RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Bendahara Pengeluaran Kantor Balai Latihan Kerja (BLK) Kota Ambon, Leuwaradja Hendrik Marthin Ferdinandus alias Leo, divonis delapan tahun penjara dalam persidangan yang digelar Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Ambon, Senin, 16 Oktober 2023.
Di tempat yang sama, mantan (eks) Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Maluku, dr. Hendrita Tuanakotta, M.Kes, juga divonis penjara selama tiga tahun.
Terdakwa Leo, selain dihukum penjara juga divonis denda sebesar Rp500 juta subsider enam bulan kurungan dan dibebankan membayar uang pengganti sebesar Rp2.030.873.555 subsider dua tahun kurungan.
Ketua Majelis Hakim Rahmat Selang, dalam amar putusannya menyatakan perbuatan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi penggunaan anggaran rutin BLK Ambon tahun anggaran 2021.
“Perbuatan terdakwa Leuwaradja Hendrik Marthin Ferdinandus melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 ayat UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor,” katanya.
Menurut Rahmat, hal-hal yang memberatkan yakni perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah untuk pemberantasan tindak pidana korupsi. Dan akibat tindakan memperkaya diri sendiri atau orang lain, mengakibatkan adanya kerugian keuangan negara sebesar Rp2.030.873.555.
“Sedangkan hal-hal yang meringankan adalah terdakwa berlaku sopan dalam persidangan, terdakwa menyesali perbuatannya dan merasalah bersalah, terdakwa belum pernah dihukum dalam suatu perkara pidana, terdakwa memiliki tanggungan keluarga yaitu memiliki istri dan anak-anak,” ungkapnya.
Dijelaskan, terdakwa Leo selaku Bendahara Pengeluaran pada BLK Ambon sejak Desember tahun 2020 sampai dengan Desember tahun 2021, telah melakukan perbuatan secara melawan hukum dalam penggunaan Anggaran Rutin BLK Ambon tahun Anggaran 2021.
Di antaranya, pertama, membuat sendiri atau memalsukan bukti-bukti pengeluaran berupa nota/kuitansi (membuat nota/kuitansi fiktif) untuk dimasukan dalam pertanggungjawaban belanja bahan sebagaimanan tercantum dalam transaksi di DRPP.
Kedua, mempertanggungjawabkan belanja bahan sebagaimana tercantum dalam DRPP tetapi tidak ada bukti-bukti pengeluarannya serta membuat sendiri atau memalsukan bukti-bukti pengeluaran, sehingga nilai belanja bahan dalam pertanggungjawaban belanja tidak sesuai dengan belanja sebenarnya (Markup).
“Hal ini bertentangan dengan Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 yang menyebutkan bahwa pejabat yang menandatangani dan atau mengesahkan dokumen yang berkaitan dengan surat bukti yang menjadi dasar pengeluaran atas beban APBN/APBD bertanggung jawab atas kebenaran material dan akibat yang timbul dari penggunaan surat bukti dimaksud,” jelasnya.
Usai mendengarkan pembacaan amar putusan oleh Ketua Majelis Hakim Rahmat Selang, didampingi dua hakim anggota, Antonius Sampe Samine dan Agus Hairullah, baik JPU maupun Penasehat Hukum terdakwa, sama-sama menyatakan pikir-pikir.
Ketua Majelis Hakim kemudian memberikan batas waktu selama tujuh hari untuk kedua pihak untuk menyatakan sikap, apakah menerima putusan hakim ataukah ingin mengajukan upaya hukum banding.
Sementara itu, Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Ambon menjatuhkan hukuman pidana penjara kepada mantan (eks) Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Maluku, dr. Hendrita Tuanakotta, M.Kes, selama tiga tahun.
Kepala Seksi Penuntutan (Kasi Tut) Kejati Maluku, Achmad Attamimi, mengatakan, terdekwa dr. Hendrita Tuanakotta juga dihukum denda Rp200 juta subsider dua bulan kurungan, dan dibebankan membayar uang pengganti sebesar Rp829.299.698 dikurangi pengembalian Rp44 juta dan tersisa 785.299.698 subsider 1,6 tahun kurungan.
Sebab, perbuatan terdakwa dr. Hendrita Tuanakotta terbukti melakukan tindak pidana korupsi Pembayaran Jasa Medical Check Up (MCU) Pemilihan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten/ Kota dan Provinsi Maluku pada RSUD Dr. M. Haulussy Ambon tahun anggaran 2019-2020.
“Sidang putusannya sudah digelar pada Jumat pekan kemarin. Dimana, perbuatan terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana,” katanya, saat dikonfirmasi media ini di kantornya.
Dia menjelaskan, hukuman tersebut lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Maluku yang menuntut terdakwa selama tiga tahun dan enam bulan (3,6) pidana penjara, denda Rp50 juta subsider dua bulan kurungan dan dibebankan membayar uang pengganti sebesar Rp785.299.698 subsider satu tahun dan delapan bulan (1,8) kurungan.
“Dari total uang pengganti sebagai kerugian negara itu, JPU telah memperhitungkan dengan uang yang dikembalikan terdakwa kepada JPU sebesar Rp 44 juta yang telah disetorkan ke rekening RPL Pengadilan Negeri Ambon pada Bank Mandiri untuk menutupi uang pengganti,” jelas Achmad.
Dikatakan Achmad, terhadap putusan majelis hakim yang dipimpin Martha Maitimu, baik JPU maupun Penasehat Hukum (PH) terdakwa, sama-sama menyatakan pikir-pikir.
“Semua masih pikir-pikir, sehingga ketua majelis hakim memberikan batas waktu kepada JPU dan PH selama tujuh hari untuk menyatakan sikap, apakah menerima putusan hakim ataukah ingin mengajukan upaya hukum banding,” pungkasnya. (RIO