Kebenaran Baru

  • Bagikan

Saat ini telah terjadi sebuah distorsi soal kebenaran. Namanya kebenaran baru. Kebenaran mana telah mengalahkan kebenaran absolut yang dibentuk melalui persepsi.

Ungkapan “kebenaran baru mengalahkan kebenaran absolut” itu saya tangkap saat mengikuti kajian rutin bulanan yang diselenggarakan Pengurus Wilayah (PW) Muhammadiyah Maluku melalui Lembaga
Majelis Tabliq dan Dakwah Komunitas yang diketuai Ustad Abdul Rasyid Kotalima, S.Pd, MM, Minggu, (17/9/23).

Saya memang memilih mengikuti kajian ini selain ingin melihat dari dekat Pusat Pendidikan Muhammadiyah Ambon, tempat di mana kini Kampus Universitas Muhammadiyah Maluku, SMP dan SMK Muhammadiyah sebagai tempat lokasi pendidikan di Kawasan Wara, Batumerah, Ambon.

Kajian rutin ini selain diikuti oleh Ketua PW Muhammadiyah Maluku DR.H.M.Thaib Hansouw, M.Ag, juga ada Ketua Majelis Tarjih Muhammadiyah Maluku M.Hatta Ingratubun, Lc.

Acara sore kemarin itu ikut terlihat politisi dan aktivis Muhammadiyah H.Sudarmo, Isa Raharusun, Abd Majid Makassar dll.

Juga diikuti para pimpinan dan pengurus lembaga yang bernaung di bawah PW Muhammadiyah Maluku.

Sebagai sebuah fenomena, “kebenaran baru” saat ini bisa terbaca dari framing yang dibuat melalui hasil survei yang seolah-olah diciptakan sebagai sebuah kebenaran.

Padahal sesungguhnya itu hanyalah sosial branding yang sengaja diciptakan untuk menarik perhatian dan kita pun digiring lalu menganggap itu sebagai sebuah kebenaran baru.

Inilah sejak jauh hari telah diisyaratkan dalam beberapa riwayat yang disebutkan bahwa: “Kebenaran yang tidak terorganisir akan dikalahkan oleh kejahatan yang terorganisir.”

Dalam dunia akademik memang ada namanya kebenaran ilmiah yang dihasilkan oleh manusia melalui fakta empiris, tapi jika kebenaran itu dibuat atau dibranding berdasarkan persepsi dan kita dipaksa seolah-olah meyakini sebagai sebuah kebenaran baru dan mengabaikan kebenaran mutlak ini sangat berbahaya.

Fenomena munculnya sosial media saat ini seolah telah menggiring kita pada suasana ingin tampil dan dikenal hingga bisa membuat kita menjadi orang yang riya.

Yakni sebuah sikap untuk ingin selalu dipuja atau memamerkan suatu kelebihan baik berupa kekayaan atau keunggulan yang kita miliki untuk diketahui orang lain.

Dan mereka yang hanya mengandalkan popularitas, selamanya mereka itu tidak akan pernah jujur dan orang seperti itu ia tidak akan pernah khusu’.

“Jadi kita saat ini sedang dibangun sebuah opini atau persepsi pada sebuah kebenaran baru yang dibentuk melalui framing dan kita pun mempercayainya seolah-olah sebagai kebenaran,” ujarnya.

Kondisi itu membuat suasana kebatinan dan ketenangan rohaniah kita ikut terganggu.

Itu pula membuat kita harus berkomtemplasi merenungi kembali semua yang terjadi dengan selalu mengedepankan ilmu dan pengetahuan sebagai garda terdepan.

Muhammadiyah Maluku tentu bisa menjadi lokomotif pengembangan ilmu pengetahuan melalui lembaga-lembaga pendidikan, dakwah, dan amal usaha di daerah ini.

“Orang-orang Muhammadiyah itu adalah kader-kader dakwah. Karena itu mereka ini haruslah menjadi khairunnas atau pelopor kebaikan untuk manusia,” ujar Ustad Abdul Rasyid Kotalima.

Bagi Muhammadiyah, pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, kesehatan, dan amal usaha merupakan fokus utama yang menjadi tujuan organisasi ini didirikan.

Karena itu sebagai pelopor pendidikan selain punya sekolah Muhammadiyah Maluku kini juga sudah punya Kampus UNIMKU dan menyusul RSU Muhammadiyah.

Dalam rangka mengembangkan misi tersebut kampus yang baru berdiri 2020 lalu itu tentu bakal menjadi salah satu lokomotif pendidikan bersama perguruan tinggi lainnya di Tanah Manise.

Tentu melalui lembaga pendidikan tinggi yang dipimpin Rektor DR. Mohdar Yanlua, M.Ag ini kita harapkan lahir kader-kader dakwah dan ilmuwan yang hebat.

Yakni sebuah generasi yang kelak melahirkan sosok-sosok pemimpin yang cakap dalam menyampaikan sebuah kebenaran atas temuan berdasarkan pada fakta ilmiah empiris. Atau —sebagaimana diungkapkan Ketua Lembaga Majelis Tabliq dan Dakwah Komunitas yang diketuai Ustad Abdul Rasyid Kotalima, S.Pd, MM— bukan “kebenaran baru” berdasarkan asumsi atau persepsi yang dibentuk melalui framing sebagaimana dilakukan pada hasil survei selama ini.(*)

  • Bagikan