RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Bukannya dilindungi pihak sekolah, seorang siswa SMAN Siwalima Ambon yang duduk di bangku kelas 11 IPA berinisial APS, yang masih trauma karena menjadi korban bullying oleh kakak kelasnya di sekolah, malah mendapat intimidasi dari guru-gurunya.
Hal ini diungkapkan S, ayah korban, seorang anggota Polri berpangkat Ajun Komisaris Polisi (AKP), saat ditemui media ini di rumahnya, Sabtu, 30 September 2023.
Menurut S, intimidasi pihak sekolah terhadap anaknya itu terjadi setelah ibu korban membuat laporan polisi nomor: LP/B/251/IX/2023/SPKT/ Polda Maluku tertanggal 19 September 2023, dengan terlapor masing-masing inisial E, D, J, F dan J, yang adalah kakak kelas korban.
“Setalah laporan polisi ini tersiar, anak saya seperti diintimidasi. Karena anak saya ini sering dipanggil gurunya ke ruangan. Seolah-olah kalau kami lanjut proses hukum, maka akan berdampak pada proses belajar dan masa depan pendidikan anak saya,” ungkapnya.
Tak hanya korban, saksi-saksi maupun teman sekolah korban yang pernah menjenguk korban di rumah, lanjut S, juga diintimidasi oleh pihak sekolah untuk tidak boleh menceritakan kronologis aksi bullying yang dialami anaknya di sekolah kepada siapapun.
“Jadi, ada delapan orang teman sekolah anak saya ini datang ke rumah untuk menjenguk kondisi anak saya. Ketika mereka kembali ke sekolah, mereka dipanggil oleh guru bidang kesiswaan yang intinya apa yang diceritakan anak saya soal kejadian di sekolah tidak boleh diceritakan lagi kepada siapapun,” terangnya.
“Yang jenguk saya kan empat perempuan dan empat laki-laki. Awalnya itu empat perempuan yang duluan dipanggil guru BK, mereka ditanya apa saja yang saya ceritakan di rumah. Lalu mereka mengatakan bahwa saya hanya bercerita ke teman laki-laki. Kemudian yang laki-laki dipanggil dan diminta untuk tidak menceritakan kronologis yang saya sampaikan kepada siapapun,” sambung korban APS.
Harusnya, kata ayah korban, para pelaku ini yang sering dipanggil oleh pihak sekolah untuk mendapatkan pembinaan. Sehingga, masalah tersebut menjadi pembelajaran bagi mereka dan yang siswa lainnya untuk tidak bersikap sewenang-wenang di sekolah.
“Harusnya kan para pelaku ini yang dipanggil untuk diberikan pembinaan, bukan anak saya terus yang dipanggil ke ruangan guru,” kesalnya.
Dia juga mengaku kecewa lantaran sejak masalah tersebut, mereka sebagai orang tua korban tidak pernah dipanggil oleh pihak sekolah untuk membicarakan dan menyelesaikan persoalan yang ada.
“Kami pihak orang tua korban tidak pernah dipanggil pihak sekolah. Dan masalah ini seakan didiamkan oleh pihak sekolah. Malah saya yang berinisiatif ke sekolah. Saya ketemu Plh kepala sekolah dan empat guru, saya tanyakan bagaimana sikap sekolah terhadap anak saya, lalu mereka katakan akan memberikan sanksi kepada pelaku,” katanya.
“Dan sanksi dari sekolah itu adalah para pelaku hanya dihukum tidak tinggal di dalam asrama. Jadi, mereka dipulangkan ke rumah masing-masing. Bagi saya, ini bukan hukuman tapi hadiah bagi pelaku. Karena setiap anak pasti lebih nyaman tinggal di rumah sendiri dari pada di dalam asrama sekolah yang banyak aturan,” tambahnya.
Tak puas dengan sanksi yang diberikan pihak sekolah kepada para pelaku, S kemudian menegaskan dalam pertemuan dengan pihak sekolah itu bahwa dirinya akan tetap memproses hukum kasus ini sampai tuntas.
“Saya sangat kecewa tidak ada sikap tegas dari pihak sekolah. Lalu saya tegaskan bahwa saya tetap memproses hukum masalah ini. Dan saya sudah sampaikan ke pihak sekolah bahwa akan memindahkan anak saya ke sekolah lain yang lebih baik. Anak saya yang saya harapkan bisa meneruskan perjuangan saya, kalau sudah cacat seperti ini, siapa mau terima,” tegasnya.
“Apalagi, informasi yang saya peroleh ternyata yang sudah pindah dari SMAN Siwalima Ambon ke sekolah lain ada 15 orang, semuanya kelas 11,” tambah ayah korban.
Dia berharap, Pemerintah Provinsi Maluku melalui Dinas Pendidikan dapat melihat persoalan ini dan mengevaluasi kinerja guru-guru di SMAN Siwalima Ambon. Hal ini demi mewujudkan rasa aman dan nyaman bagi siswa-siswinya, terutama bagi orang tua murid yang menitipkan anak-anaknya di asrama sekolah tersebut untuk mendapatkan pendidikan yang layak tanpa kekerasan.
“Dan kepada pihak Polda Maluku, kami sebagai orang tua murid juga berharap agar laporan kami dapat segera diproses dan ditindaklanjuti. Sehingga, masalah ini dapat menjadi efek jerah bagi para pelaku dan lainnya untuk tidak melakukan kekerasan di sekolah,” harapnya.
Sementara itu, Wakil Kepala Sekolah (Wakasek) Bidang Kesiswaan SMAN Siwalima Ambon, Ulis Risambessy, yang dikonfirmasi media ini via telepon maupun pesan WhatsApp (WA), tidak merespon hingga berita ini diterbitkan. Padahal, nomor teleponnya aktif dan pesan yang dikirim via WA juga masuk alias tercentang dua. (RIO)