RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Panitia Khusus (Pansus) Pasar Mardika bakal menggandeng Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku untuk usut persoalan penagihan retribusi di Pasar Mardika, Kota Ambon.
Hal tersebut disampaikan Ketua Pansus Pasar Mardika, Richard Rahakbauw saat diwawancarai, Selasa (1/7/2023).
“Oleh karena itu kami telah merampungkan seluruhnya (data dan fakta), hingga kami juga akan memanggil pemprov serta pemkot, dan akan melakukan investigasi lapangan, bertatap muka langsung dengan pedagang di Mardika dan ingin menanyakan terkait dengan pungutan-pungutan secara resmi oleh Pemkot Ambon berdasarkan peraturan walikota maupun juga pungutan dari PT. Bumi Perkasa Timur (BPT) dan anak perusahaan dari PT BPT,” ujar politisi Golkar itu.
Ia mempertanyakan, apakah pungutan yang ada memberatkan pedagang di Mardika atau tidak. Maka dari itu, setelah dirampungkan ditelaah baru diberikan rekomendasi.
“Artinya, pansus dijamin oleh Peraturan DPRD Nomor 1 Tahun 2020 tentang tatib DPRD, mengisyaratkan bahwa pansus dibentuk dalam satu masa persidangan jadi tiga bulan. Apabila belum selesai, masih dapat diperpanjang di satu masa persidangan lagi,” ucap Rahakbauw.
Ia menjelaskan, pansus dibentuk karena memang melihat ada permasalahan di Pasar Mardika yang perlu dituntaskan. Apalagi permasalahan terkait dengan pungutan terhadap para pedagang, dan kerjasama PT. BPT dan pemilik ruko atau pemegang sertifikat hak guna bangunan (HGB) diatas pengelolaan tanah milik pemprov.
“Juga yang saya sampaikan berkaitan dengan retribusi sampah oleh pemkot maupun pemprov oleh PT BPT. Selain itu, permasalahan Gedung Pasar Mardika yang sudah selesai direvitalsasi. DPRD Maluku akhirnya membentuk pansus dimaksudkan untuk kemudian menelusuri apakah tanah ini menjadi milik pemprov atau tidak,” terang wakil rakyat itu.
Kedua lanjutnya, apakah pemprov berhak atau tidak mengelola pungutan berkaitan dengan aset, walaupun dibangun di atas tanah milik pemprov. Kemudian muncul lagi apakah pemprov berhak mengelola pungutan berkaitan dengan retribusi atau tidak.
“Kemudian menelusuri juga apakah perjanjian kerja sama (PKS) yang dibuat oleh PT. BPT dan Pemegang SHGB yang saat ini menempati 140 ruko atau 260 ruko itu seperti apa. Apakah ini memberatkan pemilik ruko atau tidak?. Kami telah bekerja untuk menelusuri hal itu,” papar legislator Dapil Kota Ambon itu.
Olehnya itu disampaikan, pihaknya telah memanggil pedagang atau asosiasi pedagang di Mardika. Untuk menanyakan sampai sejauh mana proses perdagangan. Pihaknya memanggil pemprov dan pemkot. Setelah itu, dilakukan komsultasi dengan kementerian perdagangan RI soal lapak di terminal Mardika dan revitalisasi Pasar Mardika.
“Dari data ini kami telah kumpulkan dan memanggil ahli untuk menanyakan apakah kerjasama antara PT. BPT dan pemprov terkait penguasaan ruko dari sisi aturan seperti apa. Juga berkaitan dengan pengelolaan Mardika maupun retribusi disana,” pungkas dia.(NAM)