RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, —Benny Adam, SH, Salah satu pemegang Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dua unit ruko di Mardika, Kota Ambon, mengaku merasa ditipu oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN), karena dengan sengaja membantu terjadinya transaksi jual beli ruko untuk membalik nama kepemilikan SHGB antara pihak pertama dengan pihak kedua.
Padahal, didalam addendum yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku ditegaskan bahwa ruko-ruko yang berada di kawasan Mardika tidak boleh diperjualbelikan, dipindahtangankan dan disewakan.
“Saat itu saya tanyakan ke notaris apakah SHGB ini bisa diperpanjang, lalu notaris katakan bisa. Lalu saya beli ruko dari pihak pertama dan urus balik nama SHGB di BPN dan disetujui. Ada akta jual belinya. Kalau memang addendum ini ada dan berlaku, harusnya pihak BPN menolak transaksi jual beli,” beber Benny, kepada rakyatmaluku.fajar.co.id di Ambon, Rabu, 29 Maret 2023.
Dia menceritakan, pada tahun 2007 dirinya membeli satu unit roko di Blok A 2 No 2 Mardika dari pemegang SHGB pertama atas nama Hengky Tenus sebesar Rp 600 juta. Kemudian di tahun 2017, dirinya kembali membeli satu unit ruko di Blok 2 No 6 Mardika dari pemegang SHGB pertama atas nama Sari Agustini sebesar Rp 1,2 miliar.
Ketika pengurusan balik nama dari pemegang SHGB pertama ke pemegang SHGB kedua, kata Benny, sama sekali tidak disinggung soal adanya addendum yang dikeluarkan oleh Pemprov Maluku di tahun 1989, baik dari pihak notaris, BPN maupun Pemprov Maluku. Namun setelah proses balik nama pemegang SHGB Ruko Mardika selesai, baru diketahui adanya addendum tersebut.
“Sekarang kita disuruh bayar lagi kepada Pemda Maluku dari tahun 2017 sampai 2021 dan kepada BPT dari tahun 2022 sampai waktu perpanjangan yang nilainya fantastis. Kalau mau kejar itu pemilik SHGB pertama karena mereka yang jual, penjarakan mereka sesuai aturan addendum yang ada. Kenapa kita yang menjadi korban harus membayar lagi,” keluhnya.
Dia mengungkapkan, dirinya berani membeli ruko di Mardika dengan harapan bahwa selama pemakaian selama 30 tahun, maka status bangunan dan tanah akan berubah dari SHGB menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM) sesuai undang-undang pertanahan.
“Harapan saya setalah pakai 30 tahun, SHGB bisa berubah status menjadi SHM, makanya saya berani bayar dan ambil. Ternyata didalam addendum dikatakan bahwa setelah 30 tahun tepatnya di tahun 2017, maka semua bangunan dan tanah ruko Mardika dikuasai oleh Pemprov Maluku. Maka yang rugi adalah saya,” ungkapnya.
“Karena saya sudah urus dan bayar perpanjang SHGB semua selama 10 tahun sampai tahun 2027. Sekarang Pemda Maluku datang tagih biaya retribusi ruko sebesar Rp 21.712.400 per tahun mulai dari tahun 2017 sampai dengan 2021 berdasarkan NJOP. Lalu yang saya urus perpanjang selama 10 tahun di tahun 2017 itu bagaimana, masa saya harus bayar dobol lagi,” tambah Benny. (RIO)