RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Yonly R. Melay, pelapor kasus dugaan korupsi pengelolaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Seram Bagian (SBB) tahun anggaran 2020, mengaku heran dengan kinerja penyelidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku, yang tak kunjung memproses pelaporannya hingga saat ini.
Padahal, Yonly mengaku semua bukti-bukti kejahatan yang diduga dilakukan oleh tiga orang terlapor, yakni Tasrif Latulumanina, Arafat dan Ikram Patty, masing-masing selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) kegiatan pengelolaan DAK Fisik pada Disdikbud Kabupaten SBB tahun anggaran 2020, telah diserahkan kepada penyelidik, termasuk bukti temuan oleh Inspektorat Kabupaten SBB.
“Kasus ini secara resmi saya laporkan ke Kantor Kejati Maluku sejak tahun 2022. Saat itu, saya dan beberapa kepala sekolah maupun tim auditor Inspektorat sudah diminta keterangan sekaligus kita serahkan bukti-bukti pendukung. Herannya, sejak masuk tahun 2023, penanganan kasusnya tak kunjung ada perkembangan,” keluhnya, kepada koran ini di Ambon, Selasa, 29 Agustus 2023
Dia menjelaskan, bukti-bukti yang diserahkan itu berupa hasil pemeriksaan dari Inspektorat Kabupaten SBB serta bukti tertulis berisi pernyataan tegas dari beberapa kepala sekolah yang menyatakan bahwa mereka telah memberikan uang sebesar 10 persen dari pekerjaan fisik rehabilitas dan atau pembangunan gedung sekolah kepada Tasrif Latulumanina selaku PPK
“Jadi, uang yang diterima terlapor Tasrif Latulumanina dari kepala sekolah ini bervariasi. Ada yang kasih Rp 20 juta dari total pekerjaan fisik dengan nilai kontrak Rp 200 juta dan ada juga yang memberikan Rp 50 juta dari total pekerjaan fisik dengan nilai kontrak sebesar Rp 500 juta. Semua bukti ini sudah saya serahkan ke penyelidik,” jelas Yonly.
“Apalagi pihak Inspektorat sendiri sudah membenarkan ketika dikonfirmasi, bahwa memang benar Tasrif Latulumanina selaku PPK ada meminta uang sebesar 10 persen dari beberapa kepala sekolah yang mendapatkan anggaran DAK Fisik 2020,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Maluku, Wahyudi Kareba, yang dikonfirmasi mengatakan bahwa penyelidikan kasus tersebut masih berjalan.
“Tidak ada kasus yang dihentikan, semua masih berproses. Kalau ada perkembangan penanganan kasus yang ditangani, pasti akan disampaikan ke teman-teman pers untuk dapat beritakan,” janji Wahyudi.
Sebelumnya, salah satu kepala sekolah inisial SH, kepada koran ini, usai diperiksa penyelidik di Kantor Kejati Maluku, mengakui telah diminta uang yang disertai ancaman oleh Tasrif Latulumanina selaku PPK kegiatan pengelolaan DAK Fisik pada Disdikbud Kabupaten SBB tahun anggaran 2020.
“Sekolah saya dapat DAK Fisik Rp 200 juta untuk rehabilitasi gedung perpustakaan. Lalu Tasrif Latulumanina selaku PPK datang temui saya minta jatah 10 persen, dan saya terpaksa kasih Rp 20 juta. Karena diancam kalau tidak kasih nanti tidak akan diberikan rekomendasi untuk pencarian tahap III,” bebernya.
Dia mengungkapkan, selain Tasrif Latulumanina, juga terdapat dua orang lainnya yang menjabat sebagai PKK kegiatan pengelolaan DAK Fisik pada Disdikbud Kabupaten SBB tahun anggaran 2020, yakni Arafat dan Ikram Patty. Dan saat dirinya menyerahkan uang senilai Rp 20 juta itu, Tasrif Latulumanina didampingi oleh Arafat.
Sebagai bukti untuk membuat laporan pertanggungjawaban anggaran, SH mengaku telah membuat kwitansi pemotongan uang 10 persen (Rp 20 juta) dari DAK Fisik yang diterimanya senilai Rp 200 juta untuk ditandatangani. Sayangnya, Tasrif Latulumanina menolak untuk tanda tangan kwitansi tersebut.
“Ketika saya berikan uang Rp 20 juta saat itu, saya langsung kasih kwitansi ke PPK untuk tanda tangan sebagai bukti kami untuk pertanggungjawaban anggaran DAK Fisik, tapi mereka tidak mau tanda tangan. Makanya saya juga takut karena ini uang negara,” ungkap SH.
Hal senada juga disampaikan KE, salah satu kepala sekolah di Kabupaten SBB yang juga hadir di Kantor Kejati Maluku untuk diminta keterangan oleh penyelidik dalam kasus dugaan korupsi/ pemotongan DAK Fisik pada Disdikbud Kabupaten SBB tahun 2020.
“Kalau sekolah kami dapat DAK Fisik senilai Rp 500 juta untuk pengadaan gedung laboratorium. Lalu saya juga diminta uang oleh PPK Rp 50 juta, dan sudah saya serahkan. Semua fakta ini juga sudah saya sampaikan semuanya ke penyelidik, saya jawab apa adanya,” tuturnya. (RIO)