RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Proyek Check Dam yang berlokasi di kompleks Gereja Jacobus, Gereja Petra dan Kampung Rinjani, Dusun Ahuru, Negeri Batumerah, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon, kian disorot. Kali ini, bahkan pihak Moluccas Corruption Watch (MCW) bakal melapor secara resmi masalah tersebut ke Kementerian Pekerjaan Umum Perumahaan Rakyat (PUPR).
Sekretaris Moluccas Corruption Watch (MCW) Wilayah Maluku, Subhan Akbar Saidi, menegaskan, pihaknya dalam waktu dekat bakal berkunjung ke Kantor Pusat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) di Jakarta.
Tujuannya, meminta Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, atau Direktur Jenderal (Dirjen) Sumber Daya Air (SDA) Kementerian PUPR, agar dapat mengevaluasi dan mencopot Marvan Ranla Ibnu dari jabatannya sebagai kepala Balai Wilayah Sungai (BWS) Maluku.
Pasalnya, Kepala BWS Maluku itu terkesan diam dan mengistimewakan kinerja anak buahnya yakni, Jackson Tehupuring selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) tiga proyek Check Dam yang berlokasi di kompleks Gereja Jacobus, Gereja Petra dan Kampung Rinjani, Dusun Ahuru, Negeri Batumerah, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon.
Padahal, berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan oleh MCW Wilayah Maluku di lapangan, diketahui pekerjaan ketiga proyek miliaran rupiah tersebut amburadul hingga menuai banyak protes dari masyarakat setempat, dan terkesan dikerjakan tanpa perencanaan yang matang.
“Karena Kepala BWS Maluku terkesan diam dan tutup mata atas pekerjakan proyek Check Dam itu, dan seakan mengistimewakan kinerja PPK yang amburadul, maka akan kami laporkan semuanya ke Menteri PUPR dan Dirjen SDA. Dalam waktu dekat ini kami sudah ke Jakarta untuk proses masalah ini,” tegas Subhan, kepada media ini di Ambon, Rabu, 29 Maret 2023.
Dia menduga, diamnya Kepala BWS Maluku, Marvan Ranla Ibnu, dan PPK Jackson Tehupuring atas berbagai masalah yang ada, karena telah menerima fee atas selesainya dua proyek Check Dam yang berlokasi di kompleks Gereja Jacobus dan di kompleks Gereja Petra sebesar Rp 17 miliar bersumber dari APBN tahun anggaran 2020 yang dikerjakan oleh PT. Diyan Nugraha Saotanre.
“Jangan-jangan mereka diam karena sudah dapat fee dari kontraktor (PT. Diyan Nugraha Saotanre), makanya tidak ada evaluasi dari pimpinan terhadap anak buah atas hasil pekerjakan di lapangan. Padahal, sampai saat ini masih banyak masyarakat yang mengeluh dengan janji-janji palsu pihak BWS,” tuturnya.
Dia menceritakan, sebelum proyek Check Dam yang berlokasi di Gereja Jacobus dan di kompleks Gereja Petra dibangun, di sekitar lokasi proyek terdapat banyak lahan masyarakat setempat yang digunakan untuk berkebun guna memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Pihak BWS, kata Subhan, kemudian melakukan sosialisasi bersama masyarakat setempat dan mengatakan bahwa akan ada program Social Extension Plan (program pemulihan mata pencarian pada yang terdampak). Hal ini bertujuan agar masyarakat tidak takut jika lahan kebun mereka nantinya terdampak.
“Ketika dua proyek ini selesai dikerjakan di tahun 2021, sampai hari ini tidak ada kejelasan dari pihak BWS untuk memenuhi janji mereka melakukan program pemulihan mata pencarian pada yang terdampak. Padahal, banyak lahan kebun warga yang terdampak. Harusnya kan ada semacam ganti rugi. Ini yang kami maksud pihak BWS Maluku telah mengabaikan hak masyarakat yang terdampak,” bebernya.
“Sebenarnya masih banyak kejanggalan yang kami temukan di lapangan. Nah, soal belum direalisasinya program pemulihan mata pencarian pada yang terdampak itu salah atau masalah yang sampai sekarang masih meresahkan masyarakat,” tambah Subhan.
Pekerjaan amburadul, kata Subhan, juga ditemukan pada proyek Check Dam yang berlokasi di Kampung Rinjani senilai Rp 138 miliar yang dikerjakan oleh PT. Jaya Konstruksi. Dimana, di sepanjang lokasi proyek terdapat sisa sedimentasi material yang menumpuk di sejumlah titik pinggir sungai.
“Harusnya sedimentasi material dibuang agar tidak merusak lingkungan aliran sungai, namun malah dibiarkan begitu saja. Adapun diangkut, itu pun jauh dari lokasi proyek,” jelas Subhan.
Selain itu, sejumlah warga setempat banyak yang mengeluh lantaran sumur mereka yang awalnya airnya jernih, kini menjadi keruh bahkan kering.
“Kita sempat wawancara beberapa warga, ternyata mereka juga menceritakan masalah yang sama. Katanya sumur mereka yang awalnya bersih, ketika ada pembanguan, sumur mereka menjadi keruh atau kotor, bahkan kering,” ungkapnya.
“Kita hanya ingin proyek ini berjalan tanpa ada efek buruk bagi masyarakat. Dan harusnya pembangunan proyek ini betul-betul mempertimbangkan dampak lingkungan, sehingga tidak merugikan masyarakat,” tambah Subhan.
Dikatakan Subhan, proyek Check Dam di Kampung Rinjani merupakan lanjutan dari proyek sebelumnya yang dinilai sarat masalah, yakni proyek Check Dam di kawasan Gereja Jacobus dan di kawasan Gereja Petra. Sehingga, pihaknya menilai proyek tersebut hanya melanjutkan masalah bagi masyarakat.
“Jadi, meski pembangunan proyek tersebut telah berjalan juga percuma. Logikanya, untuk apa kita melanjutkan pembangunan proyek yang memang sudah gagal sejak awal. Kalaupun proyek ini selesai, kita harap sesuai dengan harapan yang punya dampak terhadap masyarakat dan mampu menyelesaikan masalah yang ada,” ungkapnya. (RIO)