Ternate Episentrum

  • Bagikan

Sejarah Alkhairaat yang telah diawali di Maluku Utara adalah sebuah cerita panjang yang terhimpun dari berbagai rangkaian perjalanan dan semangat pengabdian yang telah ditempuh oleh setiap alumni Alkhairaat.

Dan, Kota Ternate tentu menjadi salah satu episentrum Pendidikan Alkhairaat di Indonesia Timur setelah Kota Palu.

Mereka para alumni itu ada yang telah mengambil peran dalam sejarah perjalanan dan perkembangan Alkhairaat.

Mereka itu datang dari ujung Maluku Utara atau pun dari Palu, Poso, dan sekitarnya sebagai tenaga pengajar yang ditugaskan untuk berkarya di Alkhairaat.

Cerita panjang tersebut dimulai dengan kehadiran Guru Tua Alhabib Idrus Bin Salim Aljufri pada 1963 di Kota Ternate. Kedatangan sang habib ke kota ini merupakan kunjungan yang kedua kalinya karena sebelumnya ia sudah pernah datang sekitar tahun 1930.

Warga Maluku Utara tentu tak pernah lupa pada dai-dai muda seperti Sofyan Lahalotte dan teman-temannya serta senior mereka.

Warga Ternate saat itu seperti mendapatkan idola baru mereka dan hal itu terjadi bukan di panggung-panggung acara bebas tapi adalah di masjid-masjid yang ada di Kota Kesultanan itu.

Di Ternate Guru Tua itu memberikan pelajaran dengan metode menemani murid-murid beliau.

Ia tidak pernah diam di suatu tempat tapi selalu berpindah dari satu masjid ke masjid yang lain menyampaikan ceramah agama walaupun ia sendiri belum bisa berbahasa Indonesia dengan baik.

Dalam beberapa film dokumenter, ditampilkan Guru Tua sedang menaiki gerobak ditemani murid-murid beliau sambil berqiraah/membaca kitab-kitab kuning klasik sebagai materi utama pembelajaran.

Sentuhan yang sangat luar biasa tersebut telah menjadikan Alkhairaat dalam waktu relatif singkat mulai dikenal dan nama Sayyid Idrus Bin Salim Aljufri menjadi pembicaraan dimana-mana.

Kenyataan ini telah mendorong masyarakat Maluku Utara khususnya di Kota Ternate yang dikomandoi oleh tokoh masyarakat di tiga tempat kemudian menghadirkan tiga sekolah Alkhairaat yang berlokasi di selatan Kota Ternate dekat Kantor PLN, bagian tengah di Kalumpang dan di utara di Kampung Makassar.

Kala itu demam Alkhairaat telah menyebar kemana-mana. Pada sekitar tahun 1964 kloter pertama terdiri atas 41 pemuda Ternate berangkat menimba ilmu di Kota Palu dipimpin oleh Ustadz Muhammad Said Abdullah (Alm) yang sudah lebih dulu menuntut ilmu di sana.

Mereka yang dikirim itu antara lain Ustadz Arsyad, Muhammad Kasim, Hamid Bopeng, Thaha Albaar, Ismail Hi. Kasim, dan Muhammad Baba.

Rombongan berikutnya adalah campuran yang berangkat sekitar tahun 1967 sampai dengan 1969 dalam kelompok yang lebih kecil bahkan ada yang berangkat sendirian.

Dari mereka yang kembali ke Ternate dan masih aktif mengajar dan berdakwah sampai sekarang antara lain Ustadz Yahya Misbah, Ustadz Abdulgani Kasuba (Gubernur Maluku Utara) dan Ustadz Ikram Ibrahim yang kini menetap di Kota Ambon.

Sejak itulah didirikan Lembaga Pendidikan Alkhairaat setingkat Madrasah Ibtidaiyah kemudian menyusul dibangun pula di beberapa tempat di luar Kota Ternate seperti di Tidore, Mareku, Bacan, dan salah satunya berada di Kecamatan Sahu, Jailolo, 1973.

Sebelum memelopori Pondok Pesantren Alkhairaat Ambon, Ustadz Ikram Ibrahim yang baru kembali dari studi pada Pendidikan Muallimin enam tahun di Palu, ia langsung memelopori berdirinya Madrasah Ibtidaiyah di Kecamatan Sahu, Kabupaten Halmahera Barat.

“Dua tahun saya bertugas di Kecamatan Sahu. Setelah itu saya kembali ke Ternate dalam rangka persiapan melanjutkan studi ke Madinah, Mesir, dan Jerman,” ujar Ustadz Ikram Ibrahim, Lc, Rabu, (24/5/23).

Ustadz Ikram Ibrahim, Lc saat menerima penulis di ruang kerjanya, Rabu, (24/5/23). Foto lain, mereka yang dikirim mengikuti pendidikan di Pondok Pesantren Alkhairaat Palu, Provinsi Sulawesi Tengah tahun 1964 antara lain Ustadz Arsyad, Muhammad Kasim, Hamid Bopeng, Thaha Albaar, Ismail Hi. Kasim, dan Muhammad Baba.

Ia kemudian berangkat setelah diterima dan menerima beasiswa dari Madinah University lewat Kementerian Agama Republik Indonesia Jakarta.

Setelah menyelesaikan Pendidikan Lc
Jurusan Syari’ah di Madinah University kemudian diikuti pendidikan serupa di Kota Kairo, Mesir dan selanjutnya ke Jerman Barat di Bochum University.

Di Jerman ini ia mengambil studi orientalisme/orientalistik untuk jurusan ketimuran. “Studi ini mengkhususkan pada kajian untuk mendalami ilmu-ilmu yang berhubungan antara lain budaya dunia timur khususnya dunia Arab dari kacamata orang barat,” ujarnya.

Usai studi di Jerman pada 1988 ia pun kembali ke Indonesia dan melanjutkan pengabdiannya ke Kota Ambon. Bersama sahabatnya Alwi Alhaddar yang tidak lain Kepala Bina Marga Dinas PU Maluku memulai usaha merancang berdirinya Pendidikan Alkhairaat di atas tanah wakaf pemberian Ustadz Syekh Ali Alzagladi di Kawasan Kota Jawa, Ambon.

Dari tangan Ustadz Ikram Ibrahim kini sejumlah prestasi berhasil diraih Pondok Pesantren Alkhairaat Ambon.

Terbaru pada Maret 2023 lalu lembaga pendidikan ini berhasil meraih juara pada Lomba Olimpiade Sains 2023 yang diselenggarakan oleh Fakultas MIPA UNPATTI Ambon.

Pondok pesantren binaan Ustad Ikram Ibrahim ini meraih dua medali emas untuk peringkat 2 dan 3, serta meraih perak dan perunggu.

Kedua peraih medali emas itu diraih oleh Cindy Alhikmah Ramadhani disusul oleh Kaysa Aisyah Nawir. Sedangkan untuk perak diraih oleh Ryska Aisyah Maulani Azuz, dan untuk perunggu diraih oleh Raisha Afiqah.

Adapun peringkat pertama untuk medali emas diraih oleh Kenzo Anderson Sitanaya dari SMP Kristen Kalam Kudus Ambon.

Pada tahun 2016 hasil UNPK menunjukkan prosentasi ketuntasan lembaga pendidikan ini mencapai 92%. Pun di tahun 2017 hasil ketuntasan pada Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) mencapai 75%, tertinggi dari semua peserta UNBK di kota Ambon dan Maluku.

“Tahun 2018 adalah tahun kedua kami mengikuti UNBK dan Alhamdulillah kami masih di posisi pertama seperti tahun sebelumnya dengan ketuntasan 80%. Dan pada tahun 2019 MTs Alkhairaat Ambon mencapai nilai tertinggi dalam bidang matematika yaitu rata-rata 82,66 %,” ujarnya.

Ini menunjukkan bahwa keberadaan pendidikan berbasis pesantren atau madrasah tidak kalah dengan lembaga pendidikan umum lainnya.

Terbukti para alumninya selalu menjuarai tes masuk pada beberapa SMA dan Madrasah Aliyah di Kota Ambon. Juga mengikuti beberapa lomba di tingkat nasional dan internasional.

Ini sekaligus mempertegas sebuah tesis bahwa: “madrasah lebih baik dan lebih baik madrasah” tentu tidaklah salah.(*)

  • Bagikan