RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Kepala Seksi Penyidik (Kasi Dik) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku, Ye Ocheng Ahmadally, membantah bahwa pihaknya telah mengantongi tiga nama calon tersangka dalam penyidikan perkara dugaan korupsi pengadaan Aplikasi Sistem Informasi Manajemen Desa (SIMDes) di Kabupaten Buru Selatan (Bursel) melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) tahun anggaran 2019.
“Saya sudah tanyakan Pak Ocheng, beliau membantah, katanya tidak ada yang namanya calon tersangka. Jadi, informasi tersebut tidak benar adanya,” tepis Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) dan Humas Kejati Maluku, Wahyudi Kareba, mengulang keterangan Kasi Dik, kepada koran ini di kantornya, Rabu, 7 Juni 2023.
Dia juga mempertanyakan nama sumber informasi koran ini yang menyampaikan bahwa penyidik telah mengantongi tiga nama calon tersangka, yaitu Kepala Dinas PMD inisial UM selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Kepala Bidang Pemerintahan Desa Dinas PMD inisial AM selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan Direktur CV. Ziva Pazia inisial CM selaku penyedia jasa.
“Yang sampaikan informasi itu siapa orangnya, saya mau tau, jangan asal bicara seperti itu, coba kasih tau siapa orangnya?,” tanya Wahyudi.
Dia menjelaskan, semua saksi-saksi dalam kasus tersebut telah diperiksa penyidik. Bahkan, sejumlah barang bukti berupa dokumen dan juga komputer/ laptop, telah disita penyidik.
“Dan saat ini penyidik tinggal menunggu hasil audit dari Tim Ahli IT yang sementara mengecek Aplikasi SIMDes serta mengecek alat-alat komputer/ laptop,” jelas Wahyudi.
Sebelumnya, Aliansi Mahasiswa Peduli Rakyat (AMPERA) Maluku dalam aksi demonstrasinya beberapa kali di Kantor Kejati Maluku mengungkapkan bahwa Kejati Maluku harus segera menetapkan Kepala Dinas PMD Kabupaten Bursel, Umar Mahulette, yang kini menjabat Plh. Sekda Bursel, sebagai tersangka dalam kasus SIMDes.
Kordinator Lapangan (Korlap) AMPERA, Aldi L, mengatakan, dari data dan bukti yang dikantongi, terungkap bahwa pengadaan Aplikasi SIMDes Kabupaten Bursel yang dikerjakan CV. Ziva Piazia, ternyata tidak sesuai dengan kondisi lapangan serta diduga kuat ada penyelewengan anggaran.
Dimana, sesuai nota dari CV. Zivia Pazia selaku pihak ketiga, setiap desa wajib membayar Rp 30 juta. Dengan rincian, harga aplikasi Rp 17.500.000, harga komputer/ laptop per unit Rp 10 juta dan biaya pelatihan atau bimbingan tekhnologi (Bimtek) Rp 2,5 juta.
“Dari penyetoran sebesar Rp 30 juta, per desa dikenakan pajak PPN 10 persen yakni sebesar Rp 2.727.272 dan PPH sebesar Rp 409.090. Fatalnya, komputer/ laptop yang diterima masing-masing desa, kebanyakan rusak. Sementara uang Rp 30 juta yang disetor masing-masing desa itu bersumber dari dana desa dan alokasi dana desa (DD-ADD) atas perintah Umar Mahulette,” tambahnya. (RIO)