang dibuka Presiden Joko Widodo itu pernah mencetuskan apa yang disebut dengan “Resolusi Ambon”.
Resolusi mana telah mencetuskan lima point rekomendasi. Salah satu yakni pentingnya tercipta keadilan sosial berupa terpenuhinya pemenuhan hajat hidup manusia sesuai harkat dan martabat sebagai makhluk Tuhan yang sempurna. Keadilan sosial di sini berarti pemerataan kesejahteraan dan pendidikan secara proporsional bagi seluruh rakyat.
Di Sidang Tanwir yang ditutup Wapres HM.Jusuf Kalla di Ambon saat itu juga direkomendasikan berdirinya Universitas Muhammadiyah Maluku (UNIMKU) yang kini dipimpin Rektor DR.H.Mohdar Yanlua, Klinik Apung Said Tuhuleley, dan RSU Muhammadiyah Maluku. Sayang, hingga kini RSU Muhammadiyah belum terwujud.
Yang baru terwujud selain Kampus UNIMKU, Klinik Apung Said Tuhuleley, juga disusul Klinik Pratama Rawat Jalan Abu Sofyan, serta Gedung Center Aisyiah.
Mengutip sambutan Gubernur Maluku Murad Ismail yang mengungkapkan kembali ungkapan bijak dari sang pendiri tokoh Muhammadiyah KH.Ahmad Dahlan: “Hidup-hidupkanlah Muhammadiyah, Jangan Mencari Penghidupan di Muhammadiyah,” menuntut para pengurus baru Muhammadiyah di bawah kepemimpinan DR. Muhammad Taib Hunsouw selalu melekat dan menjiwai pesan-pesan KH.Ahmad Dahlan pada setiap pengurus.
Semoga fenomena KrisMuha sebagaimana disebutkan DR.Agung Danarto di atas menjadikan lembaga pendidikan Muhammadiyah Maluku menjadi catatan bagi para pengurus yang baru dilantik untuk tetap menjadikan lembaga ini sebagai organisasi yang inklusif dan menjadi bagian penting dari kontribusi kita dalam rangka membangun generasi Muhammadiyah Maluku yang toleran dengan tetap saling menjaga dan menghargai perbedaan di Tanah Manise tercinta.(*)