RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — JAKARTA, — Permasalahan keadilan energi terus menjadi konsen disuarakan oleh legislator asal Maluku, Mercy Chriesty Barends. Bukan saja soal elektrifikasi di daerah pemilihannya (Maluku), Mercy juga menyuarakan terkait pengembangan Sistem Penyimpanan Energi Baterai atau Battery Energy Storage System (BESS) yang kini gencar dikembangkan pemerintah.
Anggota Komisi VII DPR RI ini meminta pemerintah melalui BUMN, PT Industri Baterai Indonesia atau dikenal Indonesia Battery Corporation (IBC) yang bergerak di ekosistem Battery Electric Vehicle (BEV) dan Electric Vehicle (EV) untuk menyasar pulau-pulau kecil atau wilayah tertinggal, terdepan dan terluar (3T).
“Kami berharap pengembangan battery energy system yang tengah dikembangkan oleh IBC ini tidak hanya menggunakan platform pulau-pulau besar sebagai basis pengembangannya. Tetapi juga harus bisa dikembangkan di seluruh wilayah yang ada di Indonesia,” pinta politisi PDI-Perjuangan ini saat pertemuan Komisi VII DPR dengan IBC di Balige, Sumatera Utara, belum lama ini.
Mercy berasumsi, implementasikan BESS harusnya dilakukan secara merata. Ini artinya seluruh wilayah, baik yang ada di ujung Jakarta akan sama dengan yang di ujung Maluku, Papua dan daerah-daerah 3T lainnya.
Srikandi Maluku itu mencontohkan pengalaman di daerah pemilihan Maluku yang mengalami permasalahan terkait BESS ini. Dengan kondisi alam Maluku yang berbeda dengan daerah atau kota besar lainnya, membuat baterai mudah rusak dan tidak berfungsi, kurang lebih hanya sekitar 2-3 tahun.
Hal tersebut, menurut Mercy tentu tidak efektif dan merupakan sebuah pemborosan. Apalagi pembiayaan pengadaan baterai tersebut menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
“Kita bicara tentang keadilan energi dan transisi energi yang menjadi problem yang cukup penting. Dimana di seluruh daerah atau wilayah harus mendapat listrik. Penggunaan BESS menjadi salah satu alternatif solusi. Sedangkan transisi energi untuk menekan emisi gas karbon tadi, penggunaan listrik melalui BESS ini berguna untuk menekan emisi gas karbon tadi,” pungkasnya.
Ia berpendapat, penggunaan BESS atau baterai ini cepat rusak, hanya sekitar 2-3 tahun tentu tidak efektif, dan pemborosan.
“Bisa dibayangkan di Maluku ada 342 pulau, taruhlah 130 sampai 150 pulau menggunakan Baterai atau BESS, maka bisa dibayangkan 150 pulau setiap dua tahun sekali harus mengeluarkan dana hingga Rp2,5 miliar hanya untuk baterai,” paparnya.
Untuk itu, Mercy berharap agar pengembangan BESS harus bisa diaplikasikan di seluruh daerah. Serta bersifat long time, tidak hanya sekitar dua hingga tiga tahun saja digunakan.
“Kita berharap kedepan BESS ini dapat digunakan digunakan sampai puluhan tahun. Seperti fungsinya untuk mengurangi bahan bakar fosil, sekaligus membantu pengembangan energy baru terbarukan,” harapnya.
Seperti diketahui, Indonesia saat ini bersiap menjadi ‘raja’ baterai listrik dunia, pemerintah bahkan sudah menyiapkan empat wilayah yang akan dibangun pabrik baterai listrik sebagai ekosistem.
Pemerintah akan menetapkan empat wilayah yang bakal menjadi pusat pabrik baterai kendaraan listrik. Selain Kawasan industri pengolahan nikel PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah. Masih ada beberapa wilayah lain yang akan menjadi pusat pengembangan pabrik baterai.
Di antaranya seperti PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) di Kecamatan Weda, Kabupaten Halmahera Tengah, Provinsi Maluku Utara. Kemudian industri di Kabupaten Konawe, dan terakhir industri di Pomalaa, Sulawesi Tenggara (RIO)