RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — SAUMLAKI, — Penyidik Kejaksaan Negeri Saumlaki mulai melebarkan sayap pemeriksaan untuk melengkapi kasus dugaan korupsi pada BPKAD Kabupaten Kepulauan Tanimbar. Setelah menetapkan 6 tersangka, jaksa mulai mengejar para anggota DPRD KKT yang diduga turut menikmati uang haram itu.
Pasalnya, ada dugaan dana SPPD Fiktif di Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) sebesar Rp9 milyar dengan kerugian negara senilai Rp6,6 miliar, tak hanya dinikmati oleh para pejabat tinggi pada kantor Bendahara Umum Daerah (BUD) ini.
Dana itu juga disinyalir mengalir ke rumah rakyat. Parahnya, dana rakyat yang dititipkan pada kas daerah, dinikmati oleh para wakil rakyat Kepulauan Tanimbar.
Satu persatu anggota DPRD Bumi Duan Lolat ini mulai dipanggil ke rumah Korps Adhyaksa yang terletak di Jalan Poros, Saumlaki.
Informasi yang diperoleh koran ini, Ketua Komisi B DPRD KKT Apolonia Laratmase, yang getol meneriakan uang pelicin senilai Rp400juta yang katanya mengalir ke pimpinan dan DPRD atau diistilahkan sebagai uang ‘Ketuk Palu’, telah memenuhi panggilan kejaksaan setempat.
Laratmase memenuhi surat panggilan kedua, setelah surat panggilan pertama dilayangkan kepada dirinya.
Diinformasiikan, Ketua Komisi B DPRD KKT itu diperiksa hingga jam makan siang. Selain Pola, sebelumnya telah dipanggil untuk memberi keterangan yakni Wakil Ketua II DPRD KKT Ricky Jauwerisa dan Anggota DPRD Shinsu dari Komisi B.
Hanya saja, Kasi Intel Kejaksaan Negeri KKT Agung Nugroho, yang dimintai keterangannya enggan memberikan penjelasannya.
Meski begitu sumber media ini di birokrasi Pemda KKT menyebutkan, kalau angka yang dibagi-bagi tiap pembahasan APBD hingga terjadi deadlock hampir mencapai ratusan juta.
Di mana ada peran anggota yang menjadi penghubung dan meminta sejumlah uang agar proses pembahasan hingga pengesahan RAPBD menjadi APBD dapat segera disahkan.
“Biasanya sih nanti yang jadi penghubung itu sampaikan ke Pemda dan sampai ke tampuk kekuasan tertinggi. Deal angka, ya cair,” ujar sumber yang mengaku jika tak ada uang pelicin, maka para wakil rakyat Bumi Duan Lolat ini akan terus membuat deadlock.
Selain “uang ketok palu” diduga ada permintaan tambahan uang lain sebagai jatah Banggar yang nilai nominalnya disesuaikan dengan jabatan dari para anggota DPRD. Penyerahan uang diduga dilakukan secara tunai dan pada tempat yang disepakati.
Praktek “kotor” ini berlangsung dari tahun 2020 sampai tahun 2022 sebelum masa jabatan Bupati Petrus Fatlolon berakhir.
Sementara itu, sumber dari dalam balai rakyat KKT juga membenarkan kalau ada aliran dana ratusan juta rupiah untuk Ketuk Palu. Namun hanya dinikmati oleh beberapa oknum anggota DPRD saja alias tidak dibagi-bagi kepada semua anggota yang berjumlah 25 orang ini.
“Saya tahu kok yang pergi ambil duitnya siapa saja, pakai baju apa, dimana, jam berapa dan dibagikan kepada siapa saja,” tandas sumber.
Menurut dia, yang terendus adalah angka senilai Rp400 juta. Dimana ada beberapa anggota yang melakukan lobi dan mengeksekusi anggaran tersebut. Dari jumlah tersebut, hanya dibagikan kepada pimpinan dan anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD.
Masing-masing pimpinan mendapatkan Rp50 juta, Sedangkan anggota Banggar senilai Rp25 juta. Sayangnya, tidak semua anggota Banggar menikmati jatah suap hasil lobi tersebut. Hal inilah yang akhirnya membuat uang Ketuk Palu ini mencuat diantara para anggota dan pimpinan DPRD.
Untuk diketahui, saat ini kasus dugaan tindak pidana korupsi yang ditangani oleh Kejaksaan Negeri KKT khususnya untuk SPPD Rp9 Milyar BPKAD telah menetapkan 6 orang tersangka yang merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) dan adalah para pejabat tinggi (Pati) pada kantor Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD).
Ke-6 orang ini memiliki andil dan peran masing-masing dalam satu komando. Mereka juga merupakan pihak yang paling mengetahui kemana saja alur uang yang telah merugikan negara senilai Rp6,6 milyar ini. Angka ini termasuk lumayan besar untuk kasus penyelewengan SPPD fiktif. (SMA)