Suasana di Pondok Pesantren Alkhairaat Ambon siang itu terlihat sepi. Tidak seperti pada sekolah umum lainnya. Pondok binaan Ustadz Ikram Ibrahim, Lc yang mengintegrasikan pendidikan Islam dan pendidikan umum itu benar-benar sunyi dari kebisingan.
Seolah tidak ada aktivitas meski di dalam ruangan kelas ada kegiatan belajar-mengajar. Pun saat jam istirahat.
Jika ada orang yang baru kali pertama datang dan menyaksikan suasana lengang seperti itu seolah tidak percaya. Kok mengapa ada sekolah sunyi sekali. Tidak ada siswa yang lalulalang. Sepi.
Saya yang baru kali pertama tiba di pintu masuk pondok pesantren ini ikut dibuat adem. Sambil menatap tajam ke wajah saya, sang pimpinan pondok pesantren Ustadz Ikram Ibrahim seolah menangkap ada suasana batin yang beda melihat aktivitas pendidikan nan sepi.
Sambil berjalan menuju ruang kerjanya, ia pun menjelaskan kondisi pesantren seluas 5000m2 itu kepada saya, Rabu, (24/5/23).
Ia menggambarkan posisi pondok pesantrennya itu sebagai tempat ibadah. Mengutip riwayat, Ustadz Ikram Ibrahim mengatakan bahwa ilmu itu cahaya dan menuntut ilmu atau belajar itu merupakan ibadah.
“Karena belajar itu ibadah maka berdosa bagi kita mengganggu orang yang sedang beribadah,” ujar doktor yang mengambil spesifikasi Oriantalisme pada Universitas Bochum, Jerman, itu.
Islam mengajarkan menuntut ilmu tidak ada kata istirahat. Tidak ada batasnya dari buaian sampai ke liang lahat. Itu artinya tidak ada kata berhenti untuk belajar dalam menuntut ilmu kecuali setelah ajal menjemput.
Ilmu itu bisa masuk ke dalam otak dan kalbu jika hati kita bersih mau menerimanya. Tentu harus pula didukung oleh suasana lingkungan belajar yang tenang.
Seperti itulah suasana pondok pesantren yang menampung 70 siswa/wi berlokasi di sayap kanan jalan poros menuju Bandara Pattimura. Tepatnya di Kawasan Kota Jawa, Ambon, itu.
Salah satu ciri lembaga pendidikan Pondok Pesantren Alkhairaat yang merupakan cabang pendidikan Islam tertua yang berpusat di Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah, yang dipelopori ulama terkemuka dan tokoh pergerakan Indonesia Alhabib Idrus Bin Salim Aljufri, itu memang dirancang khusus untuk membentuk generasi Islam sesuai norma-norma kepesantrenan yang selalu menjunjung tinggi akhlak dan budi pekerti.
Meski sudah sering melewati jalan ini dan beberapa kali menempatkan waktu salat di masjid di pinggir jalan di lokasi pondok pesantren, tapi baru kali ini saya berkesempatan melihat dari dekat lembaga pendidikan yang bersebelahan dengan masjid itu.
Inilah lembaga pendidikan yang telah berdiri 35 tahun lalu yang dipelopori oleh Ustadz Ikram Ibrahim, jebolan Fakultas Syariah Universitas Islam Madinah, dan Universitas Al-Azhar, Kairo, di atas tanah hasil wakaf dari keluarga Ustadz Syekh Ali Alzagladi itu.
Pondok Pesantren Alkhairaat Ambon memang digodok khusus untuk memadukan pendidikan agama Islam dan pendidikan umum untuk melahirkan generasi anak-didik di Maluku yang berkualitas.
Lembaga pendidikan ini dibentuk, kata Ustadz Ikram Ibrahim kelahiran Kota Ternate 14 Agustus 1951 ini, tidak saja pandai di bidang keagamaan tapi juga kelak pandai di bidang ilmu pengetahuan dan sains.
Dalam suatu kesempatan kunjungannya ke pondok pesantren ini salah satu pakar pendidikan Jepang Prof Saito pernah dibuat kagum melihat aktivitas pendidikan yang dibidani Ustadz Ikram.
Saat itu sang professor didampingi salah seorang konsultan pendidikan dari Japan International Cooperation Agency (JICA) Dr. H. Usman Thalib.
Dalam kunjungannya ke sejumlah sekolah SMP dan madrasah di Kota Ambon itu, Pondok Pesantren Alkhairaat merupakan kunjungan terakhir.
Prof Saito menemukan suasana sepi dan mengira sekolah ini libur. Ternyata tidak. Yang mereka temukan justeru semua siswa berada di kelas masing-masing, mereka sibuk belajar tanpa ada guru di kelas.
Prof Saito tertegun melihat suasana itu. Ia pun berujar inilah sekolah sesungguhnya. Kata Prof Saito, ilmu itu suci maka ruang kelas tempat ilmu yang dipelajarinya juga harus suci.
“Tugas setiap guru yakni memperlakukan semua siswa dengan penuh kesucian. Selama berkeliling di Ambon saya baru menemukan kesucian itu di sekolah ini,” ujar Prof Saito kala itu.
Kalau di Tanah Air saat ini kita mengenal istilah “Indonesia Mengajar” yang digagas oleh Pak Anies Baswedan dan Mendiknas Pak Nadiem Makarim maka sebenarnya Guru Tua Alhabib Idrus Bin Salim Aljufri telah lebih dulu mendeklarasikan ide cemerlangnya itu.
Melalui Perguruan Islam Alkhairaat yang berpusat di Kota Palu sang ulama kharismatik ini jauh sebelumnya telah memperkenalkan metode pembelajaran dengan apa yang disebut “Alkhairaat Mengajar.”
Praktek pembelajaran “Alkhairaat Mengajar” oleh Alhabib Idrus Bin Salim Aljufri yang dimulai sejak tahun 1929 secara langsung telah menandai lahirnya sejumlah Pondok Pesantren Alkhairaat di Indonesia Timur hingga nun di Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara.
Kalau Pak Anies Baswedan menginisiasi Indonesia Mengajar dengan menyiapkan tenaga pengajarnya dari ibu kota, kemudian Pak Nadiem Makarim mengambil tenaga pengajarnya dari mahasiswa yang berasal dari perguruan-perguruan tinggi yang ada di masing-masing provinsi, maka Alhabib Idrus Bin Salim Aljufri telah melakukan hal itu dengan cara yang amat berbeda.
Perbedaan itu terletak pada metode mengajar. Sambil mendatangi langsung ke daerah yang dituju, sang ulama itu tetap mengajar/memperdalam ilmu untuk para santri yang dibawa oleh sang ulama bersama para seniornya.
Pola pengajaran yang sama juga dilakukan oleh Ustadz Ikram Ibrahim di Ambon. Pun konsep rekrutmen santri, berikut belajar di atas tanah yang telah diwakafkan oleh mendiang Ustadz Ali Alzagladi yang dibangun hampir tanpa bantuan pemerintah itu.
Proses pembelajaran ala “Alkhairaat Mengajar” yang ditempuh Ustadz Ikram Ibrahim ini tidak lain merupakan hasil perenungan mendalam dari konsep yang telah diterapkan sejak Guru Tua saat ia memulai pendidikan dan pembelajaran di pusat Alkhairaat di Kota Palu pada 1975.
Dan sekembalinya dari studi di luar negeri pada 1988 ia pun langsung ke Ambon membidani Pondok Pesantren Alkhairaat di Kota Manise dengan metode yang sama. Yakni belajar dan mengajar.
Berawal dari membuat bimbingan belajar (Bimbel) di Kampung Air Salobar Ambon kemudian merambah ke Pandan Kasturi dan melebar lagi ke Desa Waiheru. Dan pada 19 Agustus 1995 ia mendirikan Pondok Pesantren Alkhairaat Ambon.
Sebagai pengelola pesantren ia juga bekerja sebagai dosen luar biasa pada Universitas Darussalam Ambon dan Institut Agama Islam Negeri Alauddin Makassar Cabang Ambon di Tulehu dari tahun 1989 s/d 1991.
Pada tanggal 21 Februari 1988 ia menikah dengan seorang PNS dari Kantor Balai Pertanian Ambon bernama Ir. Evie Thalib. “Setelah pensiun dari PNS beliau kini fokus membantu mengajar di pesantren. Saya sendiri mengajar pelajaran agama,” ujarnya.
Saat awal pendirian mereka mendapat bantuan seorang guru untuk mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dari Kementerian Agama Provinsi Maluku.
Untuk melengkapi mata pelajaran Ustadz Ikram Ibrahim yang dikenal sebagai sarjana di Bidang Syariah harus mengisi pelajaran Fisika dan Biologi. Namun kini di pondok pesantren itu sudah dilengkapi empat guru berstatus PNS untuk mata pelajaran Matematika, Fisika, Biologi, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Pendidikan Kewarganegaraan.
Setelah 35 tahun berkiprah tokoh pejuang pendidikan Islam di Provinsi Maluku yang memulai pendidikannya pada Lembaga Pendidikan Alkhairaat di Kota Ternate itu mengatakan, episentrum dari lembaga pendidikan Alkhairaat ini terletak pada dua kata penting yaitu belajar dan mengajar.
Di usianya yang ke-73 tahun ini ia masih terlihat gesit membina dan mengayomi para santri dari beragam latar belakang berbeda baik yang datang dari Pulau Ambon, Pulau Buru dan Pulau Seram.
Dibantu bersama sang istri tercinta Ir. Evie Thalib dan empat guru PNS lainnya dari Kementerian Agama Provinsi Maluku mereka terus menekuni profesinya membekali ilmu dan pengetahuan bagi para santrinya itu.
Dari hasil didikan Ustad Ikram Ibrahim yang telah berjalan puluhan tahun itu sudah melahirkan para alumni berprestasi. Salah satu alumni angkatan pertama itu yakni mantan Wakil Bupati Kabupaten Seram Bagian Timur H.Fachri Husni Alkatiri, Lc, M.Si, dan mantan Wakil Ketua DPRD Provinsi Maluku H.Sayid Mudzakir Assagaf, Lc.
Dua alumni terbaik ini sempat mengecap pendidikan di Universitas Madinah, dan Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. Mereka merupakan alumni pertama Pondok Pesantren Alkhairaat Ambon.(*)