RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — Polresta Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease diminta untuk tidak melakukan diskriminasi dan kriminalisasi terhadap warga Negeri Wakal yang terlibat bentrok dengan Warga Negeri Hitu, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah (Malteng).
Pasalnya, dalam bentrok yang terjadi di Negeri Wakal pada Senin, 27 Februari 2023, sekitar pukul 18.00 Wit, Polresta Ambon dan P.p Lease hanya menetapkan dua warga Wakal sebagai tersangka, yakni Rahul Patta dan Jihan Mahu.
Permintaan tersebut disampaikan oleh Kuasa Hukum kedua tersangka, S. Hamid Fakaubun, SH., MH dan Handi D. Sella, SH, didampingi Moluccas Corruption Watch (MCW) Wilayah Maluku, dalam jumpa pers yang berlangsung di lantai II Kafe Kopi Dolo, Jalan Sam Ratulangi, Kota Ambon, Selasa, 21 Maret 2023.
Menurut Hamid, kliennya ditetapkan tersangka karena diduga melakukan tindak pidana tanpa hak, menerima, menguasai, membawa, menyimpan senjata pemukul, senjata penikam atau senjata penusuk, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) UU RI Darurat Nomor: 12 Tahun 1951, yang terjadi di Desa Wakal.
“Kenapa hanya dua dari Negeri Wakal saja yang tersangka? Bagaimana dengan pelaku lainnya yang ikut membawa alat tajam yang sama. Apakah dari pihak Hitu juga ada yang jadi tersangka dengan pasal yang sama? Kami menilai tidak ada keadilan dan perimbangan penegakan hukum dalam kasus ini,” kesalnya.
Hamid juga meminta aparat kepolisian di daerah ini agar juga fokus mengusut tuntas kasus dugaan pemukulan terhadap korban Randi Fatta hingga tewas yang menurut pihak Polresta Ambon bahwa korban meninggal akibat kecelakan lalu lintas.
“Olehnya itu, kami mendesak Polda Maluku untuk melakukan reka ulang tempat kejadian perkara almarhum Rendi Fatta. Sebab masih banyak kejanggalan dan misteri dalam kematian almarhum,” pintanya.
Selain itu, lanjut Hamid, juga kasus korban Moh Tamerwut yang meninggal akibat ditembak oleh orang tak dikenal (OTK) dalam konflik Wakal – Hitu.
“Kami juga meminta ada transparansi Polda Maluku terkait uji balistik dan hasil otopsi almarhum Moh Tamerwut,” harapnya.
Pihaknya juga meminta Kapolresta Pulau Ambon dan P.p Lease untuk menarik dan mengklarifikasi beberapa pernyataannya di media massa. Di antaranya, pernyataan Kapolresta soal meminta warga yang melepas tembakan ke arah aparat kepolisian saat terjadi bentrok antar warga Wakal dan Hitu, untuk segera menyerahkan diri.
Selain itu, kata Hamid, juga pernyataan Kapolda Maluku dia media massa yang mengintruksikan anak buahnya untuk mengejar dan menangkap para pelaku yang menyerang petugas kepolisian dengan senjata api.
“Pernyataan ini yang membuat polemik di ruang publik. Karena kalau betul ada warga Wakal yang menyerang petugas dengan senjata api, silahkan dibuktikan. Karena yang kami tahu bahwa warga Wakal yang memiliki parang dan panah, karena rata-rata berkebun, jadi wajar,” tuturnya.
“Kok sampai hari ini pihak intelijen Polri tidak mampu mengungkap semua ini. Semua ini harus diungkap agar tidak menjadi polemik dan wacana liar di ruang publik. Jangan hanya keluarkan statement liar tapi tidak ada buktinya,” papar Hamid
Ia juga mengklarifikasi soal beredarnya foto salah satu warga yang membawa senjata api. Menurutnya foto tersebut adalah foto di tahun 2018, bukan foto di tahun 2023.
“Saya mempertegas di sini ya, Itu foto tahun 2018 yang disebarkan, bukan foto tahun 2023 yang katanya si baret itu,” tegasnya.
“Kalau foto itu asli kepemilikan senjatanya mana bukti untuk tahun 2023, katanya ada bunyi senjata dari pihak Wakal dan lain-lain, mana coba buktikan di publik biar tidak jadi polemik. sebab kepemilikan senjata itu membuat masyarakat Wakal distigma buruk oleh publik,” tambah Hamid.
Dia mengungkapkan, dalam konflik antar warga tersebut, banyak tembakan yang masuk ke Negeri Wakal yang menembus tiang lampu jalan listrik, dinding rumah, kios warga, ban motor dan lain-lain.
Hal ini membuat warga setempat menjadi trauma, khususnya anak-anak. Trauma itu dapat dilihat dari satu dua orang warga Wakal yang hanya beraktifitas di dalam Kota Ambon, yang lainnya merasa takut dan memilih diam di dalam kampung.
“Bahkan ada beberapa orang yang dipanggil menjadi saksi di Polda, namun mereka tidak berani keluar dari Negeri Wakal. Mereka konsultasi dengan kami. Pak pengacara, kami tidak berani keluar dari Wakal karena satu dan lain hal. Kalau Polda mau izinkan untuk periksa kita, periksa saja di Wakal, di luar Wakal kami tidak berani,” ungkapnya.
Dan menjelang Bulan Suci Ramadhan, lanjut Hamid, Kapolda Maluku diharapkan agar dapat menginstruksikan anak buahnya, khusunya kepada Kapolsek Leihitu, agar dapat membuka palang-palang jalan di kedua negeri tersebut.
“Karena semakin ada palang-palang, itu nanti masyarakat akan takut. masyarakat mengira suasana konflik itu masih ada. Apalagi jalan itu milik pemerintah, jadi wajib hukumnya setiap orang bebas melewati itu tanpa ada diskriminasi atau apapun,” harapnya.
Demi menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas), Hamid juga menegaskan mendukung penuh upaya rekonsiliasi dan kerja-kerja kepolisian dalam menyelesaikan semua konflik antar warga Negeri Hitu dan Wakal sampai ke akar-akarnya.
“Kami juga mendesak Polda Maluku untuk membentuk tim gabungan penyelidikan yang melibatkan Komnas HAM Perwakilan Maluku, LPSK Maluku, Kuasa Hukum dan perwakilan Polda Maluku, agar sama-sama mengungkap konflik dua desa ini sampai tuntas,” pungkasnya. (RIO)