RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Seram Bagian Barat (SBB) meminta majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Ambon yang mengadili perkara dugaan korupsi sisa Dana Siap Pakai (DSP) untuk penanganan darurat bencana gempa bumi di wilayah Kabupaten SBB tahun 2019, agar dapat menolak Pleidoi (Pembelaan) penasehat hukum terdakwa Marlin Mayaut, untuk seluruhnya.
Sebab, perbuatan mantan kepala Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi pada BPBD Kabupaten SBB itu, terbukti bersalah sebagaimana dalam Dakwaan Primair Penuntut Umum, yakni melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Kami meminta pertimbangan majelis hakim agar dalam putusannya juga dapat mempertimbangkan bukan saja kepentingan terdakwa, namun juga rasa keadilan masyarakat. Fiat Justitia Ruat Culeum, yaitu hukum harus ditegakkan walaupun langit akan runtuh,” tegas JPU Raymond Noya, saat membacakan Replik dalam persidangan, Senin, 11 September 2023.
JPU juga meminta majelis hakim agar dapat menjatuhkan hukuman pidana penjara kepada terdakwa Marlin Mayaut selama tujuh tahun dan enam bulan (7,6), denda Rp300 juta subsider enam bulan kurungan, dan membayar uang pengganti sebesar Rp600 juta subsider tiga tahun kurungan, dari nilai kerugian keuangan negara sebesar Rp1 miliar.
“Menjatuhkan putusan sebagaimana surat tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang telah dibacakan pada 21 Agustus 2023. Dimana, berdasarkan hasil audit BPKP Perwakilan Provinsi Maluku, perbuatan terdakwa Marlin Mayaut telah menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp1 miliar,” harapnya.
Sebelumnya, dalam sidang Pleidoi atau Pembelaan, terdakwa Marlin Mayaut meminta keringanan hukuman dari majelis hakim lantaran dirinya tidak merasa bersalah.
Pantauan media ini, pembelaan terdakwa Marlin Mayaut itu langsung dibantah oleh Ketua Majelis Hakim Rahmat Selang.
“Anda tidak bersalah? Anda punya SK pengangkatan (Pejabat Pembuat Komitmen atau PPK) dari siapa?,” tanya hakim
“Dari bupati,” jawab terdakwa Marlin.
“Nah, hal ini kan sudah salah. Uang itu dari Pemerintah Pusat lewat BNPB RI. Mestinya yang memberikan SK sebagai PPK itu mereka (BNPB), bukan bupati,” bantah hakim. (**)