RAKYATMALUKU.FAJAR.CO.ID — AMBON, — General Manager (GM) PLN Unit Induk Wilayah (UIW) Maluku dan Maluku Utara, Awat Tuhuloula mengakui di tahun 2023, 60 titik di wilayah Maluku Malut Bakal teraliri listrik.
“Kurang lebih ada 60 lokasi yang akan kita nyalakan (aliri listrik) secara bertahap mulai pertengahan tahun hingga akhir tahun 2023. Mudahan-mudahan sampai di 2024 sudah selesai,” akui Awat disela-sela obrolannya dengan host Intan Tuankota, dalam program Podcast ‘Obrolan Rakyat Maluku’ (ORM), di ruang kerjanya d Kantor Wilayah PLN Maluku-Malut, Senin 13 Maret 2023.
Dijelaskan oleh Awat, ada 97 lokasi Spatial Decision Support System (SDSS) yang sudah dibangun sejak satu sampai dengan dua tahun kemarin.
Dari titik titik itu kurang lebih 30 lokasi yang sudah dialiri listrik.
“Kita tetap mengupayakan sampai Desember, listrik di 60 lokasi ini akan beroperasi di tahun 2023.
”Lokasi tersebut tersebar di Maluku dan Maluku Utara, yang paling banyak tersebar di Kabupaten Kepulauan Aru, Kabupaten Maluku Barat Daya, Kabupaten Maluku Tenggara Barat, dan Kabupaten Seram Bagian Timur,” jelas dia.
Kalau untuk Kabupaten Buru, Kabupaten Buru Selatan, Kabupaten Malteng, Seram Bagian Barat dan Seram Bagian Timur, dirinya menyatakan bahwa tahapannya tinggal sedikit saja.
“Dari 60 lokasi ini, merupakan lokasi baru yang rencana dinyalakan dari tahun 2023 sampai dengan tahun 2024. Untuk 112 lokasi atau 112 sistem itu sudah dinyalakan namun masih ada operasi pelayanan yang 24 jam, ada yang 12 jam bahkan ada yang masih 8 jam,” ungkap dia.
Sehingga dirinya menyebut, dari 12 jam ini ada tiga lokasi atau beberapa lokasi yang rencana dinyalakan di awal bulan Ramadhan tahun ini.
“Jadi sebelum Ramadhan, ada beberapa lokasi yang akan kita nyalakan, tersebar di Kabupaten SBB dan Bursel. Menyusul kabupaten-kabupaten lain yang dinyalakan secara bertahap,” ucapnya.
Perihal anggaran yang dikucurkan dipaparkan olehnya, kalau untuk membangun listrik memang lumayan besar, tapi yang paling besar adalah biaya bahan bakar yang hampir mencapai 60 persen sampai dengan 70 persen.
“Biaya bahan bakar masih menggunakan BBM. Karena itulah biaya terbesar harus dikeluarkan. Prosesnya adalah kami melakukan permintaan bahan bakar ke Pertamina, kemudian Pertamina mengeluarkan bahan bakar secara fisik dilampiri dengan berita acara maupun DO terus kita lakukan rekon data, setelah itu pembayaran dilakukan secara terpusat diantara Pertamina pusat dan PLN pusat yang sama-sama merekon data. Jadi PLN wilayah hanya mengambil fisik di lapangan. Biayanya itu kurang 80 sampai 90 persen karena masih menggunakan BBM,” tutup dia. (SSL)