RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Kejaksaan Negeri (Kejari) Seram Bagian Barat (SBB) telah menghentikan proses penyelidikan perkara dugaan korupsi anggaran perjalanan dinas atau SPPD (Surat Perintah Perjalanan Dinas) pada Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) tahun anggaran 2019-2020.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) SBB, Irfan Hergianto, SH.,MH, melalui Pelaksana harian (Plh) Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Taufik Purwanto, mengatakan, penanganan kasus tersebut terpaksa dihentikan lantaran tidak ditemukan alat bukti yang kuat.
“Informasi dari Kasi Pidsus bahwa perkara tersebut dihentikan karena tidak cukup alat bukti,” kata Taufik, saat dikonfirmasi koran ini via selulernya, Senin, 22 Mei 2023.
Menurut Taufik, saat ini pihaknya sementara fokus menyusun surat dakwaan dua tersangka dugaan korupsi sisa Dana Siap Pakai (DSP) pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) untuk penanganan darurat bencana gempa bumi tahun anggaran 2019.
Dua tersangka itu, Kepala Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi BPBD Kabupaten SBB, Marlin Mayaut, selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Bendahara BPBD Kabupaten SBB, Muid Tulapessy, selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP).
“Kalau surat dakwaan dua tersangka ini selesai, maka langsung kita limpahkan ke Pengadilan Tipikor Ambon pada Pengadilan Negeri (PN) Ambon. Tentu harapan kita perkara ini bisa segara disidangkan dan kedua tersangka dapat diadili dan mempertanggung jawabkan perbuatan masing-masing,” tuturnya.
Dia menjelaskan, Marlin Mayaut ditetapkan sebagai tersangka lantaran yang bersangkutan selaku PPK diduga telah mencairkan uang sebesar Rp 1 miliar dari total sisa DSP senilai Rp 4.357.507.013 di rekening kas Kantor BPBD SBB secara berturut-turut dalam waktu yang sangat singkat selama Oktober 2021. Dimana, Pencairan anggaran ini dibantu oleh Muid Tulapessy selaku BPP.
“Padahal, sisa DSP Rp 4.357.507.013 ini seharusnya dikembalikan ke kas negara oleh BPBD berdasarkan ketentuan Peraturan BNPB No. 4 tahun 2020 Pasal 9 ayat (1), namun faktanya tidak dikembalikan. Dan saat ini sisa DSP di rekening kas BPBD berkurang menjadi Rp 3.357.507.013,” jelas Taufik.
Perbuatan kedua tersangka, kata Taufik, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun, dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
“Selain itu juga diatur dalam Pasal 3 ayat (1) UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau paling singkat satu tahun dan paling lama 20 tahun, dan denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 1 miliar,” jelasnya. (RIO)