RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Anda yang sering membaca Kitab Barzanji Syaraful Anam pada setiap acara peringatan Maulid Nabi tentu tidak akan lupa yang namanya Imam Abdul Wahid Bin Ismail. Terhadap mereka yang memperingati dan membaca Maulid Nabi semestinya adalah orang-orang yang bergelimang hidayah.
Kisah tentang Maulid Nabi dan sosok Imam Abdul Wahid Bin Ismail itu diceritakan kembali Ustad Alhafidz Zulkifli “Zul” Farojai saat menjadi penceramah pada Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW oleh Majelis Taklim Al-Haramain 19 di Masjid Nurul Hijrah, Desa Nania, Kota Ambon, Minggu, (22/10/23).
Siapa yang dimaksud Imam Abdul Wahid Bin Ismail dalam kitab itu? “Ia tidak lain adalah Guru Imam Syihabuddin Bin Ali Bin Qasim Al-Maliki Al-Andalusi, penulis Kitab Maulid Syaraful Anam,” ujar Ustad Zul.
Di sana di halaman 50 di kitab karyanya itu ternyata ada cerita menarik tentang Maulid Nabi dari mimpi sosok seorang perempuan Yahudi.
Dari kisah di kitab itu memberi pelajaran bahwa mereka yang memperingati Maulid Nabi adalah sumber hidayah. Pun mereka yang membacanya sudah semestinya adalah orang-orang yang bergelimang hidayah.
“Perangai mereka adalah perangai hidayah. Dan hidup mereka adalah cerminan dari hidayah dalam diri mereka,” ujar Ustad Zul.
Pengakuan wanita Yahudi lewat mimpinya itu menunjukkan Nabi Muhammad begitu mencintai ummatnya, hingga beliau tidak memusnahkan suatu kaum sebagaimana dilakukan nabi-nabi terdahulu. Seperti Nabi Nuh AS yang mendoakan kebinasaan bagi mereka yang ingkar kepada Allah dengan menimpakan air bah kepada mereka.
Kisah tentang Nabi Nuh termaktub dalam Al-Quran Surah Nuh Ayat 26. “Dan Nuh berkata, “Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi.”
Gelombang peperangan Nabi Muhammad SAW melawan Yahudi tidak mendatangkan kebinasaan bagi mereka, karena Nabi Muhammad tidak menginginkan kebinasaan bagi ummatnya.
Sudah sepatutnya, kata Ustad Zul, mereka yang merayakan Maulid Nabi memiliki cinta yang besar kepada sesama, karena Nabi Muhammad begitu cinta kepada umatnya. “Tidak beriman seorang hamba hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri” (HR. Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik RA).
Bukti cinta seorang muslim terhadap saudaranya adalah merasakan derita yang mereka rasakan. Mereka ikut tersiksa dan terluka melihat penderitaan saudaranya sebagaimana yang terjadi di Palestina dan Jalur Gaza.
Gaza adalah wilayah yang teramat kecil, lebarnya hanya 9,5 Km dan total luasnya hanya 225 Km. Negeri ini sudah 20 tahun diblokade dengan tembok setinggi delapan meter dan panjang 65 Km.
“Mereka hidup dari bantuan kemanusiaan, kekurangan makanan, akses air minum yang terbatas dan listrik yang tidak memadai. Mereka adalah orang-orang yang selama ini melakukan pembelaan terhadap Al-Aqsah dan Palestina melalui gerakan perlawanan Hamas,” ujarnya.
Ketika Hamas melontarkan rudalnya pada Sabtu 7 Oktober 2023 lalu bukan berarti Hamas mencari masalah dengan Israel tapi sungguh Israel selama 70 tahun lamanya telah menginvasi Palestina dan puncaknya pada perayan Sukkot di tanggal 29 September – 6 Oktober yang lalu.
“Sebanyak 420 orang pemukim ilegal Israel memaksa masuk Masjid Al-Aqsah hingga terjadilah bentrokan dengan Murabithin (penjaga Masjid Al-Aqsah). Mereka menodainya, membunuh wanita serta melarang salat di Kompleks Al-Ibrahimi,” ujarnya.
Diceritakan, jauh sebelum itu Israel juga telah melakukan banyak pembunuhan dan upaya Yahudisasi di Tibris, Hebron, Bait Lahm dan sejumlah tempat lainnya.
Itulah membuat alasan mengapa Hamas melakukan semua kejahatan itu dengan cara melontarkan roketnya ke wilayah Israel semata-mata demi melindungi kesucian Baitul Maqdis dan mengambil kembali tanah dan hak kemerdekaannya.
Jadi mereka yang merayakan Maulid Nabi itu, kata dia, tidak lain bagian dari mereka yang mencintai saudaranya, mereka yang mendukung perjuangan saudaranya, dan berpihak pada kepentingan saudaranya.(DIB)