RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Masyarakat adat di Kabupaten Buru melalui Dewan Pengurus Daerah (DPD) Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Maluku di bawah kepemimpinan Arman Kalean, mendesak PT. Ormat Geothermal Indonesia, agar dapat segera meninggalkan tanah adat masyarakat setempat.
Pasalnya, dari informasi yang diperoleh bahwa perusahaan panas bumi terbarukan tersebut diduga kuat belum mengantongi izin Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL), namun tetap melakukan aktivitas Pertambangan Tanpa Izin (PETI) atau pengeboran pada beberapa titik di Desa Wapsalit, Kecamatan Lolong Guba.
Selain itu, PT. Ormat Geothermal Indonesia juga dinilai telah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) dengan melakukan penyerobotan terhadap rumah dan tanah adat milik masyarakat setempat.
“Tanah dan rumah masyarakat adat dirampas. Mereka sudah mengungsi di beberapa daerah Kabupaten Buru. Akibatnya, banyak anak-anak yang duduk di bangku sekolah dasar, kini tidak lagi bersekolah,” tegas Ketua Bidang OKK DPD KNPI Maluku, S. Hamid Fakaubun, kepada media ini di Ambon, Minggu, 27 Agustus 2023.
Pihaknya, lanjut Hamid, juga baru saja mendapatkan informasi bahwa PT. Ormat Geothermal bukan hanya mengincar energi panas bumi, tetapi secara diam-diam mengincar emas. Hal ini dapat dibuktikan dengan lokasi eksplorasi yang sudah masuk pada wilayah Kayeli, Desa Wapsalit.
Untuk itu, lanjut Hamid, DPD KNPI Provinsi Maluku akan mengambil langkah hukum dan mengadvokasi masalah ini dengan serius, dengan berkoordinasi sekaligus menyurati Kementrian ESDM agar mencabut izin usaha pertambangan (IUP) dari PT. Ormat Geothermal Indonesia yang sedang beroperasi Kabupaten Buru, tepatnya di Desa Wapsalit.
“Jangan karena alasan investasi untuk menggenjot perekonomian daerah dan membuka lapangan pekerjaan lalu mengabaikan hukum, melanggar HAM serta merusak tatanan adat masyarakat sekitar,” tandasnya.
Dia menjelaskan, PT. Ormat Geothermal Indonesia diduga menabrak PP Nomor 24 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, meliputi konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pengangkutan dan penjualan.
Dalam Pasal 34 ayat (3) peraturan tersebut, tambah Hamid, juga mengatur bahwa kegiatan pengolahan yang dilakukan tercakup dalam IUP-OP dan pada dasarnya terdiri atas empat syarat pengajuan. Yakni, administratif, persyaratan teknis, persyaratan lingkungan, dan persyaratan finansial.
“Syarat lingkungan menyebutkan dua hal. Pertama, pernyataan kesanggupan untuk mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Kedua, persetujuan dokumen lingkungan hidup sesuai perundang-undangan,” jelasnya.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak PT. Ormat Geothermal Indonesia maupun Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Buru, Imran Makatita, belum dapat dikonfirmasi. (RIO)