RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku benar-benar memperketat pengawasan terhadap realisasi Dana Alokasi Khusus (DAK) penugasan Tahun 2023 bidang Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Maluku.
Hal itu dilakukan untuk memastikan pelaksanaan pembangunan infrastruktur pendidikan, khususnya bagi SMK dapat dilaksanakan dengan, maksimal tanpa ada resiko hukum dan temuan.
Untuk tujuan itu, DisDikbud Maluku melalui Bidang Pembinaan SMK menggandeng Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Provinsi Maluku guna memberikan sosialisasi pemahaman terhadap tindak -tanduk realiasi anggaran negara yang dapat menyebabkan resiko hukum dalam pengelolaannya.
Selain itu, pekerjaan-pekerjaan pembangunan yang dapat menyebabkan temuan ketika dilakukan audit. Sosialisasi ini berlangsung di lantai VI Grand Avira Hotel melibatkan Kepala-kepala SMK se-Maluku sebagai penerima DAK dan penyedia jasa, Kamis, 3 Agustus 2023.
Muji Murtopo, Jaksa Utama Pratama dan Asintel Kejaksaan Tinggi Maluku, Hery Yulianto, melalui materi pemahaman hukum dalam penyalahgunaan terhadap pengelolaan DAK Bidang Pendidikan, menguliti berbagai persoalan yang dapat menyebabkan kerugian keuangan negara akibat perbuatan korupsi dengan berbagai modus operandi.
Menurut mereka, berdasarkan data Indonesia Corruption Watch (ICW) perkara tindak pidana korupsi di sektor pendidikan menunjukkan korupsi banyak terjadi pada proses Pengadaan Barang dan Jasa ( PBJ).125 dari 240 kasus (51,7%) kasus korupsi sektor pendidikan yang ditindak aparat penegak hukum pada 2016 hingga September 2021 merupakan tindak pidana korupsi PBJ.
Terdapat 61 pembangunan infrastruktur, seperti pembangunan unit sekolah baru, ruang kelas baru, rehabilitasi sekolah dan pembangunan fisik lainnya, yang berujung korupsi.
Akibatnya hasil pembangunan tak sesuai rencana dan anggaran yang telah dialokasikan.
Korupsi pembangunan infrastruktur pendidikan terjadi mulai dari pembangunan PAUD hingga penambahan gedung perguruan tinggi. Dengan modus umumnya yaitu, proyek fiktif, laporan fiktif dan mark up anggaran.
Mereka merinci modus operandinya antara lain, adanya pungutan atau commitment fee maupun mengintervensi proses pengadaan di sekolah- sekolah penerima proyek.
Adanya intervensi kepada sekolah agar menggunakan jasa perusahaan tertentu untuk membangun/ merehabilitasi sekolah padahal dalam petunjuk teknis, pengelolaan DAK pendidikan dilakukan secara swakelola yaitu pelaksanaan pekerjaan yang direncanakan, dikerjakan, dan diawasi sendiri.
Setelah modus penunjukan langsung diikuti modus korupsi mark-up (penggelembungan).Stakeholder sekolah tidak dilibatkan dalam perencanaan dan kegiatan, dan lemahnya pengawasan internal membuat mark-up menjadi modus korupsi DAK Pendidikan. Modus pungutan liar terhadap sekolah penerima dana sebagai tanda terimakasih sekolah.
Sementara, titik krusial potensi penyimpangan PBJ proyek infrastruktur sektor Pendidikan terletak pada tahapan:
perencanaan, pemilihan penyedia, pengawasan pembangunan, dan pemeriksaan hasil pekerjaan sebelum proses serah terima dan pembayaran.
“??Dalam sejumlah kasus yang telah ditindak APH, masalah utama terjadi karena kurangnya pengawasan, baik oleh instansi teknis terkait maupun perusahaan penyedia jasa konsultansi terpilih,’kata mereka.
Lemahnya pengawasan membuka celah untuk penyedia menurunkan spesifikasi dan jumlah material bangunan. Dalam skala yang lebih serius, yaitu di mana korupsi melibatkan pihak SKPD, sekolah, atau instansi berwenang terkait, proyek diserahterimakan dan dilakukan pembayaran meski tidak selesai sebagaimana mestinya.Akibatnya, banyak bangunan sekolah yang tak tahan lama dan mangkrak merupakan buah dari masalah ini.(CIK)