RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Moluccas Corruption Watch (MCW) Wilayah Maluku sementara melengkapi dokumen tiga proyek Check Dam yang berlokasi di kompleks Gereja Jacobus, Gereja Petra dan Kampung Rinjani, Dusun Ahuru, Negeri Batumerah, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon, untuk kemudian diserahkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku untuk ditindaklanjuti.
“Kita sementara menyusun dokumennya untuk memasukkan laporannya secara resmi ke Kejati Maluku dalam waktu dekat ini, dengan harapan dapat ditindaklanjuti dengan melakukan serangkaian pengumpulan data dan keterangan,” kata Direktur Utama MCW Wilayah Maluku, S. Hamid Fakaubun SH, MH, kepada koran ini di Ambon, Kamis, 25 Mei 2023.
Dalam laporannya nanti, kata Hamid, MCW Wilayah Maluku meminta agar dapat mengusut dugaan korupsi dua proyek Check Dam milik Balai Wilayah Sungai (BWS) Maluku yang berlokasi di kompleks Gereja Jacobus dan di kompleks Gereja Petra sebesar Rp 17 miliar bersumber dari APBN tahun 2020.
Sebab, berdasarkan hasil audit dari Badan Pemeriksan Keuangan (BPK) RI Perwakilan Provinsi Maluku, ditemukan kerugian keuangan negara sebesar Rp 4 miliar atas proyek yang dikerjakan oleh kontraktor dari PT. Diyan Nugraha Saotanre (DNS) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Maluku, Jackson Tehupuring.
“Sementara untuk proyek Check Dam milik BWS Maluku berlokasi di Kampung Rinjani senilai Rp 138 miliar bersumber dari APBN yang sementara berjalan, kita hanya meminta agar Kejati Maluku dapat melakukan pengawasan secara insentif agar proses pekerjaannya di lapangan dapat berjalan sesuai yang diharapkan,” ungkapnya.
Dia menjelaskan, temuan BPK maupun temuan MCW Wilayah Maluku itu di antaranya, pertama, meski telah selesai dikerjakan di tahun 2021, namun diketahui pekerjaan dua proyek Check Dam untuk mengurangi dampak banjir akibat arus deras di Sungai Batumerah, terkesan asal jadi. Dimana, proses perencanaan tidak sesuai dengan pelaksanaan di lapangan.
“Sekilas struktur bangunannya sangat tidak layak. Dinding penahan longsor juga sangat memprihatikan. Tambal sulam kerap kita temukan disepanjang bangunan proyek. Padahal anggaran yang telah disediakan untuk proyek ini sekitar Rp 17 milliar, namun angka tersebut tidak sesuai dengan konstruksi bangunan,” jelas Hamid.
Kedua, sesuai dengan programnya Flood Management in Selected River Basins (FMSRB), proyek Check Dam Petra dan Jacobus ini tidak menjamin keberlanjutan pasca program. Dimana, aspek operasional pemeliharaan hingga kini belum dilaksanakan. Padahal anggaran pemeliharaan dalam setiap program infrastruktur telah disediakan.
Ketiga, lanjut Hamid, AMDAL yang katanya telah selesai, namun implementasinya tidak sesuai dengan realita. Hal ini terbukti pasca konstruksi daerah Petra (lokasi proyek) mengalami longsor dan banyak pohon yang tumbang.
“Proyek yang menyampingkan aspek ekologis ini akhirnya membuat masyarakat menjerit. Air yang awalnya bersih sebelum proyek berjalan, kini hanyalah segempalan lumpur bercampuran tanah akibat dari sedimen Check Dam yang terbawah air hingga ke hilir,” bebernya.
Keempat, BWS Maluku sebagai owner proyek menunjukan inkonsistensinya sejak awal. Dimana sebelum proyek ini dijalankan, sosialisasi mengenai daerah ini rencananya akan dijadikan sebagai objek wisata baru dengan membangun taman dan tempat santai. Hal ini disampaikan oleh PPK BWS Maluku, Jackson Tehupuring.
“Kami MCW Wilayah Maluku pun percaya bahwa rencana objek wisata baru (berbasis lumpur dan tanah) ini telah terealisasi, ternyata itu hanya janji-janji manis mereka saja,” tuturnya.
Kelima, tidak ada program Social Extension Plan (program pemulihan mata pencaharian pada yang terdampak). Padahal, jauh sebelum proyek tersebut dijalankan, banyak kebun masyarakat yang ada di sepanjang lokasi proyek terkena dampak pembebasan lahan.
“Proyek yang kita harapkan dapat memberikan penyelesaian banjir dari hulu hingga ke hilir hanyalah proyek gelap yang kini tidak tau sasarannya kemana,” pungkas Hamid.
Warga masyarakat setempat yang terdampak dua proyek tersebut, kata Hamid, terpaksa bungkam lantaran diberikan uang tunai sebesar Rp 500 ribu per rumah oleh PPK BWS, Jackson Tehupuring, setiap bulan sampai pekerjaan selesai.
“Kami mendapat informasi dari warga sekitar bahwa mereka selama ini diam karena diiming-imingi oleh BWS Maluku bahwa mereka akan diberikan uang kesehatan Rp 500 per rumah juga perbaikan rumah ibadah. Kalau pihak BWS Maluku membatah hal ini, kami akan tunjukan faktanya soal pertemuannya dimana dan apa yang didapat dari hasil pertemuan tersebut,” tantang Hamid.
Fatalnya lagi, lanjut Hamid, diduga terjadi pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Dimana, ada beberapa kuburan warga yang terdampak dalam proses pekerjaan proyek Check Dam di Ahuru. Hal ini diakibatkan oleh bobroknya perencanaan dan proses pekerjaan di lapangan yang terkesan dipaksakan.
“Proyek itukan asal jadi, kemudian laporannya ke pusat itu dibuat seolah-olah sudah mantap tanpa ada masalah. Faktanya, banyak warga yang mengeluh setelah pekerjaan proyek itu selesai dikerjakan, karena meninggalkan jejak yang buruk kepada warga,” bebernya lagi.
Ditegaskan Hamid bahwa dirinya berani mengungkapkan semua fakta-fakta yang terjadi di lapangan lantaran memiliki data, baik itu data wawancara sejumlah warga Ahuru yang terdampak langsung maupun beberapa dokumentasi objek yang diduga bermasalah.
“Kemudian dalam mengadvokasi masalah ini, kami juga mendatangi beberapa orang yang ahli dalam bidang konstruksi maupun ahli soal Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL). Jadi, kami tidak sembarangan dalam berkomentar karana basis kami adalah data akademik dan fakta sosial,” tegasnya.
PPK BWS Maluku, Jackson Tehupuring, yang dikonfirmasi koran ini via pesan WhatsApp (WA), tidak merespon hingga berita ini diterbitkan.
Sementara itu, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) dan Humas Kejati Maluku, Wahyudi Kareba, yang dikonfirmasi mengaku pihaknya dengan senang hati menunggu segala bentuk pelaporan dari masyarakat maupun LSM atau OPK.
“Prinsipnya kami tetap menunggu laporan dari siapapun itu. Kalau sudah kami terima, maka sudah pasti akan kami pelajari dan kami tindaklanjuti pelaporannya. Jadi, silahkan datang dan masukan laporannya,” tutur Wahyudi. (RIO)